"Mas Ajie, dendamku belum tuntas. Aku akan membunuh mereka!" teriak Harun membakar semangat. Kemarahan Harun memuncak sampai menggila, dia menembaki dan menusuk tentara sekutu secara brutal.
Pertempuran berlangsung cukup lama hingga akhirnya sedikit mereda. Pasukan Harun ditugaskan untuk membawa anggota yang telah gugur di lapangan. Tanpa pikir panjang dia ke tempat Aji terbaring, ternyata Aji tak sendirian di situ. Aji berada di pelukan seorang pria tua yang menangis.
"Anda siapa?" tanya Harun mendekat.
"Saya ayah Saptoaji," jawab pria itu menangis tersedu-sedu. Harun terkejut dengan penjelasannya.
"Maaf kalau saya lancang. Aji memberitahu saya kalau Anda diancam akan dibunuh Belanda jika Aji tidak membocorkan rencana TKR. Apakah itu benar?" jelas Harun dengan nada tidak enak.
"Iya, itu benar. Tolong jangan membenci anak saya," ucap ayah Aji memohon.
"Dia menyelamatkan saya dari tembakan, saya tidak akan membencinya. Saya meminta ijin membawa Aji untuk dimakamkan dengan layak,"
"Baik, tapi biarkan saya yang membawanya," pintanya. Harun mempersilakan.
Pertempuran Ambarawa berlangsung empat hari empat malam lamanya. Pasukan Inggris yang merasa terdesak berusaha memutuskan pertempuran. Pada 15 Desember 1945, pasukan Inggris meninggalkan Kota Ambarawa dan mundur ke Semarang. Korban dari peperangan ini tidak sebanding dengan sekutu. Sekitar dua ribu orang Indonesia gugur dan seratus tentara sekutu gugur. Peristiwa ini dimulai saat terjadi insiden di Magelang pada 20 Oktober dan diakhiri dengan kemenangan Indonesia merebut Ambarawa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H