Saya selalu terobsesi dengan frase ini:
“Jualan tanpa harus menjual”
atau
“Menjual tanp a harus jualan”
dan karena itu saya jadikan judul dalam pembahasan kali ini.
Frase tersebut faktakah atau mitoskah?
Mungkinkah atau mustahilkah itu terlaksana?
Saya jawab di sini, “Bukan tak mungkin. Bahkan terbukti mungkin dan bisa”.
Bahkan … Anda, … setelah membaca tulisan ini harus bisa melakukannya:
Jualan tanpa harus menjual
atau
menjual tanpa harus jualan.
Jadi entah apapun yang Anda jual, entah berapa banyak pengalaman menjual Anda, tanpa jualan atau tanpa menjual pun Anda bisa jualan atau menjual produk Anda.
Bukti nyata terbaru Anda dapat melihatnya di Youtube.
Dalam acara Rising Star yang diselenggarakan sebuah stasiun swasta, Anang Hermansyah salah seorang juri langsung membeli lagu karya peserta acara tersebut karena lagunya menarik dan enak di dengar. Padahal si peserta, Trio Wijaya tidak pernah menawarkan atau menjual sama sekali lagunya ke Anang.
Anda bisa melihatnya di sini “”Untuk Siapa Artikel Ini?
Untuk Anda yang takut, cemas, ragu, bosan, malas, selalu kesulitan ketika tiba waktunya harus menjual.
Apa Yang Anda JUAL?
Bisa: diri, produk, barang, layanan, konsep, ide, opini, dsbnya.
Lalu Bagaimana Melakukannya?
Saya akan tulis gamblang di sini dan mudah-mudahan Anda bisa menyerapnya, memahaminya dan melakukannya dalam tempo 7 menit.
Bila Anda masih belum yakin ragu dan ingin mengetahui lebih lanjut, saya tawarkan konsultasi gratis 7 menit via WA.
Untuk itu, kunjungi blog saya Ulung Menjual atau email saya. (Penawaran ini hanya hingga tgl 1 Maret 2017. He he he itu ulang tahun saya yang enggak pernah dirayakan.)
Jika Anda ingin lebih memperdalam lagi, lebih dalam lagi, sehingga Anda menjadikan itu semacam gerak reflex, setiap tarikan nafas Anda adalah jualan atau menjual, saya siapkan konsultasi online via WA 30 menit.
Tapi ya tentu saya akan mencharge Anda untuk yang terakhir ini.
Bagaimana Langkah Jualan Tanpa Harus Menjual?
Ada syaratnya yang harus Anda penuhi.
Ada strategi, langkah-langkah taktis dan tips yang harus Anda lakukan.
Syaratnya
Orang membeli Anda bukan produk Anda.
Karena itu:
- tunjukkan Anda nyaman untuk didekati,
- lakukan sesuatu sehingga Anda dipandang sebagai akhlinya,
- jadilah sebagai orang yang dapat dipercaya,
- teruslah menunjukkan kepedulian pada customer, client dan audience Anda.
Produk Anda, servqualitynya terpenuhi.
Saya pengindap kanker lidah. Gigi saya sudah habis dan tidak bisa ngunyah.
Saya beli soto, sop atau apapun - asal tinggal telan - jika lapar dan ingin makan.
Tapi, …
Tahukah Anda?
Lima kali beli sop asparagus kepiting, misalnya, di café yang sama, yang saya rasakan ada lima rasa.
Lima kali beli mie rebus, mie kuah, ya lima rasa juga.
Itu dibeli lima hari berturut-turut.
Uniknya, saya kini tinggal di Banyuwangi. Apakah karena Banyuwangi kota kecil lalu standar makanannya berubah-ubah rasa?
Ternyata tidak. Tahun lalu hingga bulan 5 tahun 2016 saat saya masih tinggal di Depok, Jawa Barat ternyata ya sama.
Lima kali beli soto Betawi, di restoran yang sama, ya 5 rasa juga.
Sebelum ini, saya ngajar di UPH, Karawaci, Tanggerang di foodcourt UPH rasa makanannya juga berubah-ubah.
Nah, ini seyogyanya tidak terjadi.
Saya pernah makan makanan fast food (franchise) dari Amerika di Indonesia, Singapore dan Malaysia rasa bisa sama. Enggak berubah. Aneh bukan?
Tambahan Syarat:
Orang yang Anda dekati, memang sedang mau, ingin dan behasrat kuat untuk membeli diri Anda (SKAA), produk, barang, layanan, konsep, ide, opini Anda dan dia punya uang.
Dia pengambil keputusan dalam membeli.
Sekali lagi saya tawarkan, Anda bisa WA saya 7 menit gratis (penawaran ini hanya hingga tgl 1 Maret 2017.) jika ingin tahu lebih jauh soal syarat ini.
Langkah-langkahnya
Dalam tulisan ini mohon maaf saya tidak membahas proses dan customer buying cycle. Mudah-mudah di lain kesempatan bisa kita bahas tersendiri.
Satu langkah yang tergolong 80 persen manjur adalah bawa, tempatkan, tunjukkan, demonstrasikan produk Anda di depan pasar yang lapar.
Untuk yang satu ini saya katakan 80 persen tingkat keberhasilannya karena masih dibutuhkan 20 persen upaya lain yaitu adanya kebutuhan, keinginan dan kelaparan customer akan benefit dan value yang dijual oleh produk Anda.
Contohnya, singkat saja.
Di bulan puasa, saat menjelang waktu buka puasa, Anda bisa jualan kudapan berbuka puasa di pojok food corner, perempatan jalan, tempat berkumpul dan bertemunya penjual dan pembeli makanan berbuka puasa.
Ada kemungkinan pembeli hanya melewati boot tempat Anda berjualan karena saat itu pembeli sedang tidak lapar pada produk Anda.
Nah Ini Langkah Mujarabnya
Idenya saya dapat dari tulisan Maribeth Kuzmeski dalam bukunya “The Connectors: How the World’s Most Successful Businesspeople Build Relationships and Win Clients for Life”
Menurut Maribeth ada 3 langkah untuk menjual tanpa harus jualan atau jualan tanpa harus menjual.
- Creating the Feeling (ciptakan perasaan)
- Letting People Come to Their Own Conclusion (Biarkan orang datang atau pergi ke kesimpulannya sendiri)
- Cultivating Buyers (kultivasi/budidayakan para pembeli)
Mari kita bahas satu persatu.
Ciptakan Perasaan
Kebanyakan pembelian didasari factor emosional, baru setelah pembelian, pembeli melakukan justifikasi, mencari pembenaran secara logika, untuk alasan pembeliannya.
Kenapa itu dilakukan, pembeli tidak ingin melakukan kesalahan meski hanya dalam perasaan atau dia juga tidak ingin disalahkan orang lain atas pembeliannya.
Sampai di sini menarik argument yang ditulis Jonah Berger dalam bukunya “Invisible Influence_ The Hidden Forces that Shape Behavior”
Setiap pengambilan keputusan yang dilakukan manusia termasuk kita, bukan sepenuhnya atas dasar pertimbangan yang kita miliki tapi atas dasar apa yang dipertimbangkan orang.
Unik bukan?
Contoh sederhananya saat kita lapar, kita tahu di depan mata kita di trotoar ada warung tenda yang menjual soto Lamongan yang lezat sekali rasanya.
Lakunya keras sekali.
Tapi apakah ketika lapar kita otomatis akan masuk ke balik dalam tenda? Oh belum tentu.
Anda akan bertanya dalam hati apa kata orang kalau saya makan di sini?
Apa kata Rudi (teman Anda yang suka ngeledek) kalau dia melihat Anda makan di warung tenda?
Unik Kan Manusia?
Perut … perut siapa, yang lapar siapa, tapi ketika akan mengambil keputusan, harus mempertimbangkan apa yang dipikirkan orang lain. Yang uniknya lagi, orang itu enggak ada di situ.
Di sinilah pentingnya Anda dalam cerita Anda kepada customer (calon), clieny atupun audiens Anda menciptakan perasaan nyaman untuk membeli, meciptakan perasaan yang mendrive, mengarahkan, mendorong orang membeli produk yang Anda jual.
Oleh karena itu di sini Anda harus tahu siapa sesungguhnya target pembeli Anda yang lapar akan produk Anda.
Apa kebutuhan, keinginan, masalah, problem penderitaan, kesenangan yang mendorong mereka membeli.
Anda HANYA dituntut untuk bercerita, BUKAN menjual tentang produk Anda.
Apa isinya, apa manfaatnya, apa uniknya, apa manfaatnya, yang … yang di dalamnya terkandung solusi mujarab untuk menyelesaikan mengobati menyembuhkan, memenuhi kebutuhan, keinginan, masalah, problem penderitaan, kesenangan yang mendorong mereka membeli.
Di sini sesuatu yang luar biqasa akan terjadi akan tercipta kedekatan antara produk Anda dengan mereka calon customer, client atupun audiens Anda.
Itu sebabnya Anda harus tahu apa cerita unik di balik kelahiran produk Anda.
Temukan: selalu ada hal unik, meski sedikit atau kecil, cerita yang luar biasa keren yang menyebabkan lahirnya produk Anda.
Percayalah.
Saya kembali akan memberi contoh.
Kanker lidah saya menyulitkan saya makan. Saya tadi sudah bercerita.
Saya sangat takut cabai atau apapun yang menimbulkan rasa pedas.
Tapi makan kalau enggak ada rasa pedasnya apa enak?
Tapi saya kan harus makan yang cukup, baik gizi, energy dan sebagainya.
Lalu bagaimana saya menyiasatinya.
Akhirnya ketemu.
Ini menu makan siang favorit saya yang tidak mengganggu saya untuk makan banyak.
Yang saya nikmati dengan meresapinya lewat lidah yang sudah-sudah sangat terbatas kemampuan daya cecapnya.
Bubur nasi
Sayur berkuah (bening oseng, tumis, opor, gulai, kari, gulai, lodeh, dsb.)
Ikan apapun itu daging ataupun ikan laut yang harus diblender sebelum dimakan.
Nah inti sarinya di sini. Apa penyedap rasanya? Sambalnya?
Resep mujarabnya adalah hasil mix pencampuran: sambel kacang, bawang putih giling, abon sapi dan kecap. Plus cabai, tentu saja. Lho kok ada cabainya? Ternyata cabai yang digunakan istri saya adalah yang bijinya sudah dibuang sehingga meski masih tetap pedas, lidah saya yang digelayuti kanker masih bisa mengeksekusinya.
Nah, kalau saya menjual sambel hasil racikan saya ini dengan cerita di baliknya pasti akan laku sekali.
Oleh karena itu cari cerita yang mengasikkan di balik produk Anda untuk Anda bisa bercerita ke orang yang Anda HARAPKAN untuk membeli.
Ini pasti asyik Anda tidak menjual tapi calon customer Anda akan terus terikat perhatiannya pada produk Anda.
Biarkan Orang Datang (Sampai) ke Kesimpulannya Sendiri
“Menyajikan fitur dan manfaat tidak cukup. memberikan pertambahan nilai ide tidak cukup. Hubungan baik itu sendiri tidak cukup.
Kebanyakan tenaga penjualan yang baik sudah melakukan semua hal ini .
Apa yang dilakukan konektor yang hebat adalah menutup penjualan melalui proses penelitian dan mengajukan pertanyaan yang tepat, sehingga calon pembeli datang ke kesimpulan nya sendiri bahwa mereka harus memiliki apa pun yang Anda jual,” kata Maribeth.
Karena itu:
Latih kemampuan Anda bertanya, yang jawaban yang harus diberikan prospek Anda adalah menggiring mereka kapada kesimpulan: mereka harus membeli produk Anda.
Cerita sedikit banyak gambaran besar, atau hasil yang orang lain telah nikmati, dan akan mereka nikmati manakala mereka, ketika membeli produk dan layanan Anda.
Berikan argument, resiko yang akan mereka dapat jika membeli atau tidak membeli, dan bagaimana menyiasatinya, sehingga kedua resiko itu bisa disiasati yang hasil akhirnya tetap menguntungkan mereka.
Ceritakan reward yang akan mereka dapat ataupun kerugiannya jika mereka tidak membeli produk Anda.
Mohon diperhatikan. Di sini saya tetap tidak menyuruh Anda menjual lho ya? Yang saya minta atau suruh, Anda cuma bercerita.
Kultivasi/Budidayakan Para Pembeli Anda
Bawa cerita ke topic yang tengah dan selalu atau akan mengharubiru hati mereka.
Oleh karena itu Anda bisa cerita soal cita-cita mereka, cerita tentang keluarga mereka, cerita tentang pekerjaan, hobby dan kesenangan mereka, cerita tentang orang-orang yang mereka cintai, kagumi dan ingin mereka bahagiakan.
Setelah cerita tergiring ke sana, selanjutnya Anda harus beralih fungsi hanya jadi pendengar yang baik. Biarkan mereka yang banyak cerita.
Kadang tanpa mereka dan Anda sendiri sadari mereka akan menghubung-hubungkan semua itu – cerita-cerita mereka - dengan apa yang Anda jual.
Jujur.
Kenapa?
Karena mereka ingin MEMBALAS kebaikan hati Anda yang sudah bersedia menjadi pendengar setia yang baik hati yang membantu melepaskan beban yang menggelayuti pikiran perasaan dan emosinya.
Bagaimana menurut Anda?
Saya ingin urai lebih banyak lagi. Tapi khawatir pembahasan ini terlalu panjang dan Anda sudah mulai bosan membacanya.
Tapi saya tetap akan menjawab pertanyaan Anda lewat email atau WA seperti yang saya jabjikan tadi jika Anda bertanya.
Selamat mencoba.
Zainal Partao
Referensi:
https://pixabay.com/en/qualification-hand-thumb-high-692088/ CCO Public Domain
“The Connectors: How the World’s Most Successful Businesspeople Build Relationships and Win Clients for Life” by Maribeth Kuzmeski
“Invisible Influence -The Hidden Forces that Shape Behavior” by Jonah Berger
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H