"Mi. Sudahlah tenang dulu. Kan, sudah kubilang yang salah aku. Jangan salahkan orang lain gara-gara kelalaianku."
Mas Walid tampak menghadangi wanita itu supaya tak mendatangi ruanganku. Berarti wanita yang dimaksud adalah aku. Bagaimana ini? Atau?
***
Syukurlah sudah sampai di indekos. Aku memilih untuk pergi, melarikan diri dari rumah sakit. Â Mungkin aku hanya menjadi wanita pembawa sial bagi Mas Walid. Ingat. Ingat tujuanmu ke sini adalah Aisyah, Yati. Aku bertempur sendiri dengan hati dan logika. Aku bergegas. Hari ini adalah hari pertamaku bekerja di warung Mas Tresno. Selepas mandi dan siap-siap, aku keluar dari kamar. Ternyata di depan pintu kamarku sudah berdiri Mas Tejo dan Pak Tohir.
"Kamu mau ke mana lagi, Yati?" tanya Mas Tejo dengan mata memelotot.
"Kamu sudah sehat, Yati?"
"Sudah, Pak. Ada perlu keluar. Nanti malam insyaAllah saya tidak lupa, kok."
"Baiklah kalau begitu. Silakan." Pak Tohir memberi jalan untukku berikut dengan senyum dan kedipan matanya.
"Tapi, Pak ...." Mas Tejo seperti tak setuju kalau aku pergi. Akan tetapi, dia bisa apa. Sepertinya dia hanya lelaki pesuruh Pak Tohir. Saat Pak Tohir bilang A bagaimana pun dia tak ada kekuasaan untuk mengubahnya.
Aku hanya perlu berjalan terus, mencari peruntungan di kota. Semoga saja Mas Tejo secepatnya mempertemukanku dengan Aisyah. Kali ini aku harus bekerja dulu. Sampai di warung, Mas Tresno sedang membuka warungnya. Aku pun segera membantunya, lantas mempersiapkan semua bahan untuk menu di warung. Menu di warung Mas Tresno tak banyak ada nasi goreng, gorengan, mie goreng, mie aceh m, teh es, dan es jeruk manis.
"Yati." Dari luar warung pandanganku menangkap sosok Mas Walid di sana.
"Mas Walid di sini?" Aku tak percaya bertemu Mas Walid di warung Mas Tresno. Aku mendekati Mas Walid.