Entahlah! Sejak pagi, aku bermasalah dan mempermasalahkan dua kata itu. bisa jadi karena tidurku terganggu.
"Bang, kunci motor dimana?"
"Tidak tahu, Â Yah!"
jengkelku hadir. pertanyaanku dijawab sambil lalu. Sulungku kembali menyusun buku. Tak peduli, mataku sibuk mencari tempat sembunyi kunci.Â
Masih pagi. Tak baik tumpahkan amarah. Jam dinding memberi kabar. Sudah lewat lima menit dari pukul tujuh. Tiga anakku sudah rapi bersiap pergi ke sekolah. Berdiri di pintu menungguku. Yang kucari belum kutemukan.Â
"Malah Berdiri! Bantu cari..."
Tanpa sadar, nadaku meninggi. Tak bersuara. Ketiganya segera berpencar. Telusuri seisi rumah. Ruang tamu, kamar tidur, di dapur juga lemari es. Tak ada tanda-tanda sudah ditemukan.Â
Aku duduk sesaat. Kuperhatikan, tiga anakku masih hilir mudik. Kembali kulirik jam dinding. jarum panjang sudah diangka tiga. Lima belas menit lagi! Jika tetap begitu, semua pasti terlambat.
Ups! Aku ingat. Masih ada kunci cadangan. Bergegas aku ke kamar tidur. Lewati pintu. Kuraih jaket. aku terdiam. Mengenal suara gemerincing itu. Akh...! Kenapa kunci ini bersembunyi di jaketku?Â
"Hayuk, Â Berangkat!"
tiga pasang mata menatap kunci ditanganku. Tak ada pertanyaan juga komentar. Kurasakan kejengkelanku merusak suasana pagi anak-anakku. Â
Di gerbang sekolah. anakku terburu turun. Bertukar salam dalam diam. Satpam sekolah yang biasa kusapa "Oom", menghampiriku.
"Pak, Nanti pulangnya cepat! Guru mau rapat..."
"Terima kasih. Pulangnya jam berapa, Â Om?"
"Tidak tahu! Bilangnya sudah dibagikan di grup WA? Atau coba... "
Kuabaikan saran satpam. Sekilas tersenyum dan anggukkan kepala. Kutinggalkan gerbang sekolah. Kupacu motorku. Bergegas ke tempat kerja. Aku belum baca WA. Semalaman HP kumatikan.Â
Sampai di tempat kerja. Segera masuki ruangan. Kusapa rekan satu ruangan dengan mengangkat tangan. Duduk di depan meja sambil menyalakan komputer. Mataku telusuri seisi meja. Mencari berkas kerja dalam map biru yang kemaren belum selesai.Â
Puas aku mencari. Belum ketemu. Aku berdiri. Memandang semua orang di dalam ruangan.
"Ada yang lihat map biru di mejaku?"
Tak ada sahutan. Nyaris serentak, semua gelengkan kepala tanpa melihatku. Amarahku memuncak. Kenapa semua orang betah dengan tidak tahu? Sudut kiri bawah layar monitor. Tertera limapuluh menit menuju angka delapan. Sepuluh menit lagi! Batas waktu janjiku menghadap atasan. Aku harus menyelesaikan dan menyerahkan dokumen yang ada di dalam map biru itu. Â Akh....!Â
Sayup terdengar langkah kaki di pintu. Pak Rusdi! Atasanku itu melangkah pasti kearahku. Aku segera bangkit dari dudukku. berdiri kaku menanti Pak Rusdi menghampiri. Tangannya membawa map biru.Â
"Baru datang?"
"Iya, Pak! Maaf terlambat. Tadi kunci motor... "
"Malam tadi, ada yang menelponmu atau mengajak bertemu?"
"Tidak tahu, Pak! HP kumatikan. Karena... "
"Artinya, Â Kau tak tahu kejadian malam tadi?"
"Hah! Kejadian apa? Saya tidak..."
Gerakan pelan Pak Rusdi menghentikan kalimatku. Map biru yang sejak tadi kucari diletakkan di meja. Tertutup koran terbaru hari ini. Kukira sengaja dibentangkan dihadapku. Kueja tulisan berhuruf besar.Â
"LAGI, Â OTT MALAM TADI : Dua Pejabat, Satu Staf dan Tiga Orang ... "
Aku terpaku diam. Pak Rusdi tersenyum. Menepuk pelan bahuku. Acungkan dua ibu jari. Berbalik badan. Segera tinggalkan ruangan.Â
Akh...! Aku ingat ucapan seorang temanku saat kuliah dulu. Tidak tahu itu ilmiah. bukan berarti bodoh. Terkadang, tidak tahu itu bahkan menyelamatkanmu.Â
Curup, 17.01.2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H