Mohon tunggu...
Zainal Tahir
Zainal Tahir Mohon Tunggu... Freelancer - Politisi

Dulu penulis cerita, kini penulis status yang suka jalan-jalan sambil dagang-dagang. https://www.youtube.com/channel/UCnMLELzSfbk1T7bzX2LHnqA https://www.facebook.com/zainaltahir22 https://zainaltahir.blogspot.co.id/ https://www.instagram.com/zainaltahir/ https://twitter.com/zainaltahir22 https://plus.google.com/u/1/100507531411930192452

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pacarku, Ternyata Bohong!

2 Oktober 2019   18:23 Diperbarui: 2 Oktober 2019   22:13 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber : pxhere.com)

Kamis sore, pukul 16.25. Sepanjang Jalan Sungai Saddang yang tidak terlalu lebar itu, All New CR-V yang kukemudikan merayap pelan, seperti menghitung meter demi meter jalanan yang cukup padat ini.

Untuk sampai di perempatan depan sana, rasanya aku harus memelihara sabar, agar tidak berkali-kali membunyikan klakson. Percuma, masih ada puluhan mobil di depanku, dan entah berapa banyak lagi kendaraan yang masih antri di belakangku, merambat pelan agar bisa melewati trafick light itu yang kurasa agak macet alias nyalanya tidak normal.

Huh! Lampu merah begitu cepat menyala, sementara yang hijau terlalu cepat ganti warna. Sialan! Aku harus berhenti lagi, menjaga kesabaran lagi.
Getaran Communicator E90 yang kukantongi, terasa menusuk-nusuk daging dadaku.

Ada SMS yang masuk! Kupastikan itu dari Fatmia, sebab sejak siang tadi sudah belasan kali kukirimi SMS dengan sepenggal kalimat pendek bernada tanya penuh cemas semisal; apa kabar, Honey? Di mana posisinya, Say? Lagi ngapain saat ini, Yang?

Hm, malah ada SMS yang kukirimkan berbunyi begini; Apa yang terjadi padamu saat ini, Sayang? Kok SMS-ku nggak dibalas-balasa sih?

Dan, setelah kubuka Hp, ternyata SMS dari Mawardi, sahabatku, yang mengajak nongkrong di Ballezza Cafe setelah matahari terbenam, sembari bareng-bareng buka Facebook.

Lagi-lagi aku kecewa. Bukan SMS dari Fatmia. Tapi tak apalah, ajakan Mawardi barusan, cukuplah menjadi obat penenang hatiku yang sedang galau seperti saat ini. Moga-moga saja Mawardi juga menghubungi Uki, Abraham, Ilham dan Anto, sehingga acara nongkrongnya nanti bisa lebih semarak.

Aku telah melewati persimpangan Sungai Saddang -- Latimojong, ketika tiba-tiba telepon genggamku bergetar lagi. Kali ini diiringi nada panggil suara azan di Masjidil Haram, nada panggil yang setahun terakhir tak pernah kuubah.

Dan, betapa riangnya hatiku begitu melihat, yang mengcall barusan ternyata Fatmia. Buru-buru kuangkat dan langsung nyerocos, ''hai, sayang....?''

Eh, ternyata handphone-nya hanya berbunyi tut, tut, tut! Dimatikan sepersekian detik lalu. Mataku melotot ke layar mungil komunikatorku. Oh, ternyata Fatmia hanya men- missed calls, mengharap aku menghubunginya kembali. Mungkin dia kehabisan pulsa.

''Halo, Sayang?'' Aku mulai percakapan dengan sapaan khas.

''Yah, halo?'' Dia menjawabnya dengan suara lembut, membuat segala bentuk galau dan segala macam risau di hatiku, langsung pudar. ''Yang, sori, aku baru saja nonton. Aku sekarang di mall Panakkukang sama temen-temen,'' sambungnya.

Oh, jadi dia tak menjawab SMS-ku gara-gara nonton? Apa sih susahnya membalas SMS, sepanjang tidak mengganggu penonton lain? Tapi, ah, tidak usah dipersoalkan. Yang penting sekarang gadis itu telah tersambung denganku.

"Berkali-kali aku SMS, kok tidak ditanggapi?" Aku menggugat juga akhirnya.

Lantas, dia menjelaskan panjang lebar bahwa Hp-nya disimpan di tas, sementara tasnya sewaktu mau masuk nonton dititip di tempat penitipan karena dia tak mau repot membawa masuk tasnya yang agak besar itu.

Aku memakluminya dengan sebuah helaan nafas yang agak berat. Tetapi yang membuat hatiku kembali terusik, ketika dia bilang, ''Kak Acim sekarang bersamaku, Aji. Ketemunya pas keluar nonton. Asyik lho, Ji. Dia ngajak aku dan teman-teman belanja di Point Break.. Kebetulan aku pengen lihat-lihat baju model terbaru di situ. Baik sekali Kak Acim ini, Ji. Aku dibeliin baju baru. Dua biji malah!''

Duh... suaranya begitu riang di seberang sana. ''Jadi kamu ketemu Acim?'' tanyaku berusaha membendung perasaaanku yang mulai kalut.

''Iya,'' jawabnya singkat.

''Kamu ditraktir baju?''

''Iya. Emang kenapa, Ji?''

''Ah, nggak kenapa-napa. Aku Cuma....''

''Cuma apa, Aji?''

''Biasanya kalo dia begitu, pasti ada maunya,''

''Begitu, gimana?'' Fatmia sepertinya tidak senang dengan kekalutan hatiku saat ini, atau lebih pas bila dikatakan aku mulai keberatan bila gadisku diberi perhatian khusus, seperti ditraktir ini -- itu. Apalagi sama Acim, sahabatku yang gagah dengan raut wajah Timur tengahnya, yang kukenal dari A sampai Z, terutama reputasinya menggaet cewek!

''Yah, kalo dia royal pada cewek, pastilah dia mengincar cewek itu,'' tegasku apa adanya.

Kurasakan Fatmia terkesiap mendengar ucapanku barusan. Paling tidak dia tersinggung. Lantas dia menaggapinya, ''jangan keburu curiga, Sayang. Kak Acim itu mentraktir kami berempat.''

''Tapi di antara kalian berempat, cuma kamu yang cantik, Sayang. Pasti Acim mengincar kamu untuk dijadikan pacar ke....,''

''Jangan berlebihanlah, Ji!'' potong Fatmia sebelum aku nyerocos terlalu jauh. Padahal aku ingin menjelaskan, bahwa temanku yang sudah mapan hidupnya itu paling jago menggaet gadis-gadis. Pacarnya bertumpuk alias dia itu; buaya!

Fatmia memutuskan percakapan yang terasa begitu singkat ini, dengan hasil yang kurang memuaskan atau lebih cenderung mengecewakan diriku ini, ketika mobil sudah kuarahkan menuju Pantai Losari, tempat dimana Ballezza Cafe berada.

Akan tetapi masih banyak waktu untuk menanti datangnya senja, jadi singgah di Baji Pamai Supermarket sekadar membeli parfum mobil, adalah pilihan yang paling tepat bagiku.

* * *

Mobil kuparkir di samping Ballezza Cafe, tetapi berada di seberang jalan di dekat hotel Imperial Arya Duta, setelah kulihat halaman di depan kafe tersebut sudah penuh kendaraan. Kuedarkan pandang ke seluruh penjuru tempat parkir, memperhatikan satu per satu mobil yang sedang ngetem di situ. Aku mencari-cari All New CR-V berkelir silverstone, milik Mawardi. Oh, ternyata mawardi belum datang. Begitupula dengan teman-temanku yang lain. Padahal hari mulai gelap.

Tak sabar menunggu kedatangan teman-teman, maka kuputuskan untuk langsung masuk ke kafe tanpa menunggu mereka. Aku pikir lebih baik begitu, agar bisa mengkapling tempat duduk lebih dulu. Kalau tidak begitu, maka kami bakal tak kebagian tempat duduk. Lihatlah! Pengunjung sudah mulai berdatangan. Sebentar lagi kafe ini penuh dan susah mencari tempat duduk untuk enam orang sekaligus. Ballezza Cafe selalu ramai pada malam hari.

Namun aku langsung terperanjat ketika sepasang kakiku sudah melangkah masuk ke pintu utama, dan sepasang mataku langsung tertancap di sudut kafe. Di situ nampak dua orang duduk berdekatan, bukan berhadapan! Teramat dekat hingga muncul kesan mereka sangat mesra. Yang cowok teman dekatku bernama Acim, dan yang cewek, huhhh.... gadisku yang sangat kusayangi, Fatmia!

Tak pikir panjang, aku langsung balik kanan, sebelum pasangan brengsek itu mengetahui kedatanganku. Sebelum mereka menyadari diri bahwa aku telah memergoki sebuah kebohongan yang paling menjengkelkan sepanjang abad! Huh!!!

Sebelum sampai ke mobil, terlintas di benakku untuk mengkonfirmasi apa yang baru saja kusaksikan. Segera kuputuskan untuk melakukan hal itu. Tentu yang paling cepat dan praktis, lewat Hp. Kulakukan itu dari balik pohon palem besar di depan kafe, sehingga tak terlihat oleh Fatmia dan Acim. 

Sementara aku masih bisa melihat mereka bila aku melongokkan kepala sedikit. Tak apa, yang kubutuhkan; Fatmia nampak mengangkat Hp-nya bila sudah kuhubungi. Jadi semacam mengetes, apakah gadis itu masih bohong tentang keberadaannya dan apa yang telah dia lakukan saat ini?

Benar! Aku telah sukses tersambung dengan Fatmia, seiring aku juga telah menyaksikan dia mengangkat Hp-nya.

''Halo, Aji sayang,'' sapanya lembut dan sangat jelas di telingaku. Suara dia secara langsung juga kudengar samar-samar. Kulihat dia mulai berdiri, dia mungkin merasa tidak enak pada Acim yang bisa menyimak pembicaraan dua arah dari jarak yang hanya sepelemparan batu.

''Hai, kamu di mana sekarang, Fat?'' tembakku langsung dengan dada yang mulai bergemuruh.

''Aku masih di mall, Ji. Ini baru mau ke Pizza sama temen-temen. Lapar nih,'' jawabnya, bohong!

Betul, ini sungguh-sungguh sangat bohong!

''Kamu di mana, Sayang...?'' tanyanya lagi sembari bergeser menjauh dari Acim, tapi mendekat ke aku.

Spontan aku bergegas ke mobil, menghindari dia, lalu menjawab singkat, ''di jalan. Sudah, ya? Macet nih.''

''Iya. Hati-hati, yaa....,'' hanya itu yang kudengar sebelum aku mematikan Hp dengan dada berdegup kencang. Perasaanku campur aduk, kalut, kecewa, jengkel, dan mungkin marah!

Kubanting pintu mobil, ingin sesegera mungkin menjauh dari kafe Ballezza. Sekilas kulihat Mawardi juga sudah memasuki kafe itu. Tetapi aku sudah tak perduli lagi. Kutelepon segera Mawardi dan juga teman-temanku yang lainnya, agar segera memindahkan lokasi nongkrong. 

Quad-Ro Cafe menjadi kesepakatan kami kali ini.

* * *

Aku seakan tak percaya, Fatmia bisa mempermainkan perasaanku. Aku tak akan marah sama dia, cuma saja hatiku sangat kecewa mendapati kenyataan bahwa dia yang begitu lincah menggemaskan, begitu manis di hadapanku, ternyata punya setumpuk agenda, termasuk berhubungan spesial sama Acim. Hubungan yang bisa membuat aku panas dan blingsatan!

Fatmia, si 'Murai Kecil' yang aku senangi dan sayangi setulus hati. Fatmia, Fatmia.... betapa aku ingin mempersembahkan kasih sayang yang nyaris sempurna kepadamu. Tapi kenapa begitu teganya kau jalan sama seseorang yang selama ini aku anggap sebagai sahabat? Betul, aku tak berhak mengatur hidupmu, sebab aku hanyalah sesosok jiwa yang kadang hadir dan terlalu sering lenyap di hatimu, tergantung kebutuhanmu, kan? Betul, aku belum punya hak melarang kamu ini -- itu, tapi untuk merespon sebuah kebaikan dan janji muluk-muluk yang disodorkan Acim kepadamu, aku sungguh tak ikhlas!*** 

(Cerpen ini saya tulis sembari duduk setengah harian di warkop Kopizone, Makassar. Dimuat di Majalah STORY Jakarta Edisi 3 tgl 25 September 2009)

ZT -Batulicin, 2 Oktober 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun