Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Gambaran Kerumitan Pasca Gerindra Dapat Kawan Baru

16 Agustus 2023   12:18 Diperbarui: 16 Agustus 2023   12:20 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya kira, saat ini capres Prabowo Subianto merasa senang. Sebab kemarin ketambahan Golkar dan PAN untuk memperkuat posisi Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya atau KKIR yang sudah di huni oleh Gerindra dan PKB.

Masuknya dua kawan baru itu jelas akan mampu mendongkrak perolehan suara bagi Prabowo. Makin besar pula optimisme Menteri Pertahanan itu untuk dapat mengganti sekaligus melanjutkan kerja Presiden Jokowi.

Namun apakah faktanya nanti ketika hendak daftar pilpres 2024 ke KPU anggota koalisi partai Gerindra masih tetap utuh..? Saya kok merasa pesimis. Muncul terawangan dibenak saya, kalau yang akan terjadi malah sebaliknya.

Mohon maaf kepada kawan-kawan Gerindra, saya kurang yakin kalau Golkar, PAN dan PKB akan komplit ikut bersama-sama mengawal Prabowo hingga sampai daftar ke KPU. Kecuali ketiga partai ini punya sikap legowo, tulus dan ikhlas.

Mengapa saya pesimis hingga demikian rupa.? Belum lagi bicara soal konsolidasi dan tekhnis pemenangan bagi Prabowo, ketiga partai nampaknya mulai menunjukkan “watak aslinya”. Masing-masing mengungkap apa yang di incar.

Anda tahu, dua hari belakangan kita di suguhi berita tentang langkah Golkar dan PAN soal posisi cawapres setelah resmi gabung ke Gerindra. Kalau PKB sich memang sejak awal mengincar posisi ini.

Kompas.com edisi tayangan 14 Agustus 2023, memuat pernyataan Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Golkar Nusron Wahid, soal kemungkinan Airlangga Hartarto dipilih jadi cawapres Prabowo.

Meski tetap menyerahkan sepenuhnya kepada anggota koalisi, namun Nusron secara rinci berkata, “Soal cawapres, harapan kami Pak Airlangga masih menjadi alternatif yang akan dipilih”.

Lalu di Kompas.com edisi tayangan 15 Agustus 2023 diberitakan, kalau PAN akan tetap kukuh mendorong Menteri BUMN Erick Thohir untuk jadi bakal cawapres Prabowo Subianto.

Meskipun harus disadari, menurut Wakil Ketua Umum PAN Yandri Susanto, usaha ke arah itu tak bisa di pungkiri bakal berlangsung alot. Bagi saya wajar alot. Karena PAN tak sendirian “rebutan” cawapres.

Ingat, di situ masih ada PKB. Partai besutan Gus Dur yang merupakan perintis berdirinya KKIR bersama Gerindra ini memang sudah sedari awal mematok posisi cawapres.

Itu juga selaras dengan isi Piagam Sentul yang disepakati setahun lalu. Bahwa bakal capres dan cawapres diputuskan hanya berdua oleh Prabowo dan Muhaimin Iskandar atau Cak Imin.

Sama-sama punya argumentasi, baik Golkar, PAN dan PKB  tak sedikitpun menurunkan ekspektasinya untuk mendapatkan cawapres. Sebuah kondisi yang bisa membuat Prabowo pusing.

Maka itu, partai Gerindra harus memiliki menejemen pengelolaan yang akomodatif dan efektif. Sebab kalau tidak, masuknya Golkar dan PAN bisa tak sesuai dengan rasa senang yang saat ini di alami oleh Prabowo.

Keutuhan koalisi Gerindra bisa rontok. Ada yang pindah ke poros koalisi lain. Mungkin ke Koalisi Perubahan untuk Persatuan atau KPP milik Nasdem, Demokrat dan PKS. Atau bisa pula ke PDIP seperti PKB misalnya.

Tapi kondisi itu tak bisa menghalangi Prabowo untuk daftar pilpres. Karena walau hanya berdua dengan salah satu diantara Golkar, PAN dan PKB, gabungan suaranya masih cukup syarat.

Kembali ke awal, hingga saat ini tak dapat di pungkiri sosok cawapres tetap menjadi kendala bagi ketiga poros koalisi. KKIR harus selektif memilih figur dari Golkar, PAN dan PKB. Yang tentu saja bukan pekerjaan mudah bagi Prabowo.

Sementara PDIP rupanya juga mengincar figur di luar usulan anggota koalisi. Dimana yang namanya Partai Persatuan Pembangunan atau PPP, saat ini mendorong Sandiaga Uno sebagai cawapres Ganjar Pranowo.

Masalah di KPP sama saja. Nasdem yang sedari awal mencapreskan Anies Baswedan, sampai sekarang juga tak ada kepastian soal cawapres. Padahal stok di internal koalisi tersedia.

Yaitu AHY dan Ahmad Heryawan. Namun Nasdem dan Anies masih tolah-toleh kanan kiri hendak ambil figur cawapres dari luar. Kabar yang santer beredar mengincar Khofifah Indar Parawansa atau Ning Yenny Wahid.

Hanya saja, meskipun agak rumit soal cawapres, posisi Gerindra dan PDIP masih lebih baik dibanding KPP. Mengapa, karena hasil suara Nasdem amat kecil dibanding kedua partai besar itu.

Cuma ketambahan satu partai misalnya, Gerindra tetap cukup syarat membawa nama Prabowo dan pasangannya daftar pilpres 2024. PDIP apalagi. Sendirianpun mengusung nama Ganjar Pranowo, pasti akan diterima oleh KPU.

Sebaliknya di KPP. Akibat kecilnya perolehan suara yang didapat oleh Nasdem saat pileg 2019, membuat partai penggagas poros KPP ini perlu minimal tambahan dua partai politik.

Artinya, Anies Baswedan tak mungkin bisa daftar pilpres, kalau Nasdem hanya berkawan dengan salah satu diantara Demokrat atau PKS. Sementara pada sisi lain, kedua anggota Nasdem ini bisa saja keluar jika kadernya tak di ambil oleh Anies.

Melihat berbagai hal diatas, wacana tentang cawapres nampaknya masih akan terus bergulir cukup lama. Saya prediksi bahkan hingga menjelang detik-detik akhir pendaftaran pilres 2024.

Mengapa, karena masing-masing poros belum percaya akan kekuatan capres masing-masing untuk bisa menang pilpres. Makanya butuh tambahan suara yang harapannya ada di sosok cawapres.

Ya benar. Untuk pemilu 2024 mendatang figur cawapres ternyata amat dibutuhkan, meskipun posisinya cuma sebagai “second  line”. Ini sama dengan ungkapan “kecil-kecil tapi cabe rawit”.

Bukan orang nomor satu memang, tapi eksistensinya saat ini tak bisa dipandang remeh. Salah ambil figur, bisa kalah yang namanya capres meskipun punya elektabilitas kuat.

Maka karena alasan itulah, dalam waktu dekat baik KKIR, PDIP dan KPP belum mau menentukan figur cawapres. Maunya saling intip satu sama lain terlebih dahulu.

Baru ambil keputusan, saat salah satu lawan diantara dua koalisi punya keberanian mengumumkan cawapres. Nah ketika momen ini datang, barulah poros lain cari perbandingan. Ya tentu akan diambil sosok cawapres yang lebih kuat.

Berdasar data yang selama ini sudah beredar, nama-nama cawapres kuat sesuai hasil penelusuran beberapa lembaga survei adalah Sandiaga Uno, Ridwan Kamil, Erick Thohir, Mahfud Md dan AHY.

Ning Yenny Wahid, maski tak begitu siginifikan hasil surveinya, tapi tergolong kandidat kuat juga. Karena menguasai suara Gusdurian dan kalangan NU. Maka Ning Yenny tergolong figur yang layak diperhitungkan.

Kita tunggu saja, poros mana yang berani lebih dulu mengumumkan cawapres. Untuk kemudian, pastinya akan di susul oleh poros yang lain. Tentu pertimbangannya adalah kekuatan suara figur.

Jika salah satu poros ambil Ning Yenny misalnya, maka lawannya pasti akan ambil figur yang sanggup menandingi “wibawa” putri Gus Dur ini. Misal Erick Thohir atau Sandiaga Uno. Begitu kira-kira pola yang akan terjadi kedepan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun