Komunikasi massa memiliki peran yang signifikan dalam memengaruhi penerimaan karya seni, termasuk musik, oleh audiens yang luas. Dalam konteks ini, lagu "Garam Madu" menjadi contoh menarik bagaimana media massa dapat membentuk persepsi publik, menyebarkan pesan budaya, dan menciptakan diskusi sosial di kalangan masyarakat. Saat ini industri permusikan sngatlah mengalami kemaujuan yang signifikan, termasuk di Indonesia.
"Garam dan Madu" resmi dirilis pada 21 Desember 2024, namun baru belakangan ini menjadi perbincangan hangat di media sosial. Lagu ini menjadi viral berkat banyaknya pengguna TikTok yang menggunakan potongan lagunya sebagai latar belakang video kreatif mereka.
Potongan lirik lagu Garam dan Madu yang viral di TikTok yakni, "Sakit dadaku ku mulai merindu ku bayangkan jika kamu tidur di sampingku."Popularitasnya juga melejit karena masuk ke dalam trending musik di YouTube.
Ketiga penyanyi sekaligus komposer, yaitu Tenxi, Naykilla, dan Jemsii, bekerja sama menciptakan lagu yang tidak hanya menarik secara musikal tetapi juga emosional. Dalam kolom deskripsi video YouTube, disebutkan bahwa lirik lagu ini ditulis oleh Joan Pasha Syahputra, James Yusufa Diraja Nugroho, dan Nayya Rahmania. Perpaduan ini menghasilkan karya yang tidak hanya catchy tetapi juga mendalam.
Artikel ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh komunikasi massa terhadap lagu "Garam Madu", baik dari segi penyebaran pesan maupun dampak sosialnya. Analisis ini akan mencakup teori komunikasi yang relevan, model komunikasi yang digunakan, dan bagaimana proses perkembangan komunikasi memengaruhi popularitas lagu tersebut.
"Garam Madu" adalah lagu yang mengusung tema kehidupan sosial dan hubungan manusia. Dengan lirik yang mendalam dan melodi yang khas, lagu ini mencerminkan realitas sosial dengan pesan yang kuat. Lagu ini mulai populer setelah dipromosikan melalui berbagai platform media massa, termasuk televisi, dan media digital.
Lagu ini menonjol karena kemampuannya menyentuh audiens dari berbagai latar belakang, sekaligus memicu diskusi tentang isu-isu yang diangkat dalam liriknya. Promosi yang dilakukan melalui media massa menjadi salah satu faktor utama dalam meningkatkan daya jangkau lagu ini.
Lagu ini mengisahkan kompleksitas hubungan cinta yang penuh rasa rindu sekaligus keraguan. Berbeda dari lagu cinta biasa, "Garam dan Madu" membawa nuansa baru dengan memadukan tiga bahasa dalam liriknya: Inggris, Jawa, dan Indonesia. Hal ini menjadikannya terasa berbeda dan relatable bagi banyak orang, terutama mereka yang pernah mengalami dilema serupa.
Dalam artikel ini, juga  mengulas bagaimana bahasa digunakan untuk mengekspresikan tema, emosi, dan karakter unik lagu tersebut.
1. Pemilihan Diksi yang Puitis dan Simbolis
Salah satu kekuatan utama dalam lagu ini adalah penggunaan diksi yang puitis. Judul "Garam dan Madu" sendiri sudah memberikan gambaran metaforis tentang dualitas hidup, yaitu pahit dan manis. Garam melambangkan rasa sakit, perjuangan, dan tantangan, sedangkan madu mencerminkan kebahagiaan, cinta, dan penghiburan. Dalam liriknya, penulis lagu berhasil menghadirkan keseimbangan antara dua elemen ini untuk menggambarkan dinamika hubungan manusia yang kompleks.
Sebagai contoh, frasa seperti "di antara pahitnya luka" dan "manisnya senyumanmu yang menyembuhkan" menunjukkan kontradiksi yang harmoni, menciptakan kesan mendalam dan mendorong pendengar untuk merenungkan makna kehidupan.
2. Penggunaan Bahasa Slang dan Kontemporer
Lagu ini juga menggabungkan unsur bahasa slang atau gaul yang mencerminkan budaya anak muda saat ini. Penggunaan bahasa sehari-hari membuat lagu ini terasa dekat dan relevan dengan pendengarnya, khususnya generasi muda. Kata-kata seperti "lo," "gue," dan ungkapan-ungkapan kasual lainnya membantu menciptakan nuansa santai tanpa mengurangi bobot emosional lagu.
3. Pengaruh Bahasa Lain
Selain bahasa Indonesia, lagu ini juga mengadopsi beberapa kata atau frasa dari bahasa Inggris. Misalnya, frasa seperti "broken inside" atau "stay strong" sering muncul sebagai cara untuk menekankan perasaan tertentu. Campuran ini mencerminkan fenomena globalisasi budaya musik, di mana seniman lokal tidak ragu untuk memanfaatkan elemen-elemen dari bahasa asing guna memperluas daya tarik lagu mereka.
Media Digital merupakan Platform untuk memperkenalkan lagu ini ke audiens, seperti YouTube dan Spotify menjadi saluran utama untuk distribusi musik, memungkinkan audiens untuk mendengarkan dan berbagi lagu ini dengan mudah. Dengan cara ini lagu 'Garam Madu dapat cepat naik dan dinikmati para pendengar.
Sedangkan media sosial diskusi tentang lagu ini ramai di media sosial, seperti Instagram, Twitter, dan TikTok. Pengguna berbagi opini, interpretasi lirik, dan membuat video kreatif yang menggunakan lagu ini sebagai latar belakang. Tantangan hashtag khusus, seperti #GaramMaduChallenge, mendorong keterlibatan pengguna yang lebih luas. Dari anak muda hingga remaja lagu ini sangat di gemari banyak audiens hingga banyak yang mengcover lagu ini dimedia sosial.
Lagu ini menyampaikan pesan tentang dinamika hubungan manusia, seperti cinta, pengorbanan, dan konflik. Liriknya menggambarkan bagaimana perjuangan dalam hubungan sering kali melibatkan pengorbanan, namun juga memberikan kebahagiaan. Hal ini menciptakan kedekatan emosional antara audiens dan pesan lagu. Bukan hanya itu ajah lagu ini mengkaitkan juga dengan konteks budaya.
Makna dari "Garam dan Madu" tidak hanya tentang cinta biasa, tetapi juga tentang kompleksitas emosi manusia. Lagu ini ibarat "garam dan madu yang bercampur," menggambarkan hubungan yang manis sekaligus menyakitkan.
Konsep ini sangat relevan bagi banyak pendengar yang pernah merasakan dilema dalam hubungan. Liriknya yang penuh metafora mencerminkan situasi di mana seseorang harus memilih antara dua hal yang bertolak belakang. Dengan melodi yang catchy, lagu ini berhasil menyampaikan emosi yang kompleks dengan cara yang ringan tetapi tetap membekas.
Pada akhirnya, "Garam dan Madu" juga berbicara tentang harapan. Walaupun penuh keraguan, lagu ini menunjukkan bahwa cinta selalu memiliki potensi untuk bertahan, asalkan ada kemauan dari kedua pihak untuk saling memahami.
Lirik lagu "Garam Madu" menggambarkan realitas budaya lokal dengan mengedepankan nilai-nilai seperti kebersamaan, kesabaran, dan penghormatan terhadap tradisi. Simbol "garam" dan "madu" dalam lagu ini digunakan untuk merepresentasikan dua sisi kehidupan yang saling melengkapi, yaitu kepahitan dan kebahagiaan.
Teori Uses and Gratifications:Teori ini menjelaskan bagaimana audiens secara aktif memilih media tertentu untuk memenuhi kebutuhan mereka, seperti hiburan, informasi, atau identitas pribadi. Dalam konteks lagu "Garam Madu", audiens menggunakan lagu ini untuk menikmati hiburan sekaligus merenungkan dinamika sosial dan budaya. Lagu ini memberikan pengalaman emosional yang relevan dengan kehidupan mereka, seperti pengorbanan dan cinta.
Teori Agenda Setting:Teori ini berfokus pada bagaimana media massa memiliki kemampuan untuk memengaruhi isu apa yang dianggap penting oleh publik. Dalam kasus lagu "Garam Madu", media massa membantu menetapkan lagu ini sebagai salah satu karya yang relevan dengan isu sosial saat ini melalui ulasan, wawancara dengan musisi, dan promosi intensif. Dengan demikian, media menentukan fokus audiens terhadap pesan lagu.
Semua karya apapun harus memiliki proses perkembangan dalam komunikasi seperti lagu Garam Madu yang bisa mendapatkan jutaan audiens dalam jangka waktu sebentar saja
Dengan perkembangan komunikasi massa yang sangat pesat ini membuat sebuah lagu dapat viral dengan cepat.
 Era digital pada saat ini engan perkembangan internet, lagu ini memasuki platform digital seperti YouTube dan Spotify. Dalam waktu singkat, lagu ini mendapatkan jutaan penonton dan pendengar berkat fitur algoritma dan rekomendasi. Semua audiens sekarang mudah untuk mencari apapun dengan adanya platform tersebut, dimanapun mereka berada semua kegiatan bisa dilakukan menggunakan platform tersebut dengan mudah.
Media sosial memungkinkan interaksi langsung antara musisi dan audiens. Fitur seperti komentar, like, dan share meningkatkan partisipasi audiens dalam mendiskusikan lagu ini. Tantangan berbasis hashtag di TikTok juga menjadi katalisator viralitas lagu ini.
Model Shannon-Weaver: Musisi sebagai pengirim pesan (encoder) menggunakan lagu untuk menyampaikan makna tertentu kepada audiens (decoder). Noise (gangguan) dapat berupa interpretasi yang salah terhadap lirik atau kurangnya akses ke platform tertentu.
Model Schramm: Interaksi antara musisi dan audiens, seperti di media sosial, menciptakan umpan balik yang memperkuat popularitas lagu. Proses encoding dan decoding menjadi dinamis karena adanya dialog langsung antara kedua pihak.
Artikel ini juga akan mengulik dampak pada lagu ini, setiap karya akan memiliki dampak positif dan dampak negatif kepada audiens :
Dampak Positif
Peningkatan Kesadaran Sosial: Lagu ini berhasil menyampaikan pesan sosial yang relevan, sehingga mendorong audiens untuk merenungkan isu-isu kehidupan sehari-hari, seperti dinamika hubungan dan pengorbanan.
Promosi Budaya Lokal: Melalui lirik yang mengangkat realitas budaya lokal, lagu ini membantu memperkenalkan dan melestarikan nilai-nilai budaya kepada generasi muda dan audiens global.
Peluang Kolaborasi: Keberhasilan lagu ini membuka peluang bagi musisi lokal untuk berkolaborasi dengan artis internasional, menciptakan jembatan antara budaya yang berbeda.
Peningkatan Ekonomi Kreatif: Popularitas lagu ini mendukung pertumbuhan ekonomi kreatif melalui peningkatan penjualan musik, konser, dan merchandise terkait.
Dampak Negatif
Potensi Polarisasi: Interpretasi lirik yang berbeda dapat memicu perdebatan di kalangan audiens, terutama jika ada simbol atau pesan yang dianggap kontroversial.
Ketergantungan pada Media Sosial: Ketergantungan pada media sosial untuk promosi dapat menyebabkan tantangan, seperti penyebaran informasi yang salah atau komentar negatif yang berdampak pada reputasi musisi.
Komersialisasi Budaya: Penggunaan budaya lokal dalam lagu dapat dianggap sebagai bentuk eksploitasi jika tidak dilakukan dengan penghormatan yang tepat terhadap tradisi asli.
Noise dalam Komunikasi: Kebisingan berupa misinformasi atau berita hoaks yang terkait dengan lagu ini dapat mengurangi pemahaman audiens terhadap pesan aslinya.
Lagu "Garam Madu" menunjukkan bagaimana komunikasi massa dapat memengaruhi penerimaan audiens terhadap karya seni. Dengan memanfaatkan media tradisional dan digital, lagu ini berhasil menjangkau audiens yang lebih luas dan menciptakan diskusi sosial yang relevan.
Teori uses and gratifications serta agenda setting menunjukkan bahwa audiens tidak hanya mengonsumsi lagu ini untuk hiburan tetapi juga untuk memahami pesan sosial yang terkandung di dalamnya. Proses interaktif melalui media digital menambah dimensi baru dalam cara komunikasi massa memengaruhi budaya pop.
Perkembangan komunikasi dari media tradisional ke media digital, termasuk media sosial, memberikan wawasan baru tentang bagaimana karya seni dapat menjangkau audiens global dan menciptakan dampak sosial yang lebih luas.
Dari sebuah lirik lagu yang bisa mempengaruhi audiens sangat hebat dalam komunikasi massa sekarang, tetapi harus dingat kembali dengan adanya sebuah karya pasti ada pula dampak positif dan negatif untuk para audiens.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H