Mohon tunggu...
Zuhdy Tafqihan
Zuhdy Tafqihan Mohon Tunggu... Tukang Cerita -

I was born in Ponorogo East Java, love blogging and friendship..\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Andai Aku Presiden RI Episode 58 – “Baskom Waktu”

8 Februari 2010   00:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:02 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika mesin waktu memang ada, aku ingin pergi ke masa depan dengan mesin itu. Sayang sekali, sementara ini mesin waktu hanya ada di otak tukang cerita fiksi ilmiah untuk anak-anak. Namun demikian, aku pernah mendengar cerita ada seseorang yang pintar, yang mampu melihat masa depan, bahkan melihatnya dengan air di atas baskom milik orang itu. Aku penasaran.

"Panggil orang itu ke sini. Aku ingin melihat masa depanku setelah sepuluh tahun atau lima belas tahun tidak menjadi presiden lagi," perintahku kepada Pak Ontoseno.

"Baik, Mr. President. Tapi.. konon orang itu bekas tukang santet, Mr.. Bagaimana?" Ontoseno balik bertanya.

"Nggak apa-apa. Mantan tukang copet juga nggak apa-apa. Yang penting, aku mau bukti bahwa di baskomnya ada filem masa depanku."

"Baik, Mr. President. Akan saya datangkan orang itu.."

"Ngomong-ngomong, siapa nama orang itu?" tanyaku penasaran.

"Mm..namanya.. Ki Jaljalut, Mr. President.. aneh, kan?"

"Hmm.. memang aneh."

**

Dan orang itu telah datang beberapa saat kemudian sambil membawa baskom ajaibnya. Orangnya berewok, matanya sipit, dan berbaju hitam-hitam gombrong.

"Maaf, Pak Presiden. Saya sudah membawa baskomnya. Tapi airnya belum ada, Pak Presiden. Saya tergesa-gesa datang kemari, tadi.."

"Ya nanti saya suruh Jemangin mengambil air dari sumur istana.."

"Ah.. nggak bisa dong, Pak Presiden.."

"Memangnya kenapa?"

"Airnya harus diambil dari tujuh sumber mata air di negeri ini.."

"Ooh.. Tujuh sumber??"

"Iya, Pak Presiden. Diantaranya, dari mata air Pandaan dan dari mata air di Puncak.."

Aku berpikir sebentar. Kok seperti mata air yang ada di botol air mineral itu, ya??

**

Segera saja aku menyuruh orang-orangku untuk mendatangkan air itu. Dan campuran air tujuh sumber pun telah berada di dalam baskom Ki Jaljalut. Dan segera, ia mengucapkan mantera-mantera aneh. Mata Ki Jaljalut melotot, dan bibirnya komat kamit. Sebentar kemudian, ia melirikku.

"Maaf, Pak Presiden. Anda ingin melihat scene masa depan untuk.. berapa tahun ke depan?" tanya Ki Jaljalut.

Busyet! Ki Jaljalut tahu istilah scene. Apa dia mantan sutradara filem, ya?

"Mm.. berapa ya..? Coba 15 tahun ke depan, dech.."

"Mm.. Maaf lagi, Mr. President. Anda ingin scene di pagi hari.. di malam hari.. atau di sore hari..?"

Aku berpikir sebentar.

"Di pagi hari, dech.."

"Oke.. trus.. Anda ingin scene di hari apa? Senin, Selasa, Minggu?"

"Mm.. Senin dech.." jawabku asal.

"Oke Pak Presiden. Biarkan air tujuh sumber di dalam baskom ajaib ini bekerja.. nanti kita lihat sama-sama.."

Ki Jaljalut nampak mengeluarkan mantera-mantera aneh lagi.

"Mm.. meger-meger.. metuo sinoro meger.."

Aneh sekali. Aku tak paham apa yang diucapkannya.

**

Dan aneh bin ajaib. Ada filem nampak di baskom ajaib.

**

Nampak aku sedang berjalan mondar-mandir setengah tergesa-gesa, ada anak-anak kecil berteriak-teriak.. dan heheheh.. siapa yang berjalan mondar-mandir sambil berteriak-teriak juga itu? Oh.. sepertinya.. si Natalia.

"Ayoo.. lekas.. ini sudah hampir setengah tujuh. Ayo papi.. ambil kaos kaki si Titok! Ayo naak.. lekas dipakai sendiri, ya.."

"Nggak mau mami.. Titok mau dipakaikan papi.."

"Titok.. ayo belajar mandiri.."

Dan ada anak kecil perempuan sedang nonton kartun di depan tipi.

"Tatik.. ayo lekas ganti bajunya. Nonton tipi melulu sih.. gimana sih kamu.. ayoo.. ini sudah siang..Waduuh.. mana ya dasi dan topi Tatik.."

"Pokoknya kalau dasi sama topinya nggak ketemu.. Tatik nggak mau sekolah.." anak kecil yang bernama Tatik juga berteriak.

"Papi.. carikan dasi sama topi Tatik.. cepaaattt!!"

"Iya iya mii..!!"

Ramai dan heboh.

**

"Mami.. tikus di perangkap belum dibuang.."

"Ngapain mami buang tikus di perangkap.. itu tugas papi.."

"Tapi kalau nggak segera dibuang.. nanti mati.. baunya.. haduuh.."

"Mana dasi sama topi Tatik.. ayo pii.. kasih sini.."

"Iya mi.."

Tiba-tiba Titok berlari dari arah belakang.

"Papi.. makanan kelincinya habis.."

"Apa?? Bukannya kemarin sudah beli kangkung tujuh ikat??"

"Nggak tahu. Tuh kelinci rakus banget, Pi.."

"Aduuh.. Ganti aja sama makanan apa saja. Apel boleh.. di meja.."

Tatik yang sedang memakai baju seragam menjerit.

"Apaaa??? Itu apelku.. masak mau dikasih kelinci.. Jangan!! Nggak boleh!!"

Dan tiba-tiba terdengar suara bel dari depan.

"Heh.. itu mobil jemputan sudah datang.. ayo lekas Titook.. jangan ngurusi kelinci melulu.. Ayo Tatiikk.. lekas siapkan bukumu.."

Kulihat Natalia menuju ke belakang. Celingak celinguk.

"Eh.. anak-anak tadi belum sarapan, ya pi..?"

"Ya belum.."

"Titook.. Tatiik.. ini bawa roti buat sarapan.. dimakan di mobil ya.."

Padahal, aku sudah melihat Titok dan Tatik sudah pergi dengan mobil jemputan sekolahnya.

"Apa?? Sudah berangkat??"

"Iya. Baru saja."

"Aduuh.. pokoknya mami nggak mau tahu. Papi harus mengantarkan roti ini ke sekolah.."

"Aduh Mi.. itu kan kesalahan mami. Ngapain mami lupa ngasih roti buat sarapan tadi??"

"Sekali-kali lupa kan nggak papa, Papi.."

"Aduuh.. "

"Kalau nggak bangun kesiangan pasti nggak lupa.."

"Gara-gara begadang inich.."

"Ya papi juga.. malem ngajak begadang terus.."

"Ya sudah.. sana mandi keramas.. gantian.."

**

Sayang sekali.. adegan pagi yang ribet itu sudah selesai. Kulihat Ki Jaljalut tersenyum.

"Maaf, Pak Presiden. Saya mengeluarkan seluruh energi untuk menampilkan filem di baskom tadi.. saya masih agak lemas.. perlu istirahat dulu.."

"Tapi.. Ki Jaljalut.. saya ada satu permintaan lagi.."

"Permintaan apa??"

"Pokoknya.. sekarang harus ditampilkan.."

"Saya masih harus istirahat, Pak Presiden.. "

"Saya inginnya sekarang, Ki.. mohon dituruti.."

"Hmm.."

"Udah dech. Pokoknya.. honornya saya lipatkan lima kali.."

"Lima kali??"

"Iya Ki.. lekas ya.. ditampilkan.."

"Ya.. akan segera saya tampilkan.."

"Baguslah.."

"Maunya apa??"

"Saya mau scene.. DI MALAM HARI.. "

"Waah.. dasar otak Pak Presiden.. agak ngeres nich...."

"Bisa kan??"

"Ya bisa.. "

"Tapi.. Ki Jaljalut tidak boleh lihat.."

"Ya setuju saja. Tapi.. kalau nggak boleh lihat.. honor dilipatkan sepuluh kali.."

"Oke.."

Dan akupun melihat scene di malam hari. Hehehehe.. asyik.. tapi yang ini tidak akan kuceritakan hehehe...

[ salam manis ]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun