Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketika Oknum TNI Ada Masalah dengan Golongan Sipil

11 Agustus 2023   09:44 Diperbarui: 11 Agustus 2023   10:14 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Danpuspom TNI Memberi Keterangan Pers Soal Kasus TNI-Sipil, Sumber Foto Kompas.com

Dua pekan belakangan ini muncul lagi berita kurang baik tentang kelakuan oknum anggota TNI. Lagi-lagi ada hubungan dengan kelompok sipil, baik secara institusi maupun perorangan.

Meski kasusnya berbeda, sedikit banyak berpengaruh kepada TNI secara kelembagaan. Namanya jadi agak tercemar. Akibat sepak terjang tak sempat berpikir jernih oknum anggotanya.

Berita dimaksud adalah penetapan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan atau Basarnas RI Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi sebagai tersangka yang di duga menerima suap.

Juga berita tentang kasus penggerudukan Polrestabes Medan oleh sekelompok prajurit TNI dari Kodam I Bukit Barisan, yang dipimpin oleh Mayor Dedi Hasibuan. Penggerudukan ada hubungan dengan masalah bantuan hukum.

Sebelum kedua berita yang menghebohkan itu jadi konsumsi publik, tak banyak laporan dari media yang cukup menyita animo warga tentang sepak terjang negatif oknum prajurit TNI.

Sehingga, kemunculan soal kasus korupsi dan penggerudukan tersebut di atas betul-betul menjadi pusat perhatian. Baik di kalangan masyarakat sipil dan terutama di lembaga militer.

Sekedar flashback, pasca runtuhnya Orba yang di pimpin oleh Jenderal Purnawirawan bernama Soeharto, pemerintah Republik Indonesia melakukan reformasi besar-besaran terhadap institusi TNI, yang ketika itu bernama ABRI. Upaya itu relatif berhasil.

Terbukti, beberapa pimpinan lembaga negara baik dari pusat hingga ke daerah yang sebelumnya di jabat oleh anggota aktif TNI, berhasil di geser oleh pejabat dari kalangan sipil.

Namun ternyata ada yang tercecer. Dari sudut pandang kelembagaan, masih ada pimpinan institusi sipil yang tetap di pegang oleh kalangan militer. Contohnya ya Basarnas RI itu.

Lalu dari segi mental juga demikian. Terdapat perilaku oknum anggota TNI yang acap kali bersikap arogan. Merasa paling berkuasa dibanding kelompok sipil seperti kasus di Polrestabes Medan.

Maka sudah benar pernyataan Kepala Pusat Penerangan/Kapuspen TNI Laksamana Muda Julius Widjojono menanggapi kedua kasus. Untuk soal korupsi akan terus dilakukan penyidikan bersama KPK.

Sementara pasca penggerudukan di Medan, TNI berencana melakukan evaluasi terhadap regulasi yang ada hubungan dengan pelaksanaan Badan Pembinaan Hukum atau Babinkum TNI.

Saya setuju terhadap upaya TNI lewat pernyataan Kapuspen tentang evaluasi tersebut. Namun harus dilakukan secara menyeluruh, bukan hanya sepotong. Karena akar masalah kedua kasus di atas sama.

Yaitu mengenai regulasi. Untuk jabatan lembaga sipil oleh militer ada di UU. Nomor 34 Tahun 2004 pasal 47 ayat 2-3. Sedang soal Babinkum ada di Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/1089/XII/2017.

Evaluasi secara menyeluruh harus menyasar segala macam ketentuan yang berlaku di TNI, utamanya yang ada hubungan dengan posisi dan kewenangan kelompok sipil. Perlu dirinci lebih mendetail.

Guna memperkecil ruang gerak penyalahgunaan wewenang dan kemungkinan tindakan arogansi atau over lap. Kalau evaluasi terhadap regulasi tidak dilakukan, khawatir dua kasus semacam diatas akan terus terjadi.

Saat ini, kasus dugaan suap Kabasarnas terhadap pengadaan barang dan jasa serta penggerudukan Polrestabes Medan sudah terjadi. Langkah terbaik bagi TNI adalah mau tak mau harus segera diselesaikan secara transparan dan terbuka.

Demi menjaga harkat dan martabat TNI sendiri. Juga mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi yang punya tugas utama menjaga keamanan wilayah dari serangan negara luar itu.

Kembali menilik evaluasi oleh Kapuspen TNI. Sebaiknya dilakukan dari dua sudut pandang. Pertama, evaluasi yang bersifat antisipasi. Gunanya untuk jaga-jaga terhadap sesuatu yang mungkin akan terjadi.

Kasus dugaan suap Kabasarnas masuk dalam perspektif itu. Anda tahu, bentuk pengadilan yang akan dilakukan terhadap Kabasarnas ternyata belum pasti. Hendak pakai peradilan sipil, militer atau koneksitas..?

Jika negera ingin menempatkan seorang personil militer sebagai pejabat di institusi sipil secara formal melalui undang-undang, mestinya perangkat hukum yang ada hubungan dengan penempatan ini sudah tersedia.

Jangan seperti sekarang. Peristiwa dugaan kasus pidana korupsi basarnas sudah disidik Puspom TNI dan KPK, tapi model peradilannya masih dicari. Ini bagaimana?. Dari segi kecepatan jelas makan waktu.

Yang kedua, evaluasi terhadap regulasi yang berlaku di TNI juga harus bersifat revisi. Ini tak lain dimaksudkan sebagai proses perbaikan dan meninjau atau memeriksa ulang beberapa ketentuan yang sudah berlaku.

Untuk kemudian dilanjutkan dengan proses perbaikan. Atau bahkan bisa jadi hingga pembaharuan. Jika ternyata ketentuan yang sudah berlaku dirasa tidak sesuai lagi dengan perkembangan terkini.

Insiden yang berlangsung di Polrestabes Medan oleh Mayor Dedi Hasibuan dan beberapa prajurit TNI masuk kedalam perspektif revisi tersebut. Disini yang perlu dikaji ulang adalah mengenai batas kewenangan.

Juga tentang cakupan obyek siapa saja keluarga TNI yang bisa mendapat bantuan hukum dalam rangka melaksanakan amanat Babinkum. Kalau tidak direvisi, akan muncul potensi negatif terhadap ketentuan ini.

Melanjutkan amanat reformasi di tubuh TNI bukan hanya tugas pejabat militer. Lebih-lebih tokoh yang duduk di lembaga legislatif dan eksekutif adalah yang paling bertanggung jawab untuk melakukan revisi aturan TNI.

Mengapa, karena para personil yang ada di kedua lembaga itulah sejatinya yang mengesahkan sebuah regulasi. Termasuk produk hukum yang akan berlaku di lingkungan militer.

Adapun badan yang bertugas menegakkan hukum di lingkungan militer seperti Puspom TNI misalnya, adalah sekedar sebagai pemakai terhadap regulasi yang diciptakan oleh legislatif dan eksekutif.

Ya namanya juga pemakai produk, apapun yang kini dilakukan oleh Puspom, meski di pandang kurang sesuai tapi masih dalam koridor Undang-undang, tetap harus mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun