Terus terang, mindset saya dan anggota keluarga tentang liburan mungkin agak beda di banding yang lain. Seperti apa..? Memandang liburan biasa-biasa saja. Alias sama dengan hari-hari normal yang bukan tanggal merah.
Apakah disebabkan oleh profesi saya yang wiraswasta..? Mungkin iya. Karena saya tak terikat oleh waktu. Tapi mungkin juga tidak. Karena istri saya yang guru dan punya rutinitas tetap, juga merasakan hal sama. Hari libur tak ubahnya hari kerja.
Itu secara perasaan ya. Kalau secara aktifitas ya pasti berbeda. Saat hari aktif, meski wiraswasta, kegiatan saya juga banyak. Oleh sebab pekerjaan saya masih ada hubungan dengan pihak lain yang profesinya menuntut "masuk kantor tiap hari".
Pun dengan istri saya. Yang kebetulan seorang guru disebuah sekolah kejuruan. Tiap hari rutin ngajar. Berangkat pagi-pagi sekitar jam setengah tujuh. Dan pulang agak sore jam empat-an.
Bagaimana dengan anak-anak.? Sekedar info, anak-anak tidak kumpul bersama saya. Yang sulung ada di ibu kota kuliah pasca sambil ngedosen. Dua adiknya mondok. Satu masih di wilayah dalam kabupaten. Dan yang bontot luar kabupaten.
Secara jadwal, meski ada libur panjang Natal dan Tahun Baru/Nataru, anak-anak tetap tak bisa kumpul pulang kerumah. Yang sulung lebih suka di Ibu Kota bersama para koleganya. Lalu dua orang adiknya terikat oleh skedul Pondok yang memang tidak menjadwalkan libur Nataru.
Kecuali saat tiba ramadhan. Nahh, baru pada momen bulan suci umat islam ini ketiga anak saya ada kesempatan kumpul bersama ayah dan mamanya. Juga paman dan famili-famili lain. Yang sulung pulang dari ibu kota. Dua adiknya dari pondok.
Di momen ramadhan, pondok pesantren memang rutin menjadwal hari libur. Relatif cukup panjang lagi. Ya bisa dikatakan sekitar hampir satu bulan. Jadi cukup waktu lah andai dibuat "senang-senang".
Kebetulan sekali, anak saya yang bontot, yang mondoknya diluar kabupaten, sejak tanggal 27 Desember 2023 lalu ada dirumah. Namun bukan karena liburan seperti anak lain. Tapi oleh sebab sakit dan perlu perawatan lebih intensif. Jadi harus dibawa pulang.
Saat saya cek darah anak saya di laboratorium dan diperiksa Dokter langganan, katanya kena tipes. Syukur alhamdulilah sekarang sudah berangsur-angsur membaik. Panas tubuh juga mulai turun ke suhu normal.
Begitu sembuh total, anak saya yang bontot itu pasti saya antar balik ke pondok. Untuk kembali belajar seperti biasa. Mungkin ada yang tanya, kira-kira bagaimana mood anak bontot saya saat hendak dikembalikan belajar ke pondok pesantren..?
Ogah-ogahan, sedih, tak bersemangat, menolak atau bahkan berontak..? Sekedar anda tahu, meski agak lama dirumah dan anggap saja "menikmati" liburan oleh sebab sakit, anak bontot saya tak mengalami semua gangguan kejiwaan itu.
Hal yang sama juga di alami oleh kedua kakaknya. Ketika masih mondok dulu, saya tak mengalami kesulitan apa-apa saat harus mengembalikan si sulung dan si tengah balik ke pesantren pasca libur panjang ramadhan.
Saya bukan seorang pakar atau ahli dibidang psykologi. Saya tak tahu, apa istilah yang tepat untuk disematkan pada ketiga anak saya dalam rangka menggambarkan kondisi mood mereka pasca libur panjang.
Yang jelas, begitu saya buka Topik Pilihan Kompasiana tentang Post Holiday Blues, dan cari-cari informasi lebih jauh, nampaknya berbeda dengan sikap anak saya pasca menikmati hari libur panjang.
Di beberapa referensi, Post Holiday Blues diartikan sebagai sindrom yang memunculkan rasa sedih ketika libur panjang hendak berakhir. Yang kemudian mengakibatkan seseorang tidak semangat untuk beraktifitas.
Lha, ini yang terjadi pada ketiga anak saya justru sebaliknya. Bukan cuma tak bersedih, mereka malah gembira ketika hari libur hendak berakhir. Perasaan saya, mereka kelihatan lebih kerasan di pondok ketimbang dirumah.
Masih berdasar  beberapa referensi yang saya kulik, setidaknya terdapat tujuh tanda-tanda Post Holiday Blues. Yaitu, merasa sedih serta cemas, kurang bersemangat, stres atau depresi, agak susah tidur, merasa kesepian, gampang marah dan sering melamun.
Adapun cara mengatasi, saat usai liburan kerjakan hal kecil lebih dulu, curhat pada orang terdekat, olah raga, heling di alam sekitar, tidur yang cukup, konsumsi makanan sehat, cari tontonan yang menghibur atau lucu dan jangan lupa buat jadwal atau schedule liburan.
Sekali lagi, saya bukan pakar atau ahli psykologi. Sehingga kurang berani mengurai tujuh tanda beserta cara mengatasi Post Holiday Blues tersebut. Kalau dipaksakan, tentu dapat menyesatkan.
Hanya saja, sehubungan dengan kondisi mood anggota keluarga saya pasca liburan, yang nampaknya berbeda sebagaimana gambaran diatas tadi, saya perlu membuka bocoran tentang kebiasaan dirumah ketika menikmati hari libur. Baik panjang maupun pendek.
Pertama, buat saya dan istri adalah membiasakan diri tetap aktif. Disini, kuncinya adalah gerakan badan secara fisik. Artinya, meski tak ada tugas profesi atau kantor, di upayakan ada pekerjaan yang dilakukan dirumah.
Bisa olah raga dan jalan-jalan dialam sekitar sebagaimana cara mengatasi diatas. Atau bisa juga nyapu halaman, bersih-bersih kamar mandi dsb. Pokoknya yang penting bergerak. Sebagai ganti aktifitas rutin yang biasa dikerjakan ketika diluar hari libur.
Kedua, buat anak-anak yang masih mondok, termasuk kepada si bontot yang kebetulan saat Nataru ini ada dirumah. Saya dan mamanya memberi "doktrin" harus tetap berkegiatan sebagaimana jadwal pesantren.
Artinya, kebiasaan sehari-hari di pondok tetap harus dilakukan meskipun sedang ada dirumah. Misal, bangun pagi sebelum subuh, ngaji (kitab maupun quran), memperdalam materi pelajaran pondok dsb. Kelar, baru diperbolehkan main-main keluar.
Ketiga, biasanya sebelum saya jemput pulang baik karena jadwal libur atau karena sebab lain semisal sakit kayak si bontot tadi, selalu saya beri garis tegas. Bahwa pulang hanya buat sementara. Begitu semua usai, maka harus secepatnya balik ke pondok.
Post Holiday Blues tentu jadi masalah. Bisa membuat aktifitas mandeg. Dalam konteks profesi, dapat menurunkan kinerja. Kalau diterus-teruskan akan membuat prestasi kerja stagnan. Akibatnya, karir jalan ditempat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI