Demi membela bangsa Israil dari penjajahan Filistin dimana Goliat sebagai tentara, Daud berani menantang Goliat. Sebuah kenyataan yang ketika itu membuat orang pesimis. Daud pasti terbunuh di tangan Goliat.
Namun apa yang terjadi..? Meski bertubuh kecil dan tak punya pengalaman bertarung, Daud ternyata sukses mempecundangi Goliat. Tentara Filistin yang bertubuh besar itu dikalahkan oleh Daud.
Mengapa Goliat bisa kalah..? Jawabannya karena faktor kecerdikan. Daud tak menggunakan otot. Tapi mengerahkan kemampuan akal meracik strategi. Nampaknya, kekalahan Jerman yang cukup telak lawan Jepang juga karena kalah strategi.
Dan kalau bicara strategi, maka tumpuannya ada di pelatih. Rupanya, pelatih Jerman yang bernama Hansi Flick, kalah adu taktik lawan pelatih Jepang yang bernama Hajime Moriyasu.
Maka tak heran, usai dilumat oleh Jepang, Presiden Deutscher Fussball Bund atau DFB (PSSI-nya Jerman), Bernd Neuendorf langsung mendepak Hansi Flick beserta dua asistennya sekalian. Pastinya karena dianggap tak becus.
Kasus kemenangan Jepang atas Jerman dan sejarah kekalahan Goliat lawan Daud tentu menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Bahwa adanya potensi besar belum tentu membawa kejayaan.
Kalau tidak di topang oleh strategi yang benar, potensi besar justru malah bisa jadi bumerang. Apalagi kalau sampai over confident. Maka siap-siap saja di pecundangi oleh musuh macam kasus Timnas Jerman atau Goliat.
Tahun depan akan ada perhelatan pilpres. Berdasar hasil teropongan berbagai lembaga survei, Ganjar Pranowo punya potensi besar untuk menang. Lalu di ikuti oleh Prabowo Subianto. Sedang Anies Baswedan ada di posisi buncit.
Namun kalau berkaca pada Jerman dan Goliat, Ganjar Pranowo, juga Prabowo Subianto, tak boleh jumawa lalu anggap enteng Anies Baswedan. Apalagi hingga koar-koar pasti menang. Hemmm, ini alamat bahaya.
Kalau tidak bijak menyikapi hasil survei, bisa-bisa Ganjar atau Prabowo ternina bobok oleh persepsi kemenangan yang di sodorkan ke depan mata. Terlebih jika para pendukung atau tim-nya juga bersikap sombong.
Atau, senantiasa menyajikan info yang baik-baik saja demi menyenangkan Sang Capres. Tanpa sedikitpun ada inisiatif memberikan data yang sebenarnya, maka kemungkinan besar justru Anies-lah yang akan jadi pengganti Jokowi.