Mohon tunggu...
Zahrotul Mutoharoh
Zahrotul Mutoharoh Mohon Tunggu... Guru - Semua orang adalah guruku

Guru pertamaku adalah ibu dan bapakku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dhangir

22 November 2020   14:47 Diperbarui: 22 November 2020   14:49 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rama, bapak dan emaknya "tilik" tanduran yang ditanam beberapa minggu kemarin. Kedelai sudah tampak memnghijau.

"Wayahe dhangir, pak..", kata emak kepada bapak.

"Iya.. besok kita mulai dhangir.. mumpung Rama prei suwe..", timpal bapak.

Rama yang sejak tadi memperhatikan, kemudian bertanya.

"Dhangir itu apa, pak?".

"Dhangir itu "ngresiki". Membersihkan rumput di sela-sela antar tanaman, le..", jawab bapak.

***

Bapak, emak dan Rama membawa "gathul", ceret berisi teh panas, termos, gelas, kacang godhog, gedhang godhog dan gula pasir. Untuk makan siang membawa bungkusan nasi, oseng-oseng dan telur bacem.

Rama memperhatikan cara "dhangir".

"Oh, seperti itu..", batin Rama.

Kemudian Rama menirukan dhangir. Agak sulit juga membersihkan rumput-rumput di antara kedelai yang telah tumbuh itu.

"Kok agak sulit ya, pak, mak?", kata Rama akhirnya.

"Ya seperti itu, le.. Proses menjadi panenan memang tidak gampang..", jawab bapak.

"Nek kangelan, bisa mencabut dengan tangan langsung le..", kata emak memberikan solusi.

"Tapi pasti perih ya, mak.. Wong dengan gathul saja tangan perih..", sahut Rama.

***

"Mak, kenapa kok harus didhangir rumput-rumput itu?", tanya Rama sambil menikmati teh manis hangat dan gedhang godhog kesukaannya.

Sementara dilihatnya bapak masih bersimbah peluh dhangir. Semangat sekali bapak, belum mau "ngeyup" istirahat.

"Tujuane ben tandurane isa lemu le.. Ora kalah karo suket kuwi. Oyote ora kalah karo oyot suket..", jawab emak. Emak asyik menikmati kacang godhog.

Rama menganggukkan kepalanya. Memahami apa yang dikatakan emak.

"Kalau tidak didhangir pasti juga akan sulit waktu memanennya, le..", lanjut emak.

Dari membantu bapak dan emak "dhangir", Rama jadi tahu kalau tujuan dhangir agar tanaman tumbuh dengan bagus. Dan saat dipanen tentu tidak sulit memanennya, karena tidak banyak rumputnya.

***

"Sinau iku ora gur neng sekolahan, le..", kata bapak ketika sudah di gubug.

"Kowe ngrewangi bapak karo emak, kuwi ya sinau.. Sinau langsung malahan..", lanjut bapak.

"Biyen kowe ngrewangi tandur dele. Kowe sak durunge durung isa, dadi isa tandur. Kuwi jenenge sinau langsung.. Melihat bapak dan emak tandur, terus kamu meniru..", kata bapak panjang lebar.

"Saiki kowe ngrewangi dhangir. Awale ya tidak bisa. Sekarang jadi bisa. Itu namanya belajar juga, le..", lanjut bapak.

"Ditambah meneh. Kamu tahu kenapa harus didhangir. Itu juga sinau, le..", kata emak sambil tersenyum.

Rama menyimak dengan baik kata-kata bapak dan emak. 

"Benar juga apa kata bapak dan emak. Belajar itu tidak hanya di sekolah.. Di sini membantu bapak dan emak, sepertinya tidak belajar tetapi ternyata juga belajar", batin Rama.

"Iya, mak, pak...".

Emak menyodorkan bungkusan makan siang kepada bapak dan Rama. 

"Ayo kita makan.. kemudian shalat bersama..", kata emak.

Mereka-pun menikmati makan siang di gubug dengan nikmatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun