Sepertinya kalimat ini terdengar klise dan mengada-ada yah, padahal sebenarnya tidak dan dapat dibuktikan. Tanpa disadari kita sering membuktikan kalimat ini dalam keseharian. Pikiran memiliki daya magnet terhadap hal positif bahkan negatif sekalipun.
Terkadang manusia cenderung meremehkan diri sendiri dengan segala paket dan kemampuan yang diberikan Allah kepadanya. Dengan membiarkan pikiran larut begitu saja bersama persoalan yang datang. Padahal persoalan datang selalu bersama dengan harapan.
Pernahkah kita menginginkan makanan tertentu, tiba-tiba makanan itu ada yang mengantarkannya kerumah?. Di lain waktu ketika kita memikirkan “jangan-jangan nanti malam mati listrik” eeh ternyata listrik benar-benar mati. Bahkan ada yang asal nyeletuk saja “lihat aja bu, saya akan bawa mobil itu kerumah kita, langsung diantar orang dealer kerumah ini” tiba-tiba mobil itu terbeli dari rezeki yang tak terduga dalam waktu dekat.
Saya sering sekali membuktikan kalimat ini. Pada saat saya belum memiliki kendaraan dan rumah sebagai tempat berteduh dan mengantarkan saya ketempat kerja dan kemana saja (masih naik kendaraan umum ketika itu).
Saya memikirkan kendaraan dan rumah 2 lantai tersebut dan, terjadi, kendaraan dan rumah tersebut menjadi milik saya dalam waktu yang tidak terlalu lama, alhamdulillah di-usia 20an, sudah dititipkan benda yang sesuai keinginan saya.
Menurut saya, banyak juga yang mengalami ini walaupun tanpa diprogram atau berjalan dengan seiring waktu, tapi tetap saja itu merupakan keinginan yang terkabul. “Bagaimana bisa?, bagaimana caranya?, jangan-jangan dikasih orang nih?”, dll. Tentu pertanyaan seperti ini akan mudah terlontar dari orang lain kepada kita.
Sedikit cerita mengenai teman saya yang merasa selalu gagal dalam hidup, seolah hidup tidak adil kepadanya, banyak yang jahat kepadanya, dll. “kenapa aku selalu mengalami hal yang sama ya dari dulu sampai sekarang”, “semua orang membenciku, ga ada yang sayang sama aku”, “suamiku selingkuh terus iih sebeeel”. Perkataan inilah yang sering dikatakannya dan selalu berada dalam pikirannya.
Pikiran dan perasaan negatif tersebut akhirnya selalu mendatanginya karena tanpa disadarinya, kehidupan yang seperti itu yang menjadi fokus pikirannya. Akhirnya seperti itulah hidup yang selalu dialaminya. Saya sering pula menganjurkannya agar merubah pola pikirnya, tapi kembali lagi, hanya ia yang dapat merubah hidupnya bukan orang lain.
Tidak jarang juga kita putus asa dari kalimat-kalimat positif yang sering ditulis oleh teman, sahabat bahkan oleh para motivator “aaah, pinter ngomong doank, hasilnya belum tentu”, “udah aahh, itukan kalian yang mengalami, belum tentu aku juga akan mengalami hal yang sama” atau bahkan seperti ini “ alaaah pamer doank, udahlah ga usah banyak ngomong”. Hehhee saya pernah mendengar ini dari seseorang yang tidak percaya dengan dirinya sendiri dan kemampuan Allah.
“buat apa mengejar uang, nanti juga meninggal, uang tidak dibawa mati”. Kalimat yang seolah mengarah kepada keputusasaan. Mengapa manusia harus memiliki harta?, ada apa dengan fokus pikiran?, mengapa terkesan penting mengatur pikiran dan ucapan?.
Mengapa Manusia Harus Memiliki Harta
Harta sering disalahartikan dan diidentikan dengan sesuatu yang ekstrim. Tanpa harta tersebut kita tidak dapat membantu orang lain atau memenuhi kebutuhan orang terkasih. Kita hanya dapat memberikan doa untuk mereka.
Sedekah menggunakan uang. Bahkan banyak diantara orang-orang bersedekah berasal dari orang yang memiliki kehidupan sederhana, apalagi memiliki harta, maka akan sangat leluasa memberikan bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan. Siapa yang tidak ingin membuat orang lain tersenyum karena uluran tangan kita?
Mengelolah titipan Allah (harta) kedalam perbuatan amal dan kebaikan dengan memberikannya kepada keluarga dan orang yang membutuhkan. Harta akan membahayakan bila kita yang dikendalikan olehnya dan menjadikannya tuan atau majikan. Namun bila sebaliknya justru menyelamatkan hingga akhirat.
“ketika harta berada di- tanganmu, bukan di-hatimu, dia tidak akan membahayakanmu, walaupun jumlahnya banyak. Sebaliknya, ketika harta itu dihatimu, dia akan membahayakanmu, walaupun harta itu tidak ada sedikitpun di-tanganmu" (Ibnu Qayyim, Madarijus Salikin, 1/463).
hati adalah tempatnya niat. Ketika niat baik dalam memperoleh harta tersebut maka hati mudah mengendalikannya. Saat hati diduduki atau dikuasai dengan harta maka akan terjadi sebaliknya, musibah justru akan mendatanginya sekalipun harta itu belum ada di-tangan kita.
Apa yang Terfokuskan Akan Terjadi
Cara kerja Allah sangat misterius namun dapat kita ikuti dari seluruh perkataanNya di-dalam Al-Qur’an dan hadist. Seperti kalimat berikut:
“Allah mengikuti prasangka hambaNya” (Hadist Qudsi).
Saat manusia berprasangka nasibnya selalu buruk, maka itulah yang terjadi, begitu juga sebaliknya. Ada aksi ada reaksi, aksi yang selalu berburuk sangka dengan diri sendiri, maka akan terjadi reaksi apatis. Mengcluster dan mematri anggapan bahwa kehidupan yang makmur seolah hanya dimiliki oleh orang yang kaya sejak lahir, pada akhirnya hanya terima nasib yang datang berikut keluh kesahnya.
Tentu kita juga pernah mengalami pikiran dan perasaan negatif seperti “kayanya daganganku ga laku nih hari ini”, “mau jual apa, udah banyak yang jualan ini dan itu. Jangan-jangan malah ga ada yang beli karena tingkat persaingan yang tinggi”, dll. Kalimat khawatir ini akan menjadi fokus di-pikiran dan akhirnya terjadi.
Apapun yang difokuskan akan terjadi. Saya banyak melihat teman dan orang sekitar merasa maju mundur untuk melakukan suatu perubahan karena terlalu fokus pada kegagalan. “perjalanan ribuan mil dimulai dengan langkah pertama” (Lao Tzu). Bila tidak pernah memulai bagaimana kita bisa mengetahui gagal atau jangan-jangan malah sukses.
Mengapa Penting Mengatur Pikiran dan Ucapan
Saat kita berada pada pikiran yang baik, maka ucapan akan baik. Saat kita bepikir dengan tujuan yang jelas, maka isi ucapan akan menunjukan hal yang sama. Seperti kutipan ayat berikut:
“karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (QS.Al-Insyirah 5-6),
“ketahuilah bahwa kemenangan bersama kesabaran, kelapangan bersama kesempitan dan kesulitan bersama kemudahan” (HR.Tirmidzi).
Ketika kita mengetahui teori hidup sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadist tersebut, maka kita akan mengenal arti sabar dan bersyukur. Kedamaian hati ini membuat manusia mampu berpikir positif dan berkata yang mengandung kalimat positif pula. Mengatur pikiran dan ucapan yang positif sebenarnya dapat menggiring kita kepada kesabaran dan menerima hal yang sedang terjadi dengan memaknainya secara positif.
Saat hati dan pikiran telah sinkron dalam hal yang positif, maka kesulitan menjadi hilang, yang ada hanya proses menunggu hadiah. Kebaikan dan keburukan selalu berdampingan layaknya pasangan. Begitu pula kesulitan dan kemudahan selalu beriringan, hanya saja kita tidak dapat melihat kemudahan itu ada di-sebelahnya, karena pikiran sedang negatif, semua menjadi buram dan berkabut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H