“Makanya, kalo tidur baca doa dulu dong!”
“HAH! Samudera kaget aku!” balas Ivan dengan kesal.
“Ha ha ha…, ya maaf lah. Lagian kamu tadi ada guru kok malah tidur? Masih jam 09.30 udah ngantuk aja” tanya Samudera dengan tertawa sambil berjalan menghampiri bangku depan meja Ivan.
“Tidurku kurang semalam, baru bisa tidur pas tengah malam” jawab Ivan sembari memakai kacamata.
“Eh! Tadi kamu bilang ada guru masuk kelas?” lanjut Ivan bertanya.
“Iya. Pak Ega ke kelas cuma ngasih surat penerimaan rapot besok lusa. Nih punyamu” jawab Arya sembari meyodorkan surat. Tatapannya terus menghadap ponsel seperti orang yang tidak mau diganggu saat dia asik sendiri. Waktu terus berjalan, rasanya hening tanpa canda tawa dari sesesorang. Bingung memilih topik, Ivan dan Samudera senyap tak mengeluarkan sepatah kata.
“Teman-teman, sejak kapan Lawang Sewu ada bunker? Bunker itu apa?” tanya Arya memulai topik sembari memperlihatkan postingan kepada dua sahabatnya.
“Udah ada dari lama. Bunker itu semacam ruang atau bangunan pertahanan, tempatnya biasa di bawah tanah. Dulu itu tempat pengaturan gedung kereta api pas jaman Belanda tapi, setelah Jepang datang malah dipake buat penjara pribumi, orang Belanda, juga orang tionghoa. Beberapa tahun lalu bunker-nya masih bisa dikunjungi wisatawan tapi, sekarang sudah dilarang. Mungkin pernah terjadi sesuatu di sana” jawab Ivan panjang lebar. Dia selalu semangat bila ada yang menanyakan sesuatu mengenai sejarah terutama sejarah kelam karena dia ahlinya.
“Pasti itu tempat angker! Aku pernah melihat di tv ada yang uji nyali di sana dan terekam penampakan. Kita kapan nih mau kesana?” balas Samudera dengan semangat, kalau sudah masuk cerita horor dia paling terdepan.
“Kau gila? Sudah kubilang ruangan itu dilarang dimasuki”
“Memangnya kamu tidak penasaran? Aku tahu, anak penyuka sejarah sepertimu pasti ingin ke tempat-tempat bersifat kelam”