Manusia diberikan kelebihan dari luar dan dalam dirinya, dari luar tentu saja yang bersifat fisik namun bagian dalam diri jauh lebih kuat (pikiran dan perasaan yang positif) daripada luar dirinya yang dapat tergores dan rusak (level force).Â
Temukan diri sendiri dan kekuatan apa saja yang ada di dalam diri itu sehingga kita tidak akan mudah terombang-ambing oleh perilaku orang yang tidak baik.Â
David R.Hawkins seorang peneliti dan psikiater telah menjelaskan dalam level kesadaran manusia (consciousness) bahwa kekuatan diri berada pada level inner power 700-1000Hz, dan ketika kita telah berada pada level ini merupakan indikasi bahwa kita telah berada pada kesadaran murni tanpa diintervensi atau mengintervensi orang lain, benar-benar berdaulat dengan diri sendiri dan tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Hati Nurani
Masihkah kita berhati nurani? Pertanyaan ini seolah klise dan tidak penting namun hal ini menunjukkan hakikat manusia masih kuat di dalam dirinya. Mengapa membahas hati nurani? Tentu saja karena kita sering mengabaikan hati nurani kita kepada orang lain terlebih kepada orang-orang yang kita kasihi. Mengatasnamakan cinta, kasih sayang dan perhatian tetapi pada praktiknya kita malah membuatnya sakit dan tertekan.
Kita tidak menyadarinya bahwa semua rasa dan sikap yang kita berikan itu justru malah menyiksa karena perhatian dan cinta itu telah berubah menjadi obsesi, mengekang dan menuntutnya. Bila sayang tentu akan terasa damai olehnya, namun bila obsesi tentunya akan terasa menyakitkannya dan bersifat menguntungkan sepihak saja. Apakah harus dibebaskan melakukan berbagai hal semaunya? Tentu saja tidak.
Berikan saja kebaikan dan kasih yang murni, menjaganya dengan bahasa kasih maka hal yang sama akan kembali dengan sendirinya.Â
Tempatkan semua pada tempatnya, karena terkadang kita membalik fungsi tersebut hingga kita tidak kuat menanggungnya karena fungsi yang tidak pada tempatnya.Â
Contohnya seharusnya istri yang diatur tetapi sering terjadi sebaliknya, suami yang mencari nafkah tapi sering pula terjadi sebaiknya, istri yang mencari dan suami tinggal di rumah.
Alhasil semua sikap akan berubah karena istri yang mencari nafkah ia menjadi kepala keluarga dan suami menjadi pengikutnya, lain hal bila keduanya mencari bersama demi kelangsungan ekonomi keluarga dan selalu bermusyawarah dalam berbagai hal di dalam rumah tangga.Â
Persoalan bermula dari persepsi yang berbeda dan menyikapinya tentu akan berbeda pula. Bila dilihat dari sudut pandang yang sama dan dari arah yang sama tentunya akan menghasilkan kesepakatan dan kedamaian bersama.