Mohon tunggu...
Niswatuzzakiyah
Niswatuzzakiyah Mohon Tunggu... Lainnya - Freelance writer

Menebar manfaat sebanyak-banyaknya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cahaya Asa

2 Maret 2021   17:00 Diperbarui: 2 Maret 2021   17:16 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kenapa kau ingin jadi polisi?" tanyaku.

"Asa ingin menangkap orang-orang jahat. Kalau orang-orang jahat gak ada, kita pasti bisa hidup dengan tenang. Kalau Asa jadi polisi, orang-orang yang minum mabuk, pencuri, yang mau kasi racun ke Asa seperti kemarin, yang suka mukulin orang, Asa tangkap semuanya."

Aku tertegun mendengarnya. Sepertinya mimpinya itu juga tak lepas dari pengaruh pengalaman pahit hidupnya. Aku tersenyum. "Kau ini, percaya diri sekali? Ah. Yah. Semoga saja kau bisa jadi polisi yang dapat diandalkan."

"Asa yakin, Asa bisa jadi polisi suatu hari nanti." 

Aku terdiam. Anak ini, tanpa kusadari perlahan mampu memecahkan batu besar yang menghalangiku mengejar impian. Rasa maluku padanya semakin bertambah. Se pengecut itukah kau, Cahaya? Untuk bermimpi saja, kau tidak berani? 

Hey, benar juga. Tidak ada larangan bagi seseorang untuk bercita-cita, bahkan untuk seorang anak jalanan sepertiku. Hm. Sepertinya aku harus kembali merajut impian itu. Siapa tahu suatu hari nanti, aku benar-benar bisa mewujudkannya. Menjadi seorang jurnalis.

***

Badanku gemetar. Tubuhku seakan sulit digerakkan. Kepalaku tiba-tiba terasa sangat berat dan hampir saja aku hilang kesadaran setelah melihat kejadian mengerikan di depan mataku. Asa. Dia tertabrak truk ketika hendak menyeberang jalan. 

Aku memukul diriku sendiri. Bodoh. Kenapa kau tidak benar-benar memperhatikannya ketika hendak menyeberang? Ya Tuhan! Aku benar-benar tidak bisa memaafkan diriku sendiri. Dengan langkah gontai aku mendekati Asa yang berlumuran darah. Kini dia berada dipelukanku. Rintihannya masih terdengar, namun sangat pelan. Terbata-bata dia mengucapkan sebuah kalimat, tepatnya sebuah kalimat terakhir,

"Terima kasih, Kak. Kakak sudah...menjadi cahaya untuk Asa. Sepertinya... Asa tidak akan bisa... jadi polisi,"

Oh. Tidak, Asa. Kau lah, yang sesungguhnya menjadi cahaya bagiku. Karnamu, aku jadi semakin bersyukur dengan hidup yang kujalani. Dan kau juga yang tanpa sadar menumbuhkan kembali semangatku meraih impian. Aku menangis keras. Kupeluk erat raga yang sudah tidak bernyawa itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun