Kurang lebih tiga bulan lagi pemilu 2024 dilaksanakan. Rakyat yang punya hak suara akan memberikan vote. Harapannya, dapat melahirkan pemimpin dan pejabat amanah. Agar nasib bangsa selama lima tahun kedepan menjadi lebih baik.
Untuk pertama kalinya, pemilu kali ini berlangsung guna menentukan dua posisi sekaligus. Yaitu pileg buat anggota legislatif. Dan pilpres sebagai ajang mencari pengganti pasangan Jokowi-Makruf.
Kini sudah ada tiga kandidat capres cawapres yang mendaftar ke KPU. Dan nantinya bakal bertarung merebut suara para pemilih pada pilpres 2024. Saya urutkan berdasar momentum waktu terbentuknya pasangan.
Masing-masing adalah Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, terkenal dengan istilah Amin. Ganjar Pranowo-Mahfud MD, saya sebut saja Gama. Terakhir pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, saya singkat PSG.
Menarik untuk diulas tentang model terwujudnya ketiga pasang tersebut. Mengapa, karena saya melihat ada peristiwa yang tidak biasa, jika dibanding proses terbentuknya pasangan capres-cawapres pada 2014 dan 2019 lalu.
Pada pilpres 2024 kali ini, terdapat pasangan yang lahir melalui fenomena tidak linier atau keluar dari pakem. Bahkan bisa dikatakan jauh panggang dari api. Alias mustahil bisa terjadi.
IDEALISME DAN KEPENTINGAN
Tentu kita sepakat, bahwa pilpres bukanlah sebuah ajang main-main. Disamping berhubungan dengan nasib ratusan juta rakyat Indonesia, biaya dan konsekwensi yang ditimbulkan sungguh luar biasa dahsyat.
Saya kutip dari berbagai sumber, untuk biaya pilpres 2024 KPU perlu dana hingga 70-an triliun lebih. Lalu secara konsekwensi, akan terjadi persaingan ketat antar anak bangsa. Yang kalau tidak dikelola dengan baik bisa membawa perpecahan.
Melihat itu, para pihak yang terlibat dalam pilpres terutama pasangan kandidat dan pendukung, harusnya membawa idealisme positif. Yang salah satunya adalah melahirkan ketenangan dan menjaga perasaan rakyat.