"Tanyain Nik pacarku? Aku bilang bukan!"
"Eh?"
"Kujawab, calon istri! Ibu itu minta diundang..."
"Hah! Serius bilang begitu?"
"Iya!"
"Tapi bohong, kan?"
"Iya!"
"Iiih..."
Tak lagi kuhindar. Kubiarkan, jari jempol dan telunjukmu. Bersekutu di pinggang kiriku. Kuat, lama dan perih. Kukira, dua jemarimu mewakili. Rasamu, amarahmu juga asamu padaku. Kau terdiam, melihat reaksiku. Tak lagi ada teriakan dari mulutku. Jemari tanganmu, masih melekat di pinggangku. Aku menatapmu.
"Kau mau?"
"Eh?"
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!