Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Masih tentang Pemilu Proporsional Tertutup atau Terbuka

20 Februari 2023   08:13 Diperbarui: 21 Februari 2023   03:15 1246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sementara itu, pada satu kesempatan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo atau Bamsoet menyatakan, baik proporsional terbuka maupun tertutup punya kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri. 

Mungkin Bamsoet hendak mendudukkan posisi kedua sistem secara berimbang. Bahwa masing-masing tidak bisa di klaim sebagai yang terbaik dibanding yang lain. Hal ini disampaikan saat peresmian Graha pena 98 di jalan Hos Cokroaminoto 115, Menteng Jakarta Pusat.

Disarikan dari DetikNews 19 Pebruari 2023, Bamsoet menjelaskan sisi positif proporsional terbuka adalah caleg punya kedekatan lebih kuat dihadapan rakyat. 

Namun sisi negatifnya, ada peluang besar terjadi money politic. Sebaliknya pada sistem proporsional tertutup. 

Partai politik lebih mudah menentukan caleg berkualitas yang akan didudukkan di parlemen. Tapi kelemahannya, anggota parlemen tidak lagi takut pada rakyat. Tapi kepada partai.

Seorang pengamat politik dari Universitas Airlangga Surabaya bernama Airlangga Pribadi pernah menawarkan solusi jalan tengah. 

Disarikan dari tayangan VIVA.co.id 6 Januari 2023, Airlangga memberi saran agar meniru sistem pemilihan di Jerman. Di negara yang diperintah oleh “Kanselir” ini, pemilu diadakan dengan cara sistem campuran.

Seperti apa bentuknya..? Warga pemilih diberi dua surat suara. Satu lembar untuk memilih partai politik. Yang satunya lagi memilih calon. Ini mirip dengan pemilu legislatif dinegara kita tahun 2004 silam. 

Bedanya cuma di kertas suara. Tidak seperti di Jerman, ketika itu pemilih cuma menerima satu surat suara untuk satu tingkatan wilayah. Hanya saja, dikertas suara tersebut ada kolom mencentang partai dan kolom nama calon.

Lalu seperti apa hasilnya? Menurut saya sama saja dengan sistem proporsional tertutup. Meski caleg nomor urut buncit punya hak duduk di kursi legislatif mengalahkan nomor diatasnya dengan syarat harus mendapat suara sebanyak jumlah satu kursi, pada prakteknya tidak begitu. 

Yang banyak jadi tetaplah caleg bernomor urut kecil terutama 1 dan 2. Mengapa, karena ternyata sangat sulit memenuhi syarat jumlah suara tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun