Sesuai syarat yang kapan hari diminta oleh Partai Nasdem agar Koalisi Perubahan jalan terus, Demokrat dan PKS akhirnya mendeklarasikan pencapresan Anies Baswedan secara formal, terbuka dan tanpa embel-embel cawapres. Awalnya, Demokrat yang lebih dulu melakukan. Sekitar lima hari yang lalu. Lantas di susul oleh PKS beberapa hari kemudian.
Mungkin belum puas karena ada kesan jalan sendiri-sendiri, pada 30 Januari 2023 hampir tengah malam kemarin, Tim Kecil yang sebelumnya telah dibentuk oleh Nasdem, Demokrat dan PKS kembali mengulangi dukungan terhadap Anies. Kali ini dilaksanakan bersama-sama. Tapi sayang yang hadir cuma Demokrat dan PKS. Perwakilan dari Nasdem tidak datang.
Biasanya, yang selalu mewakili Nasdem di Tim Kecil adalah Sugeng Supartowo dan Willy Aditya. Tapi saat deklarasi bersama, keduanya tak nongol. Kemana mereka..? Kata Sudirman Said sebagai representasi dari Anies, kedua beliau sedang ada acara. Pak Sugeng lagi rapat di Komisi VII DPR RI. Sedang Willy Aditya masih ada di Lombok.
Apapun alasannya, ketidak hadiran Partai Nasdem saat Deklarasi mendukung pencapresan Anies merupakan masalah. Lha, jelas-jelas partai ini yang punya kepentingan pertama. Kok malah tak ada. Yang kasih perintah untuk deklarasi lagi. Masak tak datang. Kalaupun toh Sugeng Supartowo dan Willy Aditya ada halangan, sebenarnya bisa di wakilkan kepada jajaran pengurus lain. Di Nasdem kan banyak personil. Bukan cuma mereka berdua.
Lagi main petak umpetkah Nasdem..? Alias mau aman sendiri..? Tebakan saya iya. Mengapa, karena makin santernya isu reshuffle kabinet. Dimana Nasdem punya kader di dalamnya. Demi menjaga “stabilitas” agar menterinya tak di “tendang”, untuk sementara pilih sikap menjauh dulu dari segala proses atau aktifitas yang mengesankan mau musuhan sama Pak Jokowi.
Beredar kabar, reshuffle akan dilaksanakan pada tanggal 1 Pebruari 2023 besok. Tepat pada hari Rabu Pon. Dimana ini merupakan waktu yang selalu dipilih oleh Jokowi saat mengganti Menteri. Tak ada jawaban pasti ketika wartawan tanya soal itu pada Seskab Pramono Anung. Namun Pak Seskab tak mengelak soal kepastian adanya reshuffle. Katanya, “Walaupun tahu mohon maaf ya (tak bisa memberi info)” (Kompas.com, 30/01/2023).
Ya wajarlah Nasdem ngeman-ngemani jabatan Menteri. Dapat jatah tiga pos lagi. Lumayan banyak itu. Makanya, sebisa mungkin tetap harus dipertahankan. Kalau sampai lepas, wah bisa menjadi persoalan serius. Mengapa, karena jabatan menteri adalah rejeki bagi partai politik. Rejeki dalam arti power, koneksi dan jaringan. Pada kasus tertentu, bisa jadi berarti rejeki dalam bentuk yang sebenarnya.
Selain upaya diatas, Nasdem juga mengungkap tentang alasan reshuffle. Disarikan dari banyak sumber, Wakil Ketua Umum Partai Ahmad Ali berpendapat, reshuffle merupakan hak prerogatif presiden. Meski begitu, Ali punya keyakinan. Bahwa alasan dilakukan reshuffle adalah karena faktor kinerja. Bukan politik. Atau pertimbangan melihat hasil kerja dan tidak pada afiliasi parpol.
Ali mungkin bermaksud mengunci Presiden. Agar tak sembarangan mengganti menteri dari Nasdem. Dengan kata lain, Ali ingin memberi tahu Jokowi. Kalau terpaksa para menteri dari Nasdem di copot, ya silahkan saja. Tapi bukan karena mereka berasal dari Nasdem yang diketahui telah mencalonkan antitesa Jokowi untuk ikut pilpres 2024. Yaitu Aneis Baswedan. Melainkan karena dianggap tak mampu bekerja.
Jika demikian, maka salah satu parameternya harus melihat tingkat kepuasaan masyarakat. Untuk kepentingan tersebut, mari kita flashback. Menengok kembali hasil pengamatan terbaru tentang kinerja para menteri kabinet Jokowi-Makruf. Guna mengukur sejauah mana obyektifitas pertimbangan Jokowi ketika besok benar-benar mencopot tiga menteri dari Partai Nasdem.
Yang masih hangat dalam ingatan kita adalah survei oleh Poltracking Indonesia. Yang dilaksanakan pada bulan Desember 2022 kemarin. Saat itu, Hanta Yuda sebagai Direktur Eksekutif Poltracking memaparkan. Bahwa Menteri yang punya kinerja terbaik atau posisi tertinggi tak lain Prabowo Subianto. Menteri Pertahanan yang juga Ketua Umum Partai Gerindra tersebut sanggup mendulang suara hingga sebanyak 61.4 persen.
Sementara itu, tiga menteri dari Nasdem mendapat nilai di kisaran angka 50-an persen. Ada di posisi papan tengah. Berturut-turut angkanya sebagai berikut. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya 50.6 persen. Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate 50.5 persen. Sedangkan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo 50 persen.
Sebagai ukuran, mari kita bandingkan hasil survei Poltracking tentang posisi tiga Menteri dari Nasdem dengan anggota kabinet dari partai koalisi pemerintah yang lain. Karena Menteri dari Gerindra ada di posisi puncak, sekarang kita perhatikan yang dari PDIP, Golkar, PKB, PPP dan PAN. Hasilnya, PDIP Pramono Anung 52.2 persen. Ada diatas semua Menteri dari Nasdem.
Dua Menteri dari PKB juga sama. Unggul atas para Menteri Nasdem. Mereka adalah Ida Fauziyah yang mendapat suara 51.6 persen dan Yaqut Cholil Qoumas 51.5 persen. Hanya Menteri di Kementerian Desa dan Transmigrasi yang angkanya dibawah Siti Nurbaya, Johnny G. Plate dan Syahrul Yasin Limpo. Yaitu Abdul Halim Iskandar. Kakak Ketum PKB ini hanya memperoleh angka sebesar 46.6 persen.
Yang pegang Kementerian Perdagangan asal PAN tak luput unggul pula dibanding Nasdem. Zulkifli Hasan sebagai Menteri memperoleh suara sebanyak 51.1 persen. Dari empat Menteri asal Golkar, Luhut Binsar Panjaitan yang mendapat 50.4%, menang dibanding Syahrul Yasin Limpo tapi kalah lawan Siti Nurbaya dan Johnny G. Plate. Zanuddin Amali yang mendapat 50.1% hanya menang dari Yasin Limpo dan kalah lawan dua menteri Nasdem lain.
Yang paling apes adalah Agus Gumiwang. Menteri yang juga berasal Golkar ini hanya dapat 48.3 persen. Posisi Agus ada dibawah ketiga Menteri asal Partai Nasdem. Demikian pula perolehan suara menteri-menteri lain. Kecuali yang sudah disebut di atas tadi, berdasar survei Poltracking perolehan suaranya tentang kinerja ada dibawah Siti Nurbaya, Johnny G. Plate dan Syahrul Yasin Limpo.
Nah besok tinggal kita lihat. Siapa diantara anggota Kabinet, khususnya dari Nasdem, yang kemungkinan akan di ganti oleh Jokowi. Kalau ternyata penggantiannya selaras dengan angka hasil survei Poltracking, dapat disimpulkan reshuffle didasarkan pada kinerja sebagaimana keyakinan Ahmad Ali. Tapi kalau tidak, maka reshuffle murni karena pertimbangan politis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H