Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Debat Capres Ketiga, Apa Sebenarnya Andalan Prabowo-Gibran?

7 Januari 2024   09:03 Diperbarui: 7 Januari 2024   09:03 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Debat Capres Ketiga. Sumber Foto Topik Pilihan Kompasiana.

Debat capres ketiga akan dilaksanakan tanggal 7/1/2024, sekitar jam 19.00 WIB nanti malam di JCC Senayan Jakarta. Debat akan menghadirkan isu pertahanan, hubungan internasional hingga geopolitik.

Bicara soal figur terkait dunia luar, Capres Prabowo Subianto nampak lebih "berpengalaman". Ingat, begitu ada peralihan dari Orde Baru ke Reformasi, beliau pilih hidup di luar negeri.

Lantas posisi sebagai Menhan sekarang membuka peluang besar terciptanya koneksi dengan berbagai negara. Terutama yang "jualan" kebutuhan militer.

Tapi terus terang, dalam debat capres ketiga saya lebih tertarik mengamati tentang respon pemilih, bukan konsepnya. Apakah ini beda dibanding sikap kebanyakan pendapat termasuk pembaca sendiri..? Mungkin iya.

Namun saya punya alasan yang cukup logis. Yakni, karena pada debat sebelumnya kualitas performa dan konsep dari kandidat ternyata tak cukup signifikan menaikkan atau merubah arah dukungan.

Mengenai hal tersebut, ada dua fakta yang ingin saya sodorkan. Pertama, tanggapan Prabowo kepada Capres Anies Baswedan saat debat sebelumnya, ketika ditanya keputusan pelanggaran etika berat yang dilakukan oleh Ketua MK waktu itu.

Apa jawab Prabowo..? Kata beliau, urusan pelanggaran sudah ada yang menangani. Lalu soal keputusan MK sendiri adalah final dan tidak dapat dirubah. Tinggal kemudian rakyat yang menentukan. Suka atau tidak untuk memilih pasangan Prabowo-Gibran..? Demikian Prabowo.

Nampaknya, Prabowo-Gibran dan Tim lebih mengandalkan suara rakyat, ketimbang "repot-repot" mengolah kata dan menonjolkan konsep. Bisa jadi karena punya pandangan, bahwa penentu kemenangan akhir bukan hasil debat. Tapi akumulasi elektoral.

Artinya, meski proses pencalonan paslon nomor urut dua tersebut dianggap penuh nepotisme, tak menyurutkan niat dan upaya buat terus melangkah ikut pilpres 2024. Untuk kemudian, kalau menang, akan memimpin Indonesia.

Apakah pilihan sikap Prabowo-Gibran dan Tim diatas akan jadi kenyataan..? Untuk menjawabnya, mari kita lihat fakta yang kedua. Yaitu hasil survei yang diadakan pasca debat sebelumnya oleh lembaga-lembaga kredibel.

Sudah di publish oleh berbagai media, bahwa Prabowo-Gibran menunjukkan angka lebih unggul dibanding paslon Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar atau Amin dan Ganjar Prabowo-Mahfud MD atau Gama.

Mari kita lihat datanya. Diolah dari berbagai sumber, LSI Denny JA merilis elektabilitas Prabowo-Gibran mencapai 43.3 %. Sementara itu, Anies-Muhaimin 25.3% dan Ganjar-Mahfud 22.9%.

Polling Institute, Prabowo-Gibran 46.1%, Anies-Muhaimin 22.6% lalu Ganjar-Mahfud 20.5%. CSIS, Prabowo-Gibran 46.1%, Anies-Muhaimin 22.6% dan Ganjar-Mahfud 20.5%.

Indikator Politik Indonesia, Prabowo-Gibran 46.7%, Anies-Muhaimin 21.0%, Ganjar-Mahfud 24.5%. Litbang Kompas, Prabowo-Gibran 39.3%, Anies-Muhaimin 16.7%, Ganjar-Mahfud 15.3%.

ASI, Prabowo-Gibran 34.2%, Anies-Muhaimin 26.3%, Ganjar-Mahfud 30.7%. Populi Center, Prabowo-Gibran 46.7%, Anies-Muhaimin 21.7%, Ganjar-Mahfud 21.7%. Poltracking Indonesia, Prabowo-Gibran 45.2%, Anies-Muhaimin 23.1%, Ganjar-Mahfud 27.3%.

Terakhir dari Lembaga Survei Indonesia. Menunjukkan angka sebagai berikut : Prabowo-Gibran 46.7%, Anies-Muhaimin 16.2%, 26.6, Ganjar-Mahfud 20.5%. Terlihat, dari sembilan lembaga survei, semuanya menunjukkan keunggulan buat Prabowo-Gibran.

Sementara itu, dalam hubungannya dengan pengaruh debat capres ketiga layak juga dibicarakan tentang fenomena Presiden Indonesia ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY dan Presiden ke-7 Joko Widodo atau Jokowi.

Konteks pembicaraan diarahkan pada momentum mejelang berakhirnya jabatan Pak SBY dan Pak Jokowi. Ini layak kita teropong. Karena ada efek terhadap pelaksanaan pilpres berikutnya.

Melihat fenomena tersebut, nasib Pak SBY kelihatan kurang beruntung dibanding Pak Jokowi. Secara persepsi, Pak SBY mendapat "rapor merah" akibat beberapa skandal dan konflik internal Partai Demokrat.

Dampaknya, menjelang lengser performa Pak SBY tak sanggup mempertahankan posisi parpol di pileg. Perolehan suara yang diperoleh partai Demokrat terjun drastis. Ada di kisaran 10.19%  saat pemilu 2014, menjadi hanya 7.77% pada tahun 2019.

Kandidat capres cawapres Prabowo-Sandiaga Uno, yang di dukung oleh Demokrat juga kalah di pilpres 2019. Sedikit banyak, ini merupakan salah satu indikator menurunnya "kualitas" Pak SBY.

Sebaliknya yang terjadi pada Pak Jokowi. Menjelang lengser, meski bukan Ketua apalagi pemilik partai politik, performa dan kualitas ayah dari cawapres Pak Prabowo ini terlihat moncer.

Menjadi rujukan banyak pihak dalam hal memilih kandidat pilpres di 2024. Serta mendapat persepsi tingkat kepuasan sangat tinggi dari masyarakat atas kinerjanya selama menjabat sebagai presiden RI ke-8.

Memang betul, beberapa waktu lalu sempat muncul isu tentang KKN anak-anak Pak Jokowi dalam berbisnis. Terutama yang dituduhkan oleh pihak oposisi. Yang paling hebat sebagaimana dilontarkan oleh Almarhum Rizal Ramli.

Tapi beda dibanding situasi yang dialami oleh Pak SBY akibat korupsi beberapa kader partai Demokrat. Hingga kini, beragam tuduhan pihak oposisi tak satupun yang masuk pengadilan. Apalagi terbukti.

Naah, disitulah kemudian fenomena Pak SBY dan Pak Jokowi bisa di adu tanding. Dengan kondisi yang kurang menguntungkan akibat banyak masalah, Pak SBY tak mampu memberi pengaruh terhadap pelaksanaan pemilu.

Nanti mari kita tunggu dan lihat bersama-sama bagaimana dengan situasi yang terjadi pada Pak Jokowi. Apakah moncernya nama baik beliau bisa membawa kemenangan bagi pasangan Prabowo-Gibran..?

Lalu secara partai, dapatkah nama baik Pak Jokowi mendongkrak peroleh suara PSI, dimana saat ini "kebetulan" di komandani oleh putranya yang bernama Kaesang Pangarep yang juga berposisi sebagai pendukung Prabowo-Gibran..?

Kalau Prabowo-Gibran menang pilpres 2024, apalagi ditambah PSI masuk senayan, barulah terbukti "kesaktian" Pak Jokowi. Tapi kalau tidak, nasib Pak Jokowi, anak keturunan dan para koleganya bisa lebih buruk daripada Pak SBY.

Sedikit banyak, saat ini Pak SBY masih bisa cawe-cawe terhadap konstalasi politik di Indonesia. Anak sulungnya yang bernama Agus Harimurti Yudhoyono agak tertolong menjadi Ketua Partai.

Tentu tidak demikian dengan posisi Pak Jokowi andai kalah. Karir beliau, anak-anak dan para koleganya bisa habis. Mungkin cuma menyisakan sejarah kelam. Akibat perseteruan dengan teman-teman sendiri karena mendukung Prabowo dan menjadikan Gibran cawapres.

Guna mencapai kemenangan, debat kandidat pilpres pasti tidak akan dijadikan satu-satunya media mengalahkan lawan. Apalagi melihat hasil debat capres sebelumnya. Dimana performa Pak Prabowo di klaim banyak pihak ada dibawah Ganjar dan Anies.

Maka keyakinan saya, saat debat capres ketiga nanti malam, kubu Prabowo tidak akan banyak berinovasi terhadap konsep visi misi. Sebab andalan mereka bukan di debat. Tapi nama baik Jokowi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun