Mas Tejo berlalu begitu saja meninggalkanku yang terpaku, mencerna perkataan panjang Mas Tejo barusan. Sepertinya aku memang terjebak. Andai saja ada saudara atau siapa pun yang aku kenal di sini, aku pasti akan minta bantuannya. Bantuan? Sekilas muncul bayangan pedagang nasi goreng tadi malam. Iya, Mas Tresno. Akan tetapi, aku masih ragu. Aku harus bagaimana, ya Allah?
Tak terasa butiran bening keluar deras dari sudut mataku. Aisyah di mana kamu, Nak? Ibu kangen. Aku menangis sejadi-jadinya. Langit semakin hitam. Awan kelabu memenuhi atap bumi ini. Aku pun meninggalkan area taman, mencari tempat teduh karena gerimis sudah mulai turun. Akhirnya kuputuskan untuk berteduh di sebuah minimarket. Kebetulan tenggorokanku terasa kering.
Aku membuka tas selempang kecil. Untungnya uang berwarna merah masih ada tiga lembar. Bekal yang aku bawa dari kampung, hasilku bekerja sebagai buruh cuci baju yang aku tabung.
"Baiklah, kita dinginkan dulu tenggorokan."
Aku membuka pintu minimarket itu. Tak sengaja ada orang dari dalam yang membawa banyak belanjaan menabrakku.
"Eh, maaf, Mbak."
Suara itu seperti aku kenal. Aku menolongnya untuk mengambil beberapa barang yang terjatuh. Ternyata benar. Lelaki hidung mancung tadi malam si empunya suara tadi. Beberapa detik mataku tak berkedip. Pun dia demikian. Seperti takdir yang mempertemukan kami kembali.
"Maaf. Bukannya Mbak ini yang tadi malam, ya? Sekarang gantian aku yang nabrak. Maaf, ya, Mbak."
Senyuman khas itu melelehkan hatiku. Jantungku tiba-tiba tak terkontrol. Kalau bisa meloncat keluar. Aduh, jangan sampai membuat malu. Aku segera tersadar.
"Oh, iya. Perkenalkan saya Yati." Aku mengulurkan tangan.
"Saya Walid. Oke, saya permisi dulu, ya. Ada sesuatu yang harus saya kerjakan. Mari." Seusai menjabat tanganku, lelaki itu mengangguk pelan. Lantas meninggalkanku tanpa menunggu balasan dariku.
"Walid? Nama yang indah," lirihku sembari mengumbar senyum.
Aku segera menggelengkan kepala saat sadar kembali. Beberapa minuman dan kudapan untuk persediaan aku letakkan di keranjang belanjaan. Kulihat dari kaca minimarket ini di luar hujan semakin lebat. Tak mungkin aku menerobos. Kuputuskan untuk menunggu di dalam minimarket, seraya melihat-lihat barang yang sekiranya perlu sebelum ke kasir.
Sampai sepuluh menit hujan tak juga berhenti. Justru semakin deras. Apa aku harus minta tolong Mas Tejo atau Mas ...? Oh, ya Mas Tresno. Aku bisa menghubunginya. Mana tahu nanti dia bisa membantu.