Hidup tanpa cinta bagai taman tak berbunga, begitulah kata Rhoma Irama dalam lagu legendarisnya, Kata Pujangga. Siapa disini yang belum pernah merasakan jatuh cinta? Terlebih di usia-usia seperti kita ini, sangat erat dengan hal-hal berbau percintaan. Mulai naksir, merasakan cinta pertama, cemburu, menjalin kasih, tentu sudah tidak asing lagi. Kita menyukai seseorang lalu mendekatinya, atau kita ditaksir dan didekati tentu sudah menjadi hal biasa.Â
Namun, pernahkah kalian saat berusaha mendekati atau didekati, istilah kerennya, PDKT, kemudian gagal? Tiba-tiba saja si dia berpaling, udah gak pernah chat lagi, atau, kita yang lama-lama merasa gak cocok dan ilfil? Pernahkah kita bertanya-tanya mengapa hal tersebut bisa terjadi?
Psikologi sebagai studi ilmiah yang mempelajari jiwa dan tingkah laku manusia selalu memiliki jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan perilaku manusia. Kali ini penulis berusaha memberi tinjauan pertanyaan tersebut dari sisi Psikologi Sosial tepatnya dari Teori Daya Tarik Interpersonal dan Teori Penetrasi Sosial.Â
Teori Daya Tarik Interpersonal digunakan untuk menggambarkan bagaimana antarindividu memelihara dan mengarahkan hubungan yang dipengaruhi oleh kesukaan dilihat dari fisik, penampilan, perilaku, kompetensi, ketulusan sehingga dapat memunculkan hubungan yang akan terjalin antara kedua belah pihak.Â
Teori Penetrasi Sosial digunakan untuk menganalisis proses komunikasi dan pengungkapan diri individu dalam membangun hubungan interpersonal (Abdurrahman, dkk., 2021). Jangan khawatir, penulis tidak akan banyak menggunakan istilah ilmiah karena sudah merangkumnya agar mudah kalian pahami. Semoga artikel ini menjawab pertanyaan kalian, ya ^^
Mengapa terjadi PDKT?
Saat dua orang memutuskan untuk melakukan PDKT tentu ia memiliki rasa ketertarikan satu sama lain. Rasa tertarik inilah yang kemudian memunculkan sebuah hubungan dan penentu sikap terhadap orang lain. Kalau tertarik disini konteksnya naksir ya, jadi sikap yang diambil adalah PDKT itu tadi.Â
Ketertarikan yang timbul umumnya adalah ketertarikan secara fisik, tetapi sebenarnya ada banyak faktor yang mempengaruhi ketertarikan seseorang. Ada apa aja mari kita simak bersama.
1. Ketertarikan Fisik
Kita memang cenderung lebih tertarik dengan seseorang yang menarik secara fisik. Bahkan seringkali muncul sikap ketidakadilan karena fisik juga. Namun itu juga hal yang tidak dapat dipungkiri. Coba kita perhatikan sekeliling kita, kebanyakan yang memiliki pacar, banyak yang naksir, dan menjadi rebutan adalah cewe-cewe atau cowo-cowo yang good looking.
2. Kedekatan
Kita pasti akan sering berinteraksi dengan orang-orang yang jaraknya dekat dengan kita. Entah itu tetangga, teman satu kelas, satu bangku, atau satu circle. Karena memang hubungan apapun, baik hubungan romantis maupun persahabatan lebih mudah tumbuh dengan orang-orang terdekat (secara jarak). Kita akan memiliki perasaan lebih dekat yang akhirnya muncul perasaan suka dan saling memiliki.Â
Nah kedekatan jarak ini memberikan efek yang lebih tinggi untuk timbul rasa tertarik dan suka.
3. Keakraban
Keakraban ini berpengaruh banget loh, terhadap rasa suka. Pasti udah sering lah, ya denger istilah sahabat jadi cinta. Karena dua orang yang akrab, saat mereka berinteraksi satu sama lain akan memandang perilaku tersebut (misal membelikan air minum saat istirahat) memiliki nilai tinggi atau menganggapnya sebagai perilaku yang istimewa walaupun perilaku tersebut termasuk biasa saja dimata orang lain yang tidak akrab.
4. Kesamaan
Dua orang yang memiliki kemiripan seperti usia, agama, ras, pendidikan, hobi, lagu kesukaan, dan lain-lain akan lebih mudah menghargai pendapat dan pilihan mereka sendiri. Hal ini juga bisa banget memunculkan rasa suka. Kita pasti juga sering denger, ya jokes 'ih kok kita samaan sih? Jangan-jangan jodoh?'.
5. Kemampuan
Pernah nggak kita diajarin matematika dengan Sang Juara Kelas, kemudian kita kagum dan memiliki ketertarikan tersendiri?Â
Nah, orang-orang yan kompeten, ahli, atau punya keahlian khusus yang dampaknya sampai ke kita (contoh Sang Juara Kelas tadi) akan memberi ganjaran dan konsekuensi positif pada diri kita, dan kita jadi cenderung ingin bersamanya dan menyukainya.
6. Tekanan Emosional (Stress)
Waktu kita kejebak hujan sampai sore, dan bus kota udah habis jam segitu, tiba-tiba teman kita (lawan jenis, ya) datang mengantar kita pulang. Bagaimana perasaan kita? Mungkin tidak bagi kita untuk baper? Mungkin banget! Karena saat seseorang berada dalam situasi yang mencemaskan ia cenderung menginginkan kehadiran orang lain.Â
Seseorang yang dalam kondisi cemas tinggi atau rasa takut tinggi lebih ingin untuk berafiliasi atau butuh kehadiran orang lain (melakukan hubungan baik kerjasama, maupun hubungan lainnya).
7. Munculnya Perasaan Positif
Kita, tentu saja cenderung tertarik atau suka dengan orang yang membawa positive vibes bagi diri kita. Walau positive vibes disini tidak selalu berkaitan dengan perilaku orang tersebut. Pokoknya kalo ada dia ngerasa nyaman aja gitu, iya nggak?
8. Kesukaan secara Timbal Balik
Waktu kita tahu ada yang naksir kita, dia akan memberikan perlakuan khusus dan istimewa olehnya istilah psikologisnya reward. Nah, reward inilah yang memicu perasaan positif dan baik serta meningkatkan harga diri kita. Jadi, sangat memungkinkan bagi kita untuk membalasa 'rasa'nya dan terjadilah PDKT.
Tahapan-tahapan PDKT
Katanya di dunia ini gak ada yang instant dan semua ada prosesnya. Memang iya. Bahkan PDKT juga gak instant, lho. Setiap hubungan, baik hubungan persahabatan, pertemanan, maupun PDKT akan melalui tingkatan-tingkatan tersendiri hingga mencapai sebuah hubungan yang intim.Â
Analogi yang sering digunakan adalah dengan membayangkan seseorang seperti bawang dengan lapisan yang bisa dikupas, ketika suatu hubungan berkembang, mitra relasional bergerak melampaui lapisan awal, terus mengupas untuk mencapai pengungkapan yang lebih dalam atau penting bagi setiap orang dalam hubungan sebagai individu (Pennington, 2015: 5). Apa sajakah tahapan-tahapan tersebut?
1. Tahap Orientasi
Pada tahap ini, dua insan yang sedang PDKT masih dikatakan pada tahap perkenalan, belum dekat sepenuhnya. Mereka masih saling membagikan informasi yang bersifat umum dan komunikasi yang dilakukan bersifat tidak pribadi. Kedua belah pihak belum mampu mengkomunikasikan apa yang mereka rasakan sepenuhnya karena dinilai tidak pantas dan takut akan mengganggu hubungan kedepannya.Â
Sebagai contoh, sang laki-laki tiba-tiba menelepon sang wanita di pagi hari dengan maksud mengecek apakah dia sudah bangun atau belum. Sang wanita yang sebenarnya merasa tidak nyaman menerima telepon pagi hari, sulit untuk mengatakan perasaannya, malah, ia berterimakasih karena sudah ditelepon karena menjaga perasaan sang lelaki dan takut membuatnya tersinggung.
2. Tahap Pertukaran Eksplorasi Afeksi
Pada tahap ini, mulai terjadi pertukaran informasi yang lebih banyak antarkedua belah pihak. Informasi yang semula masih dalam ranah pribadi mulai dimunculkan. Kedua pihak juga mulai memunculkan kepribadiannya kepada orang lain, yang semula masih jaim mulai menunjukkan sifat aslinya walau belum sepenuhnya.Â
Komunikasi juga berlangsung sedikit lebih spontan karena sudah mulai merasa santai satu sama lain. Dalam berinteraksi, mereka sudah mulai menggunakan sentuhan dan ekspresi wajah lebih sering. Tahap ini juga penentu apakah suatu hubungan berpotensi untuk lanjut atau tidak. Tidak sedikit pula hubungan yang tidak berlanjut setelah tahap ini.
3. Tahap Pertukaran Afektif
Hubungan kedekatan pada tahap ini menjadi semakin intim. Komitmen yang lebih besar dari kedua pihak, perasaan lebih nyaman, kritis, serta evaluatif yang lebih dalam. Kedua pihak mulai memahami isyarat nonverbal satu sama lain, seperti anggukan berarti iya, tersenyum berarti paham, atau bentuk tatapan mata untuk menggantikan "nanti kita bicarakan nanti".Â
Panggilan khusus seperti "sayang" mulai digunakan pada tahap ini. Namun, pada tahap ini kedua pihak mulai berani saling kritik, berbeda pendapat, bahkan rentang bertengkar untuk memunculkan kemunduran pada suatu hubungan. Hal itu dikarenakan mereka sudah merasa bebas untuk mengekspresikan pendapat mereka.
4. Tahap Pertukaran Stabil
Tahapan ini merupakan tahap paling tinggi dalam hubungan. Kedua belah pihak sudah saling terbuka atas pikiran, perasaan, dan saling bersikap spontan. Mereka sering melakukan perilaku-perilaku tertentu secara berulang. Kesalahpahaman jarang terjadi pada tahap ini karena mereka punya banyak kesempatan melakukan klarifikasi atas ambiguitas pesan. Mereka berada pada intimasi yang tinggi.
Tahapan-tahapan yang telah disebutkan tadi tidak selalu secara utuh menggambarkan tahapan-tahapan sebuah hubungan. Terdapat hal-hal lain yang juga mempengaruhinya seperti lingkungan, latar belakang masing-masing pihak, dan nilai-nilai. Penetrasi sosial ini, merupakan mekanisme pengalaman memberi-dan-menerima dimana pasangan bekerja agar hubungan yang dijalin seimbang antara kebutuhan individu yang terlibat.
Sebuah hubungan dikatakan berhasil apabila memiliki kemajuan dari yang tidak intim menjadi intim dan puncaknya adalah pembukaan diri atau self-disclosure. Self-disclosure atau pembukaan diri merupakan inti dari perkembangan hubungan. Ini menjadi pertanda bahwa hubungan telah mencapai tahap yang lebih intim.Â
Pembukaan diri ini dapat berupa sudah mau bercerita tentang rahasianya, apa yang ia sukai dan tidak, bahkan mungkin sudah membicarakan mengenai masa depan. Saat salah satu pihak sudah bersedia untuk membuka diri, hubungan akan berkembang lebih jauh dan baik yang mengakibatkan perubahan proses komunikasi.
Â
Gagalnya PDKT
Kalau kita pernah mendengar konsep costs dan rewards, maka hubungan dapat dikonsepkan seperti itu juga. Rewards merujuk pada apa-apa yang memberi kepuasan, kesenangan, dan kenyamanan pada pasangan. Sedangkan costs, merujuk pada apa-apa yang memberi perasaan negatif seperti ketidaknyamanan, kegelisahan, bahkan kerugian. Apabila hubungan dirasa menguntungkan (reward lebih besar dari cost), maka hubungan akan berkembang semakin jauh,Â
tetapi apabila dirasa merugikan (cost lebih besar dan tidak sebanding dengan reward), maka hubungan tidak akan berkembang (Littlejohn dan Foss, 2008: 203). Rewards dan costs ini sebenarnya memberi pengaruh lebih besar di awal hubungan dibandingkan Ketika hubungan sudah berjalan.Â
Bayangkan saja, saat baru pertama kali kenal seseorang, kita sudah merasakan kerugian tentu kita tidak mau berinteraksi lagi dengan orang tersebut. Lain jika hubungan sudah berjalan, suatu waktu kita mengalami kerugian, kita lebih bisa mengatasi hal tersebut karena hubungan sudah berjalan yang berarti rewards lebih banyak dibandingkan dengan costs.
Dalam melakukan perkenalan hingga PDKT, apabila salah satu pihak atau keduanya merasa tidak nyaman satu sama lain, tidak percaya, bahkan merasakan kerugian, maka hubungan cenderung mengalami kemunduran bahkan berakhir.
Jika menilik dari teori Penetrasi Sosial yang telah dijelaskan sebelumnya, penentu keberlanjutan suatu hubungan terletak pada tahap kedua, yaitu Tahap Pertukaran Eksplorasi Afeksi. Pada tahap ini, kedua pihak sudah mulai memunculkan kepribadiannya, sifat-sifat aslinya walau belum sepenuhnya, juga mereka telah bertukar informasi yang lebih pribadi dibanding pada tahap sebelumnya yang informasinya masih bersifat umum. Kegagalan berlanjutnya suatu hubungan terjadi saat salah satu pihak atau keduanya merasa "ternyata A sangat cerewet dan tidak sabaran orangnya, padahal didepan umum kelihatannya dia kalem dan penyabar". Ketika merasa terjadi rasa ketidakcocokan, hubungan akan mengalami depenetrasi (merenggang) bahkan disosiasi (terputus).
Jadi gimana temen-temen? Udah ada gambaran belum, kenapa PDKT kalian gagal? Hehehe. Akan tetapi ini tinjauan dari Psikologi Sosial menurut teori Penetrasi Sosial dan Daya Tarik Interpersonal aja, belum lagi ditinjau dari teori kepribadian, teori motivasi dan persepsi, dan teori-teori yang lain. Semoga, apa yang temen-temen barusan baca bisa menambah wawasan temen-temen, ya! Semoga bermanfaat .
Daftar Pustaka
Abdurrahman, A. G., Putri, C. N. D., Irwansyah. (2021). Implemetasi Teori Penetrasi Sosial pada Pengguna Aplikasi Tinder. Jurnal Lensa Mutiara Komunikasi. 5(2), 24-38.
Altman, I., & Taylor, D. A. (1973). Social Penetration: The Development and Dissolution of Interpersonal Relationship. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Aronson, E., Wilson, T. D., & Akerts, R. M. (2007). Social Psychology (6th edition). Singapore: Pearson Prentice Hall.
Ayuni, R. P., Mahesa, S. A. J., Itsnayani, S. A. (2021). Daya Tarik Interpersonal. Makalah.
Boentoro, R. D., & Murwani, E. (2018). Perbedaan Tingkat Keterbukaan Diri Berdasarkan Konteks Budaya dan Jenis Hubungan. Warta ISKI. 01(01), 41-50.
Izzati, S. N., & Yudhanti, Z. K. (2021). Teori Penetrasi Sosial. Makalah.
Littlejohn, Stephen, W., & Karen, A. Foss. (2009). Theories of Human Communication. USA: Thompson Wadsworth.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H