Cari kerjanya rebutan dengan jutaan orang lainnya. Berangkat kerja desak-desakan di jalanan. Dan terkadang terpaksa pulang larut malam hingga tak sempat mengantar anak-anak mendekap mimpi mereka.
Bagi orang kota gajian setahun sekali itu mustahil. Tak masuk akal. Transferan tiap bulan saja sering tak cukup menggenapi kebutuhan selama 30 hari.
Gaji telat sehari, langsung bikin status di medsos berbaris-baris. Upah naiknya kerendahan, demonya berhari-hari.
Bagaimana kalau gajiannya cuma setahun sekali seperti petani kopi di Latimojong?
Ya, hidup akan terus bergulir. Tapi bukan tentang seberapa sering gajian dan seberapa besar penghasilan diterima. Melainkan seberapa banyak rasa syukur di dada.
Di manapun kita --seperti pesan kiai dari mimbar puasa-- yang penting jangan pernah engkau lelah untuk bersyukur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H