Tak bermaksud menafikan nama Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY. Harus di akui, beliau adalah mantan presiden dua periode. Juga tak bermaksud meragukan kemampuan putranya, Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY. Mantan tentara yang, meski kalau di lihat dari lingkup nasional cuma pensiunan Mayor, saat ini merupakan Ketua Umum Partai.
Jika melihat sosok SBY dan AHY, Partai Demokrat seyogyanya punya bentuk komunikasi politik yang positif. Tapi anehnya, makin dekat pilpres 2024, kondisi hubungan eksternal Demokrat tambah kurang baik. Partai ini kelihatan berseteru dengan dua partai sekaligus. Yakni Nasdem dan PKS. Padahal, keduanya merupakan calon kuat teman koalisi untuk bersama-sama mengusung capres cawapres.
Dalam amatan saya, partai pertama yang sering "berseteru" dengan Demokrat adalah Nasdem. Utamanya pasca pencapresan Anies Baswedan. Diketahui, beberapa kali elit kedua partai debat di media. Bahkan Sang Ketum AHY tak mau kalah juga harus "turun gunung". Aksi terakhir AHY adalah ketika melakukan konter opini terhadap Wakil Ketua Umum Nasdem Ahmad Ali.
Habis Nasdem, PKS tak luput pula ikut menyerang Demokrat. Terjadi ketika Wasekjen Demokrat Jansen Sitindaon menilai koalisi bisa bubar kalau ada yang bersikap dominan. Lewat Juru Bicaranya M. Kholid, PKS minta agar Demokrat tak baperan dan sebaiknya dibuat enjoy saja. Tak perlu dikit-dikit main ancam koalisi bisa bubar atau batal.
Selain soal hubungan kurang bagus dengan partai calon teman koalisi, Demokrat juga terlihat tak menemukan kepekaan ketika mengeluarkan pernyataan yang di lontarkan ke publik. Sekali lagi, tak bermaksud menafikkan nama SBY, justru Pak SBY-lah yang telah melakukan "sedikit" kesalahan itu atas nama Demokrat.
Apa kata Pak SBY..? Disarikan dari Kompas.com 17/01/2023, saat hadir pada acara temu kader utama di Pacitan Jawa Timur akhir pekan lalu, SBY minta agar beberapa keberhasilan yang telah dilakukan Demokrat perlu di buka kembali. Para kader didorong untuk mengingatkan masyarakat. Bahwa ternyata yang dulu itu lebih bagus. Bahkan, kondisi masyarakat saat ini kebih berat dibanding saat SBY jadi presiden.
Pernyataan SBY tersebut mengandung kelemahan. Disadari atau tidak, bisa dimanfaatkan oleh lawan politik untuk menghantam balik SBY dan Partai Demokrat sendiri. Terlebih menjelang berlangsungnya rebutan vox pop. Baik pemilu legislatif maupun presiden. Lawan yang jeli dan peka mengamati situasi, akan menjadikan pernyataan SBY tersebut sebagai peluru.
Ingat, dalam konteks infra struktur Demokrat dan SBY punya kelemahan. Yaitu terbengkalainya proyek pembangunan kompleks olah raga nasional Hambalang. Bahkan, saking "fenomenalnya" kegagalan proyek itu, hingga ada julukan "Candi Hambalang". Ditambah lagi, dan ini sayangnya, SBY selalu mengelak ketika masalah itu di tanyakan oleh wartawan.
Akar masalahnya mungkin bukan karena tindakan SBY dan Demokrat secara langsung. Tapi karena sebab-sebab perbuatan koruptif. Namun yang perlu disadari, para pelakunya terdiri dari kader Demokrat. Pastinya, yang kena getah adalah orang-orang yang ada disekitar partai berlambang mercy itu. Ya termasuk keluarga SBY sendiri.
Kalau masalah "Candi Hambalang" di angkat lagi ke permukaan, jelas merupakan "makanan empuk" bagi lawan politik. Efeknya bisa kena ke partai. Saat kampanye nanti, Demokrat akan dihajar habis-habisan oleh jurkam parpol lain. Dengan cara sebarkan kontens. Bahwa Demokrat turut andil sebagai penyebab terjadinya kerugian negara di proyek Hambalang.
Dalam konteks pilpres 2024, juga ada pengaruh terhadap rencana AHY untuk dijadikan cawapres. Entah sebagai pendamping Anies atau siapapun. Bisa-bisa, AHY dijegal. Alasannya, karena AHY merupakan bagian dari anggota keluarga SBY. Dimana mantan presiden ini dulunya dipersepsikan tak punya kemampuan mengendalikan "anak buah" untuk tak berbuat korupsi.
Sekedar saran, ada baiknya Demokrat mulai berbenah. Tujuannya menjaga hasil survei yang mulai membaik. Agar tetap stabil hingga nanti sampai pada pelaksanaan pemilu legislatif. Juga untuk memberi proteksi kepada AHY sebagai kandidat cawapres. Supaya tak jadi bulan-bulanan lawan politik. Akibat menanggung "dosa turunan" jaman SBY berkuasa dulu.
Menilik beberapa masalah yang selama ini kerap muncul ke permukaan, pembenahan dilakukan terhadap cara diplomasi dan upaya lobby. Demokrat dan para elitnya perlu memahami momentum serta materi saat ingin menyampaikan pernyataan. Juga melatih kesabaran dalam hal membawa nama AHY untuk disodorkan sebagai cawapres. Tak perlulah bersikap baper seperti dikatan M. Kholid dari PKS.
Yang lebih penting, harus ada inovasi terhadap branding dan strategi. Tata ulang keduanya. Menurut saya, jangan lagi di ulang-ulang menyampaikan keberhasilan SBY saat memerintah. Apalagi harus di "banding-bandingke" dengan prestasi yang telah dicapai oleh pemerintahan saat ini. Biarkan rakyat yang kasih penilaian.
Untuk strategi, perlu di perlunak sedikit. Sekali lagi, jangan terlalu bernafsu membawa nama AHY sebagai cawapres. Kata M. Kholid PKS, bawa enjoy saja. Ooo ya, tak usah tiru-tiru Ketua Umum PKB Cak Imin yang kelihatan agresif ingin buat komposisi baru jika Prabowo gandeng orang lain. Mengapa, karena kondisinya beda. Dikoalisi AHY ada tiga parpol. Sementara di Cak Imin cuma dua.
Saya kira, rencana SBY "turun gunung" kini sudah waktunya untuk benar-benar direalisasikan. Demi menyelamatkan Partai Demokrat. Sementara dalam konteks pilpres, guna mengajak Surya Paloh dan Salim Segaf duduk bertiga pada satu meja. Mencari titik terang soal nasib AHY. Kalau jadi cawapres kapan deklarasinya. Dan kalau tidak, bagaimana tindak lanjut berikutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H