Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Anies-Muhaimin, Ganjar-Mahfud, Prabowo-Gibran dan Desain Politik

4 November 2023   09:21 Diperbarui: 4 November 2023   09:28 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Tiga Pasang Kandidat Pada Pilpres 2024. Sumber Foto Kompas.com

Proses tata urutan waktu deklarasi berpasangan yang tidak linier dibanding saat pengumuman capres tersebut, saya nilai disebabkan adanya tarik menarik yang begitu kuat di lingkungan partai pengusung masing-masing.

Anda tahu, tarik menarik yang saya maksud muncul karena pertarungan antara idealisme dan kepentingan. Ya benar. Ada pihak yang rupanya tak mau mengalah. Hasilnya, terdapat pasangan yang mencerminkan idealisme.

Dan sebaliknya bisa ditebak, ada pula yang cuma mengedepankan kepentingan. Pasangan siapakah itu..? Tak tahulah saya. Meskipun sebenarnya bisa saja saya jawab. Tapi lebih baik saya simpan dalam hati.

Hanya saja, proses terjadinya penentuan capres oleh partai pengusung, lalu di ikuti pemilihan cawapres yang akan saya gambarkan berikut ini, bisa menjadi pertimbangan anda sekalian. Termasuk nanti ketika hendak mencoblos.

Pertama pasangan Amin. Menurut saya, ini pasangan yang sungguh sangat mengejutkan. Bahkan hampir membuat pengurus, tokoh dan konstituen masing-masing partai pengusung shock dan tak percaya.

Lha bagaimana tidak. Dulu, Nasdem yang merupakan partai pemerintah dan kawan sangat dekat Jokowi dan PDIP, secara tiba-tiba memilih Anies Baswedan sebagai capres. Padahal, Anies merupakan “musuh bebuyutan” Jokowi dan PDIP.

Bergabungnya PKB ke Nasdem, yang kemudian mendorong Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menjadi cawapres Anies, tak kalah mengejutkannya dibanding saat Nasdem mendeklarasikan Anies. Terutama dikalangan Nahdliyin. Mengapa, karena Anies kadung teridentifikasi berkawan dengan “musuh” NU.

Kedua, pasangan PSG. Ini pasangan juga mirip dengan kondisi kelahiran Amin. Memang benar substansi masalahnya berbeda. Tapi tak urung juga membuat terkejut dan shock lawan politik PSG.

Dari awal, Prabowo dan Jokowi di satu sisi, dan PDIP pada sisi lain adalah kawan yang sangat dekat. Tapi kini, dalam ajang pilpres 2024, Prabowo-Jokowi justru berkolaborasi menjadi lawan politik PDIP.

Saya yakin, kondisi tersebut membuat para petinggi PDIP, terutama Megawati sebagai “pemilik” tunggal, menjadi gerah. Bahkan mungkin marah besar. Meskipun tentu saja tidak akan ditunjukkan ke publik.

Lha bagaimana tidak. Sejak “kecil” di openi oleh PDIP jadi Wali Kota Solo, lalu dinaikkan karirnya menjabat Gubernur DKI, terus dibela-belain sebagai presiden dua periode, tiba-tiba merestuai anaknya menjadi cawapres Prabowo lawan elektoral Ganjar Pranowo. Apa bukan khianat namanya..?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun