Mohon tunggu...
zahrotul kamilah
zahrotul kamilah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya, prodi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

I am a student who is fighting for dreams and degrees, support me in every writing I make, thank you

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kajian Hukum Tahlilan dalam Konteks Islam Normatif dan Islam Historis

29 Oktober 2022   14:04 Diperbarui: 29 Oktober 2022   14:07 633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hukum Tahlilan Dalam Kajian Islam Normatif dan Islam Historis

  • Islam Normatif

Pendekatan normatif tekstualis dalam memahami agama menggunakan cara berpikir yang berawal dari keyakinan yang diyakini benar dan mutlak adanya, sehingga tidak perlu dipertanyakan kembali kebenarannya. Dari adanya pendekatan normatif tekstualis diatas terlihat adanya kekurangan antara lain yaitu tidak mau mengakui adanya paham golongan lain atau agama lain dan sebagainya. 

Namun kelebihan dalam pendekatan normatif tekstualis ini adalah seseorang akan memiliki sikap teguh dalam beragama yang diyakininya benar tanpa memandang dan meremehkan agama lain. 

Dalam kajian Islam normative adanya ritual tertentu yang sudah terjadi secara turun temurun dalam umat Islam seperti selametan atau tahlilan untuk orang yang sudah meninggal itu merupakan hal yang seringkali diperdebatkan karena pada zaman nabi hal tersebut belum pernah ada, oleh karena itu perlu adanya kajian lebih mendalam mengenai hal tersebut.

Seiring perkembangan zaman semakin banyak persoalan yang timbul di kalangan masyarakat saat ini seperti yang sedang saya bahas, oleh karena itu agama saat ini tidak boleh hanya sebagai lambang keshalihan, atau hanya berhenti sebatas khutbah dan peringatan saja tetapi agama juga harus aktif dalam menghadapi berbagai persoalan yang terjadi di kehidupan manusia. 

Penting pula bagi kita untuk dapat memahami agama menurut zamannya agar tidak ada perdebatan mengenai hukum ajaran pada masa lalu dan masa kini dengan tetap berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Hadis. 

Secara umum memang tidak ada hadis atau ayat Al-Qur’an yang menjelaskan mengenai hukum melakukan ritual semacam itu, namun dikaji kembali oleh para ulama bahwasanya hal tersebut hukumnya boleh boleh saja sebab merujuk pada beberapa hadist yang akan disebutkan dalam kajian ilmu historis nanti, bahwasanya hal tersebut boleh saja sebab diniatkan untuk kebaikan serta berisi dzikir mengingat Allah SWT. 

Agama Islam secara normatif pasti benar dan menjunjung tinggi pada nilai-nilai luhur. Untuk bidang sosial agama tampil dengan menawarkan nilai-nilai kebersamaan, tolong menolong, dalam bidang ekonomi agama tampil dengan keadilan, kebersamaan dan saling menguntungkan, dalam bidang Pendidikan agama mendorong penganutnya agar memiliki ilmu pengetahuan, teknologi yang setinggi tingginya demi kebaikan agama dimasa depan. 

Demikian pula dalam bidang lingkungan hidup, politik, kebudyaan dan lain sebagainya agama tampil sangat ideal dengan berdasarkan dalil-dalil yang terdapat dalam agama tesebut.

Islam Historis

IsLam historis muncul karena suatu pemahaman individu atau diri sendiri dalam masyarakat mengenai kajian Islam secara menyeluruh Melalui pendekatan historis seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini, maka orang tidak akan memahami agama keluar dari konteks sejarah atau historisnya, karena pemahaman itu akan menyesatkan orang yang memahaminya. Islam historis inilah yang dianut oleh Rasulullah SAW. Kajian Islam historis melahirkan beberapa tradisi atau disiplin studi empiris, yaitu: Antropologi agama, Sosiologi agama, dan Psikologi agama.

Dalam pembahasan problem mengenai ritual yang sudah terjadi secara turun temurun dalam agama Islam seperti tahlilan atau selametan untuk orang yang telah meninggal jika dikaji dengan Islam historis, maka hal tersebut berkaitan dengan perbedaan pendapat dari para ulama.

Pertama, ulama mazhab Hanafi, Sebagian ulama mazhab Maliki, ulama mazhab Syafi’I dan ulama mazhab Hanbali menegaskan bahwasanya menghadiahkan pahala bacaan Al-Qur’an serta kalimat thayyibah kepada mayit hukumnya boleh dan pahalanya juga sampai kepada sang mayit. Berikut penjelasan tentang hadis-hadis yang dijadikan rujukan dalam hukum diperbolehkannya mengadakan tahlilan.

Syekh Az-Zaila’I dari mazhab Hanafi menyebutkan:

أَنَّ الإِنْسَانَ لَهُ أَنْ يَجْعَلَ ثَوَابَ عَمَلِهِ لِغَيْرِهِ, عِنْدَ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ, صَلاَةً كَانَ أَوْ صَوْمًا أَوْ حَجًّا أَوْ صَدَقَةً أَوْ قِرَاءَةَ قُرْآنٍ أَوْ الأذْكَارَ إِلَى غَيْرِ ذَالِكَ مِنْ جَمِيْعِ أَنْوَاعِ الْبِرِّ, وَيَصِلُ ذَالِكَ إِلَى الْمَيِّتِ وَيَنْفَعُهُ

Yang artinya bahwasanya seseorang diperbolehkan menjadikan pahala amal kebaikannya untuk orang lain, menurut pendapat Ahlussunnah Wal Jama’ah, baik berupa shalat, haji, sedekah, bacaan Al-Qur’an, zikir, atau sebagainya. Dan pahala itu akan sampai kepada mayit dan bermanfaat baginya.[1]

 

Diantara ulama’ lain yang juga memperbolehkan menghadiahkan pahala bacaan Al-Qur’an serta kalimat thayyibah kepada mayit adalah Syekh Ibnu Taimiyyah, dalam kitab Majmu’ul Fatwa yang berbunyi:

 

وَأَمَّا الْقِرَاءَةُ وَالصَّدَقَةُ وَغَيْرُهَا مِنْ أَعْمَالِ الْبِرِّ فَلاَ نِزَاعَ بَيْنَ عُلَمَاءِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ فِى وُصُوْلِ ثَوَابِ الْعِبَادَاتِ الْمَالِيَّةِ كَاالصَّدَقَةِ وَالْعَتْقِ, كَمَا يَصِلُ إِلَيْهِ أَيْضًا الدُّعَاءُ وَالإِسْتِغْفَارِ وَالصَّلاَةُ عَلَيْهِ صَلاَةُ الْجَنَازَةِ وَالدُّعَاءُ عِنْدَ قَبْرِهِ. وَتَنَزَعُوْا فِى وُصُوْلِ الأَعْمَالِ الْبَدَنِيَّةِ, وَالصَّلاَةُ وَالْقِرَاءَةُ, وَالصَّوَابُ أَنَّ الْجَمِيْعَ يَصِلُ إِلَيْهِ.

 

Artinya:

 

Dan Adapun bacaan nsedekah dan sebagainya, berupa amal-amal kebaikan, maka tidak ada perselisihan di antara para ulama’ Ahlussunnah Wal Jamaah akan sampainya pahala ibadah harta seperti sedekah dan pembebasan (memerdekakan budak). Sebagaimana sampai kepada mayit juga, pahala doa, istighfar, shalat jenazah, dan doa di samping kuburannya. Para ulama berbeda pendapat mengenai soal sampainya pahala amal jasmani, seperti puasa, shalat, dan bacaan. Dan menurut pendapat yang benar, semua amal itu sampai kepada mayit.[2]

 

Kedua, Sebagian ulama mazhab Maliki yang lain menyatakan bahwa pahala bacaan Al-Qur’an dan kalimat thayyibah tidak sampai kepada mayit. Karena hal itu tidak diperbolehkan.

 

Syekh Ad-Dasuqi dari mazhab Maliki menulis:

 

قَالَ فِى التَّوْضِيْحِ فِى بَابِ الْحَجِّ : الْمَذْهَبُ أَنَّ الْقِرَاءَةَ لاَتَصِل لِلْمَيِّتِ حَكَاهُ الْقَرَافِيُّ فِى قَوَاعِدِهِ وَالشَّيْخُ ابْنُ أَبِيْ حَمْرَةَ.

 

Penulis kitab At-Taudhih berkata dalam kitabnya didalam bab haji: bahwasanya pendapat yang diikuti dalam mazhab Maliki mengatakan bahwa pahala bacaan yang ditujukan kepada mayit tidak akan sampai kepada mayit. Pendapat ini disampaikan oleh Syekh Qarafi dalam kitab Qawaidnya dan Syekh Ibnu Abi Jamrah.[3]

 Dari beberapa penjelasan hadis yang telah disebutkan diatas  terlihat bahwa adanya perbedaan pendapat oleh para ulama tentang hukum menghadiahkan bacaan Al-Qur’an atau kalimat thayyibah kepada mayit. Ulama mazhab Hanafi, Sebagian ulama mazhab Maliki, ulama mazhab Syafi’I, ulama mazhab Hanbali dan Syekh Ibnu Taimiyah memperbolehkannya, sedangkan Sebagian dari ulama mazhab Maliki yang lainnya melarang hal itu.

 Dengan begitu dapat disimpulkan dari berbagai macam pendapat diatas bahwasanya menghadiahi pahala bagi orang yang sudah meninggal dengan cara mengadakan tahlilan atau selametan itu hukumnya boleh karena mengikuti pada mayoritas pendapat ulama yang memperbolehkannya. Jadi boleh-boleh saja jika kita ingin melakukan hal tersebut, disamping kita menghadiahi pahala kita bagi orang yang telah meninggal, namun kita juga mendapatkan pahala dari bacaan yang kita baca.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun