Yang kedua, evaluasi terhadap regulasi yang berlaku di TNI juga harus bersifat revisi. Ini tak lain dimaksudkan sebagai proses perbaikan dan meninjau atau memeriksa ulang beberapa ketentuan yang sudah berlaku.
Untuk kemudian dilanjutkan dengan proses perbaikan. Atau bahkan bisa jadi hingga pembaharuan. Jika ternyata ketentuan yang sudah berlaku dirasa tidak sesuai lagi dengan perkembangan terkini.
Insiden yang berlangsung di Polrestabes Medan oleh Mayor Dedi Hasibuan dan beberapa prajurit TNI masuk kedalam perspektif revisi tersebut. Disini yang perlu dikaji ulang adalah mengenai batas kewenangan.
Juga tentang cakupan obyek siapa saja keluarga TNI yang bisa mendapat bantuan hukum dalam rangka melaksanakan amanat Babinkum. Kalau tidak direvisi, akan muncul potensi negatif terhadap ketentuan ini.
Melanjutkan amanat reformasi di tubuh TNI bukan hanya tugas pejabat militer. Lebih-lebih tokoh yang duduk di lembaga legislatif dan eksekutif adalah yang paling bertanggung jawab untuk melakukan revisi aturan TNI.
Mengapa, karena para personil yang ada di kedua lembaga itulah sejatinya yang mengesahkan sebuah regulasi. Termasuk produk hukum yang akan berlaku di lingkungan militer.
Adapun badan yang bertugas menegakkan hukum di lingkungan militer seperti Puspom TNI misalnya, adalah sekedar sebagai pemakai terhadap regulasi yang diciptakan oleh legislatif dan eksekutif.
Ya namanya juga pemakai produk, apapun yang kini dilakukan oleh Puspom, meski di pandang kurang sesuai tapi masih dalam koridor Undang-undang, tetap harus mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI