Mohon tunggu...
Seiri
Seiri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Fakultas Ekonomi dan Bisnis Prodi S1 Akuntansi Universitas Mercu Buana

Nama : Seiri NIM : 43222010166 No. Absen : 35 Dosen Pengampu : Prof Dr. Apollo, M.Si.AK

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB2 Diskursus Gaya Kepemimpinan Dewa Ruci Werkudara pada Upaya Pencegahan Korupsi di Indonesia

12 November 2023   00:45 Diperbarui: 12 November 2023   00:45 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://i.ytimg.com/vi/1ZkIJo0wmdo/maxresdefault.jpg

Ada beberapa gaya kepemimpinan yang perlu dipahami, di antaranya adalah:

  1. Gaya Kepemimpinan Otoriter: Kepemimpinan otoriter menempatkan pemimpin sebagai otoritas mutlak yang mendominasi dan memaksakan pendapat pribadi kepada anggota tim. Meskipun pendekatan ini dapat menghasilkan keputusan cepat dan tegas, namun seringkali menyebabkan ketidaknyamanan di tim. Salah satu kelebihannya adalah pemimpin otoriter cenderung tegas dalam menanggapi kesalahan anggota timnya. Namun, pendekatan ini juga dapat menimbulkan tekanan pada karyawan, bahkan mungkin menyebabkan mereka memutuskan untuk berhenti bekerja.
  2. Gaya Kepemimpinan Demokratis: Berbeda dengan pendekatan otoriter, kepemimpinan demokratis memberikan kesempatan pada anggota tim untuk berpartisipasi dengan menyampaikan pendapat mereka. Meskipun suasana kerja menjadi lebih nyaman karena anggota tim merasa didengarkan, namun pemimpin mungkin mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan karena banyaknya pendapat yang harus dipertimbangkan. Pendekatan ini juga berpotensi menimbulkan konflik antar karyawan yang mempertahankan pendapat masing-masing.
  3. Gaya Kepemimpinan Delegatif: Dalam kepemimpinan delegatif, pemimpin memberikan tanggung jawab dan keputusan kepada anggota tim. Meskipun terkesan memberi kepercayaan dan meningkatkan motivasi serta rasa percaya diri anggota tim, pendekatan ini dapat menyebabkan masalah jika ada anggota tim yang tidak bertanggung jawab.
  4. Gaya Kepemimpinan Transformasional: Pemimpin transformasional sangat antusias dalam menciptakan perubahan di timnya. Mereka memiliki energi, kecerdasan, dan konsistensi dalam memberikan semangat kepada anggota tim. Namun, pendekatan ini memerlukan umpan balik yang konsisten dan komunikasi terus-menerus agar perubahan yang diinginkan dapat diwujudkan oleh seluruh anggota tim.
  5. Gaya Kepemimpinan Transaksional: Pemimpin transaksional menerapkan sistem reward bagi anggota tim atas pencapaian tertentu, sekaligus memberlakukan konsekuensi atau hukuman jika anggota tim tidak mencapai target. Pendekatan ini melibatkan anggota tim dalam skema penghargaan dan hukuman, memberikan insentif bagi mereka untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

https://batri.uma.ac.id/korupsi-yang-menjadi-budaya-pada-sistem-politik-hukum-di-indonesia/
https://batri.uma.ac.id/korupsi-yang-menjadi-budaya-pada-sistem-politik-hukum-di-indonesia/

 

Korupsi

Korupsi adalah sebuah cela atau aib yang sangat akrab ditelinga orang Indonesia. Hampir setiap hari media massa baik cetak maupun elektronik mengungkapkan permasalahan yang satu ini dalam berbagai ragam dan tingkatannya. Kendatipun semua orang tidak dapat menerima praktik-praktik korupsi, tetapi korupsi hampir melibatkan semua orang (Mufid, 1997, 13). Korupsi tidak hanya dilakukan oleh pejabat, pengusaha dan pegawai negeri / swasta, tetapi juga dilakukan oleh orang-orang yang berhubungan dengan lembaga-lembaga sosial dan bahkan lembaga keagamaan. Dimanapun, manakala ada kesempatan, orang akan melakukan korupsi.

Mulai dari lingkungan rumah tangga, perilaku tidak jujur dan tidak bertanggung jawab dari anggota keluarga seperti anak, suami, atau istri dapat menjadi akar dari praktik korupsi. Contohnya, jika seorang anak diminta untuk melakukan belanja dan mengembalikan sisa uang, tetapi uangnya tidak dikembalikan, hal itu bisa menjadi awal dari perilaku koruptif. Orang tua yang mengabaikan atau membiarkan hal-hal kecil seperti ini terjadi di dalam rumah tangga sebenarnya memberikan pendidikan korupsi kepada keluarganya.

Tidak jujur juga bisa terjadi dalam hubungan sosial di tingkat masyarakat yang lebih luas, seperti tingkat RT, RW, Dusun, dan Desa. Ada kasus-kasus di mana pengelolaan uang iuran dari warga tidak dipertanggungjawabkan dengan baik. Selain itu, dalam kegiatan kepanitiaan yang melibatkan warga, terkadang ada anggota panitia yang curang. Bahkan, dalam pembangunan tempat ibadah yang seharusnya dihormati, masih ditemui kasus ketidakjujuran.

Tidak hanya itu, dalam hal penegakan hukum di jalan raya, polisi sebagai penegak hukum seringkali melakukan tindakan sewenang-wenang. Mereka meminta denda langsung kepada masyarakat dengan alasan pelanggaran lalu lintas, padahal uang dari denda tersebut hanya masuk ke kantong mereka sendiri. Kadang-kadang, surat tilang hanya digunakan sebagai kedok, dan proses hukum yang seharusnya berlaku dalam kasus pelanggaran lalu lintas tidak dilaksanakan dengan benar.

Korupsi sebagai tingkah laku pejabat yang menyimpang dari norma yang telah di terima oleh masyarakat, dengan maksud memperkaya pribadi. Bentuk lain adalah balas jasa dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang pejabat, dari ilustrasi ini, ciri yang sangat menonjol dalam masalah korupsi adalah tingkah laku pejabat yang melanggar asas pemisahan keuangan pribadi dengan keuangan politik (Noeh,1996).

Korupsi juga melibatkan tindakan di luar batas hukum untuk memengaruhi tindakan dan kebijakan birokrasi. Dalam konteks ini, korupsi digunakan untuk mendapatkan persetujuan dari pejabat yang bertanggung jawab dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan tertentu. Sebagai contoh, memberi suap kepada pejabat untuk mendapatkan surat izin atau mendapatkan berbagai kemudahan, serta menghindari pembayaran pajak atau denda. Dalam praktik suap ini, uang yang diberikan masuk ke kantong pribadi pejabat, bukan ke kas negara. Oleh karena itu, korupsi sangat bertentangan dengan prinsip hukum dan keadilan.

Why? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun