Dan Adapun bacaan nsedekah dan sebagainya, berupa amal-amal kebaikan, maka tidak ada perselisihan di antara para ulama’ Ahlussunnah Wal Jamaah akan sampainya pahala ibadah harta seperti sedekah dan pembebasan (memerdekakan budak). Sebagaimana sampai kepada mayit juga, pahala doa, istighfar, shalat jenazah, dan doa di samping kuburannya. Para ulama berbeda pendapat mengenai soal sampainya pahala amal jasmani, seperti puasa, shalat, dan bacaan. Dan menurut pendapat yang benar, semua amal itu sampai kepada mayit.[2]
Kedua, Sebagian ulama mazhab Maliki yang lain menyatakan bahwa pahala bacaan Al-Qur’an dan kalimat thayyibah tidak sampai kepada mayit. Karena hal itu tidak diperbolehkan.
Syekh Ad-Dasuqi dari mazhab Maliki menulis:
قَالَ فِى التَّوْضِيْحِ فِى بَابِ الْحَجِّ : الْمَذْهَبُ أَنَّ الْقِرَاءَةَ لاَتَصِل لِلْمَيِّتِ حَكَاهُ الْقَرَافِيُّ فِى قَوَاعِدِهِ وَالشَّيْخُ ابْنُ أَبِيْ حَمْرَةَ.
Penulis kitab At-Taudhih berkata dalam kitabnya didalam bab haji: bahwasanya pendapat yang diikuti dalam mazhab Maliki mengatakan bahwa pahala bacaan yang ditujukan kepada mayit tidak akan sampai kepada mayit. Pendapat ini disampaikan oleh Syekh Qarafi dalam kitab Qawaidnya dan Syekh Ibnu Abi Jamrah.[3]
Dari beberapa penjelasan hadis yang telah disebutkan diatas terlihat bahwa adanya perbedaan pendapat oleh para ulama tentang hukum menghadiahkan bacaan Al-Qur’an atau kalimat thayyibah kepada mayit. Ulama mazhab Hanafi, Sebagian ulama mazhab Maliki, ulama mazhab Syafi’I, ulama mazhab Hanbali dan Syekh Ibnu Taimiyah memperbolehkannya, sedangkan Sebagian dari ulama mazhab Maliki yang lainnya melarang hal itu.