Kali ini, hujan hanya membutuhkan waktu kurang lebih dua jam untuk merendam Kota Manado, yang disusul dengan tanah longsor di beberapa titik rawan.Â
Sejauh ini memang belum ada berita korban jiwa. Namun, setidaknya lewat sejumlah video yang beredar di medsos, bisa dipastikan warga terdampak bencana mengalami kerugian material yang cukup parah.Â
"Banjir kali ini lebih parah dari minggu sebelumnya," ucap seorang warga. Â
Bersamaan dengan itu, tiba-tiba listrik penduduk dipadamkan PLN. Mungkin karena lokasi belakang kantor PLN Sario mengalami kebanjiran sehingga pemadaman perlu dilakukan. Wajar, memang daerah ini menjadi salah satu titik banjir yang cukup parah.
Setelah pemadaman dilakukan, seketika Manado seperti kota mati. Hanya ada lampu kendaraan yang lalu lalang di jalanan, sisanya gelap gulita. Tambah lagi awan mendung dengan hujan yang masih saja turun, membuat situasi semakin mencemaskan.
Orang membutuhkan penerangan cahaya, itu pasti, apalagi di saat bencana banjir seperti ini, tapi PLN akan berpikir dua kali untuk hal itu.Â
Pasalnya, membiarkan mesin energi listrik tetap menyala sementara lokasi belakang kantor menuju tenggelam adalah langkah berisiko bagi PLN.
Saya tinggal tepat di depan pusat konsumsi barang dan jasa. Jika Anda pernah mengunjungi Manado Town Square (Mantos), Manado Trade Center (MTC) atau Megamall -- untuk menyebut beberapa -- berarti Anda pernah melewati rumah saya. Terakhir kawasan ini cukup viral di medsos karena peristiwa gelombang laut yang tinggi.
Pemadaman listrik terjadi cukup lama. Umumnya, yang dipikirkan lebih dulu ialah segera mencari lilin atau sumber cahaya lain, tapi saya yakin, bagi 'generasi merunduk' yang setiap waktu hidup dengan telepon genggam tentu bukan itu. Yang pertama muncul dikepala mereka adalah menjaga handphone tetap menyala. Â
Begitu pula saya, berhubung hujan mulai berhenti, secepatnya saya menyalakan mesin motor dan pergi mencari api, ehh maksudnya mencari lokasi sumber daya, untuk apa?Â