"Eh?"
"Dukun cilik itu, tiga kali memutari pohon beringin. Sambil menyanyikan mantra itu. Sesudah tiga putaran, dukun itu berdiri persis di bawah tangan sopir sayur itu. Sambil acungkan jempol! Tangan itu segera terlepas!"
Kau tahu? Tak lagi ada reaksiku. Lebih memilih diam. aku sadar, jika dibohongi emosiku tak terkendali. Tapi tak kulakukan. Amin satu-satunya temanku yang tersisa. Tawa Amin pecah. Wajah puas terpampang di wajahnya.
"Maaf, Bang! Cuma cerita. Daripada bengong nunggu penumpang?"
Kuabaikan ucapan Amin. Dari jauh, sosok Pak Ulek berjalan pelan menuju Pangkalan. Salah satu pelanggan tetap Pangkalan. Aku segera bangkit. Sesaat menatap Amin.
"Giliranku, kan?"
"Iya! Maaf, Bang! Tadi cuma..."
"Lupakanlah!"
"Siap, Bang!"
"Aku narik dulu!"
"Boleh bagi rokok lagi, Bang?"