Mohon tunggu...
Zuhdy Tafqihan
Zuhdy Tafqihan Mohon Tunggu... Tukang Cerita -

I was born in Ponorogo East Java, love blogging and friendship..\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Andai Aku Presiden RI Episode 27 – “Sunatan Masal”

25 Desember 2009   01:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:47 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ngomong-omong, punya rencana masuk SMP mana? Saya dengar, tahun ini kamu sudah bersiap masuk SMP." tanya Dokter Noor.

"SMP 1, Dokter." jawabku sambil memperhatikan Dokter Noor yang sudah mulai bekerja. Aneh sekali. Sepertinya, tititku sudah dipotong.

"Mudah-mudahan diterima di sekolah favorit itu. Saya juga alumni sana, kok." kata Dokter Noor mulai bercerita lagi.

"Ngomong-ngomong, kamu punya cita-cita jadi dokter seperti Saya?" tanya Dokter Noor sembari tetap bekerja dan aku melihat dia mulai menjahit tititku.

"Tidak, dokter. Saya tidak ingin menjadi dokter." jawabku singkat. Aku jujur saja. Aku memang tidak ingin menjadi dokter. Tapi aku tidak mau mengungkapkan perihal alasanku mengapa tidak ingin menjadi dokter. Aku takut kalau alasanku akan membuat Dokter Noor marah dan memotong tititku sampai habis.

Akhir-akhir ini, menurutku, menjadi dokter sunat itu lebih kejam dari tukang jagal sapi. Dokter sunat adalah seorang pembantai titit yang kejam. Padahal, titit adalah makhluk lemah yang tidak melawan. Titit adalah makhluk yang mulia tanpa dosa. Titit adalah penerus generasi manusia. Coba bayangkan sebuah dunia tanpa titit. Pasti kehidupan manusia akan punah. Bener-bener alasan yang konyol, kan? Ah tidak tidak. Itu hanya guyonanku saja, kok.

Sejatinya, aku tidak pernah ingin menjadi dokter karena aku takut melihat darah. Tidak tegaan begitu. Jadi, kalau kupaksakan cita-citaku yang tidak suka menjadi dokter itu, dan kemudian aku menjadi dokter beneran, waah.. tentu keadaan akan menjadi runyam meskipun aku tidak kurang akal. Aku akan membuka praktek sendiri dan memasang tulisan di tempat praktekku,"Tidak menerima pasien yang terluka dan mengeluarkan darah. Tidak melayani pasien yang minta disuntik, karena meskipun sedikit, bekas suntikan juga ada darahnya. Hanya menerima konsultasi kesehatan bagi pasien yang benar-benar sehat."

"Sudah selesai." kata-kata Dokter Noor menyentak lamunanku.

"Benar-benar tidak terasa sakit. Terima kasih dokter." komentarku kemudian. Aku langsung menyalami Dokter Noor.

"Selamat. Selamat menjadi perjaka dewasa dengan senjata baru yang lebih tajam." kata Dokter Noor bergurau. Gila!!. Dokter ini bener-bener punya selera humor juga.

"Terima kasih dokter. Harapan saya.. mm.. " aku tidak jadi melanjutkan komentarku. Sedianya aku mau berkata ‘harapan saya.. dokter tidak memakan potongan titit saya.' tapi kutahan mulutku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun