Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kisah Inspiratif Putri Nabi Muhammad SAW, Nikah Beda Agama

22 Juni 2022   14:21 Diperbarui: 22 Juni 2022   14:53 841
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kisah perjalanan nikah beda agama putri Nabi sarat inspirasi. Bisa dijadikan pedoman memotret fenomena serupa yang terjadi sekarang ini. Pedoman bisa dicermati dari perbedaan sikap antara kaum qurasyi dan Nabi SAW. 

Saat pertama kali Nabi menyampaikan kebenaran islam, reaksi kaum qurasyi frontal dan ekstrim. Langsung berupaya memutus ikatan pernikahan keluarga mereka dengan pengikut dan putri-putri Nabi.

Sebaliknya, sikap Nabi sendiri sangat bijaksana. Meskipun menantunya masih menganut agama nenek moyang, Nabi tidak melakukan pemaksaan seperti dilakukan kaum qurasyi. 

Beliau membiarkan putrinya Sayyidah Zainab tetap dijadikan istri oleh Abul Ash bin ar-Rabi'. Kondisi seperti ini berlangsung cukup lama. Hingga Zainab di ijinkah hijrah oleh suaminya pasca Abul Ash bin ar-Rabi' bebas dari tahanan pasukan Madinah.

Namun demikian, bukan berarti Nabi SAW menyepelekan ketentuan agama. Setelah turun wahyu Al Mumtahanah ayat 10, Nabi melakukan akad ulang terhadap Abul Ash bin ar-Rabi'. Agar ikatan pernikahan dengan putri beliau berlangsung sesuai syariat. Tidak melanggar ajaran islam. Dan rumah tangga yang dibangun tidak bermasalah secara agama. Itu yang saya sebut tadi sejarah perjalanan nikah beda agama putri Rasul SAW. penuh keharuan, dramatik sekaligus sarat nilai-nilai kebijaksaan.

Melihat keberanian PN Surabaya memberi legalitas terhadap pernikahan RA dan EDS, sebaiknya gunakan cermin kisah Sayyidah Zainab dan Abul Ash bin ar-Rabi'. Jangan terburu-buru memberi vonis negatif. Apalagi menyampaikan komentar menyalahkan. Seakan-akan keputusan PN Surabaya itu adalah "bencana" bagi agama tertentu. Dan dianggap ada semacam upaya mengaburkan ajaran agama.

Saya tidak yakin sampai sejauh itu. Mengapa, karena keputusan PN Surabaya tidak an-sich berdiri sendiri. Ada kaitan dengan kewajiban pemerintah dalam hal melayani seluruh rakyat Indonesia. Yakni untuk memberi kepastian dan jaminan hukum. Sebab tanpa hal ini, perjalanan hidup rakyat pasti mengalami masalah. Ujung-ujungnya, nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tidak bisa dilaksanakan.

Coba pikir, andai pernikahan beda agama antara RA dan EDS tidak memperoleh legalitas sebagai suami istri sah. Bagaimana mungkin mereka dapat meneruskan hidup sebagai suami istri. Kedepan, pasti mengalami banyak kesulitan. Minimal, ada hambatan serius ketika hendak mengakses layanan publik yang difasilitasi negara. Demikian pula, kelak anak-anak yang dilahirkan juga bakal susah. Masa depan mereka suram.

Tanpa legalitas pernikahan, keturunan RA dan EDS tidak akan memperoleh pengakuan. Jika harus masuk sebagai anggota di Kartu Keluarga, nama ayahnya tidak tercantum. 

Pastinya, ini berdampak pada putusnya ikatan darah antara anak dengan bapak. Kalau nanti ada warisan, jelas nama anaknya tidak bisa dimasukkan sebagai ahli waris. 

Mungkin ini juga menjadi salah satu faktor keberanian PN Surabaya memutus legalitas perkawinan beda agama RA dan EDS. Daripada membiarkan mereka terlibat masalah, maka pilihan tengahnya adalah mengesahkan permohonan RS dan EDS.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun