Polemarchus, anak Cephalus, berpendapat bahwa keadilan adalah menolong teman dan bersikap keras terhadap musuh. Sokrates mempertanyakan pandangan ini dengan menyatakan bahwa konteks dan kebaikan dari tindakan tersebut perlu dipertimbangkan, serta menyindir bahwa seringkali sulit untuk membedakan siapa teman dan siapa musuh.
Thrasymachus, yang menentang argumen sebelumnya, berpendapat bahwa keadilan bergantung pada kekuasaan politik, dan apa yang dianggap adil dapat berubah sesuai dengan kebijakan penguasa. Menurutnya, keadilan juga melibatkan ketaatan pada hukum yang diberlakukan penguasa.
Sokrates menanggapi dengan menyatakan bahwa keadilan tidak dapat hanya berpusat pada keuntungan penguasa dan bahwa kecerdasan serta karakter kuat adalah ciri orang yang adil. Thrasymachus, sebaliknya, berpendapat bahwa keadilan seringkali menguntungkan penguasa dan bahwa keadilan tidak selalu lebih baik daripada ketidakadilan.
Sokrates mencoba menunjukkan bahwa keahlian seperti dokter atau pemerintah seharusnya bertujuan untuk kebaikan orang lain, bukan hanya keuntungan pribadi. Thrasymachus tetap mempertahankan pandangannya bahwa keadilan terutama tentang kekuasaan dan kepentingan diri.
Perbincangan tersebut berakhir dengan pertanyaan mendasar mengenai apa sebenarnya keadilan dan apakah berperilaku adil membuat seseorang lebih bahagia. Meskipun "the Republic" tidak memberikan jawaban definitif, Sokrates melukiskan keadilan sebagai melakukan yang terbaik demi kebaikan diri sendiri.
Glaucon, tidak terpengaruh oleh perbincangan sebelumnya, memulai dengan menjelaskan bahwa ada tiga jenis Kebaikan (, agathos). Pertama, Kebaikan yang mengandung nilai di dalam dirinya sendiri, seperti kebahagiaan. Kedua, Kebaikan yang terdapat pada apa yang diakibatkannya, misalnya obat. Ketiga, Kebaikan yang bernilai dalam dirinya sendiri dan juga pada apa yang diakibatkannya. Sokrates menempatkan Keadilan termasuk dalam jenis Kebaikan yang ketiga, baik secara intrinsik maupun instrumental.
Namun, Glaucon menyatakan bahwa banyak orang berpendapat bahwa Keadilan masuk dalam Kebaikan jenis kedua. Secara alamiah, manusia cenderung mengejar ganjaran dan meraih nama baik akibat berperilaku adil, serta menghindari konsekuensi negatif.
Glaucon berusaha membela Ketidakadilan dengan argumen bahwa orang bertindak adil karena terpaksa dan tidak dapat dihindari, sehingga Keadilan baik karena akibat yang dihasilkannya. Ia juga menyatakan bahwa seseorang yang tidak adil dengan reputasi sebagai orang adil lebih bahagia daripada orang adil dengan reputasi tidak adil.
Menurut Glaucon, sifat asli manusia sebenarnya cenderung egois dan tidak adil, sehingga perbuatan adil hanya memiliki nilai jika menghasilkan keuntungan bagi pelakunya. Keadilan dihasilkan melalui aturan dan hukum yang diciptakan untuk mengendalikan kecenderungan alami manusia yang egois. Orang lemah yang jumlahnya banyak membuat aturan untuk melindungi diri mereka dari orang yang lebih kuat, meskipun jumlah mereka sedikit.
Glaucon berpendapat bahwa Keadilan merupakan hasil dari perjanjian dan tidak bersifat alamiah. Hukum diciptakan untuk membatasi keinginan individu dan memaksa mereka untuk bertindak adil. Keadilan didasarkan pada ketaatan pada aturan dan hukum.