Mohon tunggu...
Zahra Wardah
Zahra Wardah Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga yang hobi menulis

Selain menulis dan ngeblog (coretanzahrawardahblogspot.com), Zahra Wardah juga menekuni di dunia Layouter, Youtuber: Cerita Keren. Silakan singgah. Semoga harimu menyenangkan. Aamiin.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Wanita Malam dari Desa (Bab 9)

11 Agustus 2023   06:00 Diperbarui: 11 Agustus 2023   06:07 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


"Hanya apa, Pak?" Aku begitu impulsif karena penasaran. Sebab, baru saja kemarin aku menyaksikan sendiri Mas Walid bertengkar dengan uminya di hadapanku. Apa sebesar itu cinta Mas Walid kepadaku? Sampai tak sanggup berdamai dengan uminya karena aku.


"Hanya satu yang belum bisa dikabulkan oleh Walid. Istri."


"Iya, istri untuk Walid. Aku tidak begitu dekat dengan Walid. Tapi, sejak menjadi pelanggan karpetnya sedikit banyak tahu kisah bos karpet itu," sambungnya lagi sambil membuka pintu mobil karena ternyata kami sudah sampai di indekos.
***


Beberapa kali ponselku berdering. Sempat aku melirik jam di dinding jarum jam menuju angka dua. Aku malas menjawab telepon. Akan tetapi, masih saja berdering setelah mati beberapa detik. Terpaksa aku memaksa membuka mata sedikit lebar. Di layar ponsel tertera nama Mas Tresno.


"Ada apa Mas Tresno menelepon dini hari gini? Aduh." Aku mendengkus kesal. Tubuhku masih terasa pegal-pegal karena bekerja seharian.


Terdesak aku pun menjawab telepon Mas Tresno dengan malam. "Ada apa, Mas?" tanyaku seusai salam.


"Yati, tolong. Warung kita kebakaran."


Seketika mataku terbuka lebar. Bukan hanya mataku, melainkan mulut pun ikut terbuka. Aku mencubit tanganku. Sakit. Ternyata ini bukan mimpi. Ponsel kuletakkan sembarang, aku bergegas ke warung Mas Tresno. Bagaimana ini? Satu pekerjaanku akan hilang. Bagaimana aku menolong Mas Tejo untuk biaya rumah sakit Aisyah?


Tas jinjing kusambar begitu saja, lalu lari secepat mungkin. Cahaya menyala-nyala tampak dari indekos. Suara mobil pemadam pun menggema. Tetangga sekitar pun berkerumun di sana. Kini kantuk sudah menguap. Malahan mata semakin terbelalak melihat warung tempatku bekerja dilahap api.


"Mas Tresno?" Aku menemukan Mas Tresno lemas, duduk di pelataran warungnya.


"Yati. Warung kita." Mas Tresno sedikit terisak. Dia memelukku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun