Mohon tunggu...
Zuhdy Tafqihan
Zuhdy Tafqihan Mohon Tunggu... Tukang Cerita -

I was born in Ponorogo East Java, love blogging and friendship..\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Andai Aku Presiden RI Episode 54 – “Take Me Out”

1 Februari 2010   08:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:08 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kami bertiga menghabiskan malam di sebuah kafe di kawasan Kemang Jakarta. Aku rindu menghabiskan malam dengan kongkow-kongkow seperti ini. Dengan alasan ada acara keluarga yang amat penting, aku mewakilkan Menteri Olahraga untuk menyambut Juara Kontingen Lempar Lembing se Asia Tenggara. Bukannya aku tidak care terhadap urusan lempar melempar lembing, tapi kali ini aku tak ingin melewatkan waktuku dengan dua sahabatku semasa kuliah ini.

Aku, Bogang, dan Mintris duduk semeja, dan kulirik, pasukan pengawalku lebih banyak memakai pakaian preman. Mereka menjagaku di sudut-sudut kafe, dan juga radius kurang lebih 500 m di sekitar kawasan ini. Maklumlah, sejelek apapun aku, aku adalah Presiden Republik Ini.

**

Bogang dan Mintris adalah dua kawan lamaku ketika kuliah dulu. Kami telah janjian untuk 'nangkring' di kafe ini jauh-jauh waktu. Aku menyeruput kopi ginseng, Bogang menyeduh jahenya, dan Mintris memilih untuk meminum soda gembira yang berwarna pink itu. Minuman-minuman ini, rupanya memang selalu begitu sejak dulu, dan melambangkan kepribadian kami bertiga.

Bogang, adalah kawanku yang mungkin paling jelek tampilan wajahnya, tapi paling merdu suaranya, terutama jika ia menyanyikan lagu-lagu nostalgia. Nama Bogang adalah julukan kami karena dua gigi depannya telah tanggal. Hanya ada satu di tengah, yang memisahkan dua gigi tanggalnya. Jika tersenyum, nampak sekali dua tempat di barisan giginya yang bolong. Dan dia memilih jahe. Katanya, agar tidak sering masuk angin. Soalnya, ketika tersenyum, ia mempunyai dua 'jendela' di giginya yang amat rentan kemasukan angin. Maklumlah, ia tak bisa memasang korden di sana.

Suatu ketika, aku menyarankannya untuk membuat gigi palsu. Tapi dia menolaknya dengan alasan yang cukup meyakinkan. Ada semacam efek suara yang bagus jika dua gigi tanggal itu tetap ada. Dan itu bermanfaat jika ia menyanyikan lagu-lagu nostalgia. Entah apakah begitu, ataukah dia hanya sekedar beralasan saja. Kalau menurutku, merdu suara Bogang lebih banyak ditentukan oleh bibirnya yang amat tebal itu. Soalnya, membran bibir tebal memang lebih powerful dan memiliki vibrasi yang kuat. Aku pernah memperhatikan artis negro Amerika yang berbibir tebal. Dan suaranya memang mantap.

**

Lain Bogang, lain pula Mintris. Temanku yang satu ini amat kurus, berkulit kuning langsat dan baby face. Cukup memberi kesan feminin. Ia anak bungsu dari 15 bersaudara. Ia mempunyai kakak-kakak kandung cewek yang amat memperhatikannya. Sejak kecil, ia mengaku, tak pernah mandiri. Selalu ditemani kakak-kakak perempuannya.

Dan hidupnya selalu enak. Minum es krim, coklat, dan dibelikan apa saja oleh kakak-kakaknya. Aku sering iri dengannya hanya gara-gara aku anak sulung. Ketika kuliah, sempat aku pernah melihat bahwa sebagian tugas kuliah Mintris dikerjakan oleh salah satu kakaknya yang dulu pernah kuliah yang sama jurusan dengannya.

Pernah juga ketika kami harus mengadakan acara camping di Batu Malang, salah seorang kakaknya juga sering mendatangi Mintris hanya untuk mengantarkan makanan, mengganti jaket hangatnya, dan memberikan krim anti busik di kulit. Wah, wah.. enak sekali dia.

Dan aku heran sekali. Sebagai seorang lelaki, Mintris menyukai banyak selera yang kecewek-cewekan. Termasuk warna. Mintris amat menyukai warna pink. Maka tak heran kalau kulihat ia memilih soda gembira malam ini. Jelas sekali, setelah sekian lama kami berpisah dengan urusan kami sendiri-sendiri, kami tak pernah beda. Kami masih seperti yang dulu.

**

"Aku berharap, kita tetap sama seperti dulu. Jangan panggil aku Pak Presiden, atau Mr. President." aku mulai membuka pembicaraan.

"Hehey.. kita tetap sama. Dan dalam satu hal.. tetap sama.." celetuk Mintris.

"Apanya?" aku menelisik.

"Yang akan kita bicarakan dengan serius.." seloroh Bogang.

"Lha iya.. apanya?" tanyaku kembali.

Bogang melirik Mintris.

"Kita bertiga.. tetap jomblo sampai sekarang. Bener nggak?" jawab Mintris sambil menambahkan air soda ke gelasnya.

**

"Maka timbul ide ini. Aku ingin.. kita bertiga.. mengikuti acara Take Me Out. Keren, kan?" kata Bogang sambil menatapku.

Aku tersenyum.

"Yakin loh?" ucapku asal.

"Yakin, man. Ini petualangan.. menguji nyali.."

Bogang amat bersemangat, sementara Mintris hanya diam.

"Bukannya.. loh secara awal.. bakal ketolak duluan nich.." olokku melihat tingkah Bogang.

"Nggak man.. kita coba aja.."

Dasar Bogang. Ia amat percaya diri.

**

"Aku juga ikut sobat. Aku sudah tak sabar menjomblo terus.." kata Mintris.

Aku berganti melirik Mintris.

"Kalau aku jadi kamu, aku akan minta tolong kakakku.. untuk mencarikan jodoh.." sengitku kepada Mintris.

"Heheh.. iya sih.. tapi aku malu dunk.."

"Ngapain malu..?"

"Ya.. kesannya kayak nggak bisa cari sendiri gitu.."

"Ya itu kan kenyataannya.."

"Eh.. kamu kok olok-olok aku sih.. tak bilangin kakakku lho.. entar tahu rasa kamu.."

Hihihi.. Aku hanya tertawa melihat Mintris.

**

DENG DENG.. Dan kami bertiga pun.. memang ikut acara itu. Take Me Out.

**

Kami berharap akan ada perubahan pada kami bertiga setelah mengikuti acara ini. Kami akan pulang dari acara ini dengan membawa seorang wanita, mengajaknya ke romantic room, dan merencanakan dating esok harinya. Wuih.. asyik, kan?

Mintris tampil pertama kali. Si presenter amat ramah dan mempersilakan Mintris untuk masuk ke ruang besar, tempat para cewek-cewek cantik siap mematikan lampu atau tetap membiarkan lampu menyala. Mintris datang diiringi lagu F4. The Love You Want. Dan ia datang dengan langkah gontai yang mirip peragawati jalan di catwalk.

Ampun!! Setelah presenter mempersilakan cewek-cewek memberikan pendapatnya.. DUP DUP DUP.. Banyak yang mematikan lampu. Ooh.. hanya satu yang tetap menyala.

Dan sang presenter penasaran, ingin tahu mengapa banyak yang mematikan lampu. Masing-masing, memberikan jawaban.

"Yah.. dia berjalan seperti layang-layang putus.. Saya lebih suka pria tegap.."

"Yah.. saya tidak suka bajunya. Mengapa ia memakai baju warna pink?"

"Saya tidak suka senyumnya.. lebay banget.."

"Kok. kayak cewek, ya.."

Yah.. dan seterusnya.. tak berperikemanusiaan sama sekali komentar-komentar itu. Byuhh!!

**

Giliran Bogang yang tampil kemudian. Presenter sudah mempersilakannya, dan aku melihat Bogang keluar dari backstage sambil membawa mic, menyanyikan lagunya Lionel Ritchie. Lagunya memang very sweet. Tapi, sungguh sayang. Bogang telah mengumbar senyumannya, dan dua 'jendela'nya telah nampak. Ini gejala buruk. Tiba-tiba..

**

PETTTT.. DUBB PEETTT. Lampu di seluruh ruangan tiba-tiba mati. Para kru acara segera memerintahkan untuk menayangkan iklan dalam hitungan sepersekian detik. Semua ribut, dan segera ada laporan dari luar studio.

Seseorang yang mengaku pimpinan produksi tergopoh-gopoh, dan dengan bentak sana bentak sini berharap genset segera hidup kembali.

"Mungkin genset kedua, ketiga.. " bentaknya. "Ada apakah gerangan yang telah terjadi??"

Segera seseorang melaporkan kepada kru bahwa genset meledak. Dan gardu genset terbakar. Pihak keamanan studio segera mengambil hydrant untuk mematikan kebakaran kecil itu.

Jadi kesimpulannya, cewek-cewek cantik itu tak perlu mematikan lampu untuk menyambut Bogang. Sebab, genset pun tak tahan melihat Bogang berdiri di panggung Take Me Out. Ooh nasib..

**

Dan sekarang, giliran aku. Kulihat, panggung Take Me Out amat bising menanti kehadiranku berdiri di studio ini. Begitu pula presenter yang amat bangga dan bahagia. Basa-basi sana sini diucapkannya, persis para birokrat yang suka mengambil hatiku.

"Mr. President.. hebat. Saya sama sekali tak pernah bermimpi untuk bertemu Anda dalam acara yang amat sangat spesial ini.." kata presenter. "Saya yakin, tak akan ada wanita yang mematikan lampunya jika melihat Anda. Meski jika saja Anda bukanlah seorang presiden.."

"Mengapa begitu?" tanyaku.

"Yah.. Anda macho, tegap, ganteng, dinamis.. ahh.. segala yang banyak diinginkan wanita.."

"Tapi saya sudah terlanjur menjadi presiden. Bagaimana menguji hipotesis Anda itu? Ah.. Anda suka guyon aja rupanya.."

"Nah.. itu nilai tambahan bagi Anda lagi. Tidak sombong, dan rendah hati. Anda hebat, dan Anda tiba-tiba memang menjadi seorang presiden. Coba, siapa yang akan menolak seorang presiden seperti Anda?"

Puji-pujian yang memabukkan.

**

Dan memang, tak ada lampu yang mati. Aku melirik wanita-wanita dari ujung kiri sampai ujung kanan. Ada Anita, Bimbi, Cantika, Dila, Ernie, Fetti, ahh.. cantik-cantik semua.

"Karena tak ada lampu yang mati.. maka kami mempersilakan Anda untuk mematikan tiga lampu, Mr. President.." ucap sang presenter.

Mendadak, aku menjadi gagu ketika melihat cewek-cewek cantik ini. Sama sekali tak ada yang level menengah. Semuanya seperti finalis Miss Negeri Ini. Mana mungkin saya mematikan lampu?

**

"Aturannya memang begitu, Mr. President.." kata mas presenter.

"Tidak. Saya tidak mau. Saya tak mau mematikan lampu. Saya tidak ingin menyakiti hati wanita. Jika saya mematikan lampunya, berarti saya membunuh harapannya kepada saya.." jawabku taktis.

"Mr. President.. mungkin Anda sedikit tidak paham.."

"Maksudnya??"

"Yaa.. agar nanti hanya ada satu orang yang akan menjadi ibu negara. First Lady di negeri ini.."

"Yap betul.. tapi jika saya mematikan lampunya.. dan dia sangat menginginkan saya.. apakah saya bisa dianggap seseorang yang tahu betapa halusnya perasaan seorang wanita??"

**

"Saya sangat menghargai Anda, Mr. President. Dan kami juga tahu bahwa Anda mengetahui peraturan di sini." presenter masih mendebatku.

"Tapi tidak untuk kali ini.."

"Mm.. sebenarnya.. Anda menginginkan seorang pendamping, kan? Karena Anda adalah presiden yang jomblo sampai saat ini.."

"Iya.."

"Dan Anda harus menyeleksi sekian banyak wanita ini.."

"Tidak ada seleksi.."

"Trus.."

"Begini. Saya lihat, dari ujung kiri sampai kanan, semuanya cantik-cantik. Saya akan mengambil semuanya.."

Sang Presenter terhenyak.

"Mengambil semuanya??? Maksudnya??? Anda ingin mengawini mereka semua??? Super Poligami begitu???ALLSOME di Romantic Room???" tanya presenter menatapku tajam.

Tiba-tiba.. seluruh wanita cantik yang ikut acara itu dari kiri sampai kanan mematikan lampu mereka. Tak ada satupun yang terlihat menyala.

Mereka kompak berteriak kencang.

"KAMI TAK INGIN DIPOLIGAMI OLEH PRESIDEN SIALAN INI !!!!"

**

Akhirnya, kami bertiga pulang dari acara ini dengan status tetap sama. Jomblo.

[ salam entah mo bilang apa ]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun