Mahgrib sejak tadi usai. Aku dan Pipinx. Sudah di Bukit Surungan. Rumah kosan Athan dan Aren. Markas ketiga "Mpuanx Gank". Doyex, Tak bisa ikut. Aren masih bekerja. Jadi harus menunggu. Malam itu, Hanya bertiga. Athan sedang menyiapkan kopi. Pipinx sudah membuka buku Mustholah Hadits. Aku memegang buku yang sama, tapi masih tertutup. Spidol dan kalender bekas sudah dihadapanku. Tugasku setiap kali belajar bersama, membuat ikhtisar pelajaran. Ditulis besar-besar. Di kalender bekas, untuk dibaca dan didiskusikan.
Bagi anggota gank. Belajar bersama adalah ajang diskusi. Adu argumen. Tapi menghafal dan kesimpulan akhir, terserah masing-masing. Tak butuh waktu lama. Tak harus sepakat. Karena jargon gank adalah "Selalu sepakat, walau tak sepakat. Entahlah! Siapa yang memulai. Rumus all for one dan one for all, selalu dipakai.
Kopi buatan Athan. Sudah terhidang. Asap tipis masih mengepul. Kontras dengan udara dingin Padang Panjang. Di kaki Gunung Marapi dan Singgalang. Pipinx melihatku.
"Ada apa, Mpuanx?"
'Hah?"
"Kan? Dari tadi diam?"
"Hehe."
"Keluarga di kampung, sehat?"
"Hamdallah!"
"Terus, mikirkan apa?"
"Kemaren balik. Satu bus dengan Nunik!"
"Hah!"
Pipinx terkejut, menatapku. Athan tertawa. Aku tersenyum. Biasanya, aku hanya jadi pendengar. Jika Mpuanxs Gank membahas tentang lawan jenis. Tapi tidak malam itu. Aku yang memulai. The Ganks tahu namamu. Tapi tak kenal wajahmu. Athan sudah duduk di dekatku.
"Terus?"
"Aku turun disini. Nunik lanjut ke Padang!"
"Padang?"
"Nunik kuliah di Padang!"
"Jadi?"
"Maksudnya?"
"Sudah bilang ke Nunik?"
"Bilang apa?"
"Tentang hatimu?"
"Sudah!"
"Wah! Apa jawaban Nunik?"
"Tidak tahu..."
"Eh! Ditolak?"
"Nunik belum jawab!"
"Kenapa?"
"Aku yang minta. Kan, mau ujian!"
"Wah!"
Kurasa, aku menjadi seorang pesakitan saat itu. Dihadapan polisi dan jaksa. Dalam tubuh Athan dan Pipinx. Keduanya tertawa melihat sikapku. Aku sudah meraih spidol dan kalender. Saat Pipinx mengambil alih.
"Nanti belajar! Ini topik penting. Harus dibahas!"
"Haha."
"Menurut Mpuanx. Nunik terima atau tolak?"
"Entahlah!"
'Kira-kira?"
"Belum tahu. Empat tahun bisa mengubah apapun!"
"Bagaimana sikap Nunik waktu pertama bertemu?"
Aren sudah pulang. Dan langsung bergabung. Bertukar salam. Anggota gank sudah lengkap. Segera tahu bahan pembicaraan. Athan menganggap berita suka cita. Aren dan Pipinx sepakat. Tapi tidak bagiku. Ketiganya menunggu. Aku ceritakan tuntas malam itu. Kuujarkan semuanya. Tentang dirimu. Tentang rasaku padamu. The Ganks terdiam. Sibuk mengambil kesimpulan sendiri. Athan menepuk bahuku.
"Karena itu. Sejak dulu, Mpuanx memilih jadi pendengar?"
"Maksudnya?"
"Kalau membahas cewek. Mpuanx sering diam, kan?"
"Haha! Kan, ada cerita tentang Nunik!"
"Cuma sebut nama! Tidak kisah seperti tadi!"
"Karena tak punya cerita!"
"Bentuk dan rupa Nunik pun, belum tahu!"
"lupa nyimpan foto!"
"Alasan!"
"Haha! Tutup bahasan tentang Nunik. Kapan kita mulai belajar?"
Tiga pasang mata menatapku. Aku meraih gelas berkopi, menikmati isinya. Semua tahu tabiatku. Jika sudah begitu. Maka harus selesai. Tidak kali ini, Pipinx angkat suara.
"Mpuanx harus kirim surat!"
"Eh?"
"Kan alamat Nunik sudah ada?"
"Iya!"
"Atau kita sama-sama ke Padang?"
"Hah!"
"Cari alamat Nunik?"
"Ujian dulu!"
Aku tak tahu pasti. Resahku semakin dalam. Rasa yang tersimpan diam. Malam itu. Tak lagi nyaman. Aku mengingatmu!
#Nik
#GetMarried #PowerofLove #BecauseofYou
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H