Mohon tunggu...
Zakky Abdillah
Zakky Abdillah Mohon Tunggu... Editor - Zakky Abdillah

Masih Awam

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Post-truth, Filter Bubble, dan SDM Unggul Indonesia Maju

12 November 2019   13:13 Diperbarui: 12 November 2019   13:29 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apabila pembangunan SDM unggul ini kita dasarkan pada konsep Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dibentuk dalam 3 dimensi dasar yakni kesehatan, pendidikan, dan pendapatan. Maka untuk menggebuk penyakit post-truth ini perlu kita mengedepankan pendidikan sebagai solusi. Pendidikan bukan hanya yang formal juga non-formal, juga bagaimana usaha menjadikan manusia Indonesia lebih terbuka tapi tetap kritis, rasional, dan obyektif terhadap kebenaran. 

Saya sepakat dengan pernyataan mas Menteri sebelum menjadi menteri pada saat menghadiri seminar Mendikbud tentang kebudayaan. Ia menyampaikan bahwa para siswa perlu untuk dilatih berpikir kritis dan skeptisisme perlu dikembangkan yang melihat segala permasalahan dari berbagai sisi sehingga kebenaran yang hakiki bisa ditemukan.

Memang begitulah seharusnya kita melihat suatu realitas, jangan hanya percaya dengan satu sisi yang kita lihat, jangan-jangan ada sisi lainnya yang belum kita ketahui. Kita mungkin seringkali mengetahui adagium lama tentang orang buta (tunanetra) dan gajah. Orang buta tentu tidak mengetahui bagaimana gajah itu sebenarnya. 

Orang buta pertama meraba gajah pada bagian ekornya yang berbulu maka Ia menyimpulkan bahwa gajah seperti sapu, orang buta kedua meraba gajah pada bagian gadingnya maka Ia menyimpulkan gajah seperti pipa yang kokoh, orang buta ketika meraba pada bagian telinganya maka Ia menyimpulkan gajah seperti kipas yang besar. 

Pandangan masing-masing mereka terhadap gajah adalah kesalahan, padahal kenyataan gajah yang sesungguhnya (das ding an sich) bisa kita temukan apabila melihat, meraba, mendengar, dan mengamati gajah dari berbagai sisi, itulah kebenaran yang sesungguhnya manusia kini pada era post-truth melihat suatu realitas hanya dari satu sisi lantas kemudian yakin itu sebagai satu-satunya kebenaran padahal Ia tidak melihat dari sisi yang lainnya.

Maka lihatlah semua realitas dan kenyataan apapun hal itu dari segala sisi, demikian tidaklah mudah harus dimulai dengan niat dan berpikir terbuka untuk menemukan kebenaran tanpa dikendalikan dengan hawa nafsu, kepentingan pribadi, dan doktrin kepercayaan. 

Secara mudah misalkan dalam mengakses berita bacalah seluruh sumber-sumber berita yang kredibel, bandingkan satu informasi dengan informasi yang lain, karena penentu kesimpulan kebenaran dari suatu realitas adalah anda yang menganalisis berbagai data yang ada, jangan mengambil kesimpulan apabila data-data yang anda miliki kurang memadai yang seringkali terjebak dalam post-truth yang cenderung menjadi hoax, jadilah manusia Indonesia yang berkontrubusi dalam membentuk SDM yang unggul untuk Indonesia Maju.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun