Mohon tunggu...
Zuhdy Tafqihan
Zuhdy Tafqihan Mohon Tunggu... Tukang Cerita -

I was born in Ponorogo East Java, love blogging and friendship..\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Andai Aku Presiden RI Episode 26 – “Birokrasi”

24 Desember 2009   00:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:48 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam satu bulan ke depan, aku akan menjalin komunikasi yang akrab dengan para Ketua-ketua RT di beberapa wilayah. Mereka akan kupanggil ke istana, membuat mereka nyaman, agar mereka merasa menjadi temanku atau sahabatku yang akrab. Jadi aku berharap tak ada perbedaan status sosial, tak ada jarak antara aku yang presiden, dan mereka yang ketua RT.

"Untuk apa itu Anda lakukan, Mr. President?" Natalia selalu penasaran.

"Nanti pada saatnya kamu akan tahu." jawabku bergaya ala Khidlir kepada Musa.

Bola mata indah Natalia berputar-putar. Pada saat seperti itu, aku tahu bahwa otaknya sedang bekerja, dan ia memasang banyak hipotesa dan intuisi dalam analisis ilmiahnya. Maklumlah.. dia wanita yang pintar..

"Apakah Anda akan mensurvey para ketua RT itu dengan pertanyaan apakah di lingkungannya masih ada janda muda.. atau.. wanita sholihah yang siap dinikahi?" tanya Natalia dengan nada dasar C. (Curiga)

Dasar Natalia. Mengumpulkan Ketua RT saja, dicurigai. Padahal, seharusnya ia lebih layak curiga dengan guling dan bantal di kamarku. Karena, guling dan bantal di kamarku telah menemaniku tidur berhari-hari.

**

Dan mereka telah datang, rata-rata memakai baju batik, baju khas Ketua RT. Mereka beramah tamah denganku di istana sambil menikmati hidangan yang telah disediakan. Rata-rata mereka ramah, dan mempunyai kemampuan komunikasi yang sangat baik. Aku menyapa beberapa dari mereka.

"Assalaamualaikum.. bagaimana kabarnya, Pak.." sapaku kepada seorang Ketua RT yang memakai baju batik yang ada gambar burung perkututnya dan memakai songkok asli bikinan home industri Gresik.

"Alhamdulillah, baik Pak Presiden. Sungguh saya tidak bisa mengungkapkan kebahagiaan ini. Saya tak pernah bermimpi sama sekali untuk mendapat undangan yang sedemikian berharga ini.." katanya berbasa-basi.

"Ha ha ha.. biasa sajalah, Pak. Tapi.. mungkin ada firasat tertentu barangkali.. sebelum mendapatkan undangan dari saya..?" aku mencoba menyelidik.

"Benar, Pak Presiden. Saya bermimpi dicium kambing tetangga saya selama tiga hari berturut-turut, Pak. Saya bingung waktu itu.. ada firasat apaaa ini..? Eee.. ternyata.. dapat undangan dari orang nomor satu di negeri ini.." jawabnya lugu.

"By the way, Bapak menjabat Ketua RT di daerah mana, Pak..? Saya ingin tahu.." tanyaku penasaran.

"Mm.. apa, Pak Presiden? Busway? Saya tadi tidak naik busway.."

"Oh.. maaf.. maksud saya.. ngomong-ngomong.. Bapak menjabat Ketua RT di daerah mana?" tanyaku kemudian setelah aku merasa salah melempar kata. (By the way dikira busway)

"Oo.. itu. Saya adalah Ketua RT 03 RW 03 Desa Singosaren, Kecamatan Jenangan, Kabupaten Goronopo, Propinsi Jawa Timur, Indonesia, Kode Pos 63492.. Pak Presiden.." jawab orang itu. Dia pikir, aku juga menanyakan alamat rumahnya.

"Mudah kok pak nyari rumah saya itu. Pokoknya, di depan rumah saya ada pohon mangga gadung, trus tiga rumah dari rumah saya ada mushola. Pagar depan rumah saya berwarna biru.. dulu sih.. kira-kira 15 tahun yang lalu.. pagar depan rumah saya.. kuning pak.. sekarang.. sudah biru.. ha ha.." orang ini terus nerocos dan aku mendengarkannya dengan sepenuh hati.

"Ya Pak. Terima kasih atas obrolannya. Maaf.. Bapak namanya siapa?" tanyaku tak kalah ramah.

"Saya.. Sujiwo Pak.." jawabnya.

**

Aku mendatangi salah seorang lagi.

"Permisi Bapak.. bagaimana kabarnya.. silakan menikmati hidangan yang ada.." sapaku kepada pak Ketua RT yang kelihatannya sudah tua.

"Baik, Pak Presiden.. ini sungguh penghargaan yang tiada tara Pak Presiden.. kenalkan Pak.. nama saya Sutopo. Saya menjabat ketua RT sudah hampir 30 tahun, Pak.."

"Waah.. berarti Bapak ini dipercaya sama warga kayaknya.."

"Ah.. kalau dipercaya masih saya pertanyakan Pak. Kalau dikerjai.. mungkin iya Pak.. Bahasa Jawanya.. 'diplekotho'.. "

"Lho.. kok bisa begitu?"

"Lha iya to Pak Presiden. Jadi ketua RT itu berat. Ibarat kata harus bisa jadi 'segoro'. Samudera. Harus sabar luar biasa menghadapi warga yang sedemikian banyak macemnya. Kalau kita benar.. tak pernah dipuji atau dihargai. Kalau kita salah.. jadi kasak-kusuk pembicaraaan.. jadi rasanan.. lha kan ya serba repot to Pak.."

Aku mencoba mendengarkan dengan baik.

"Padahal.. gaji ketua RT itu kecil pak.. hanya cukup untuk bayar uang kencing di toilet umum.." keluh Pak Sutopo.

"Tapi.. kok bapak bisa bertahan sampai 30 tahun.. menjadi ketua RT?" tanyaku semakin menyelidik.

"Lha gimana lagi.. seperti yang saya ceritakan di depan itu.. tak ada yang mau jadi ketua RT di lingkungan kami. Trus.. jika saya mencoba mengundurkan diri.. para warga itu selalu bilang.. Ya jangan mengundurkan diri to Pak.. wong presiden yang dulu itu saja.. berkuasanya 32 tahun, kok.. masak bapak masih 30 tahun mau mengundurkan diri.. Nah yang bilang begitu itu kan ya.. kurang ajar sekali, Pak Presiden.." jawab Pak Sutopo jujur.

"Mungkin.. ada yang mau diceritakan, Pak.. perihal rasa seneng bisa hadir di istana ini.." pancingku.

"Iya pak presiden. Saya juga mendapat firasat aneh sebelum menerima undangan dari bapak. Saya mimpi pak.."

"Mimpi apa, Pak Sutopo?"

"Saya mimpi menikah lagi, Pak Presiden.."

Aku tercenung mendengar jawaban Pak Sutopo.

"Menikah? Dengan siapa, Pak?"

"Dengan Surti, janda ujung jalan kampung. Yang pinter membuat pisang goreng itu lho Pak Presiden. Alaah.. itu lho.. yang rumahnya dekat sama Parlan si tukang batu.."

"Mm.. iya Pak. Saya tahu.." aku langsung menstop ceritanya.

"Saya seneeng bukan main mimpi itu Pak.. Ee.. ternyata saya diundang ke istana negara.."

"Lha.. memangnya.. apa hubungannya Pak.. antara Surti dan Undangan ke Istana Negara..?"

"Ya nggak ada hubungannya, to Pak.."

Aku berpikir dulu sebelum melontarkan pertanyaan terakhir.

"Ngomong-ngomong.. memangnya.. ada niatan Pak Sutopo untuk kawin lagi..?"

Pak Sutopo sepertinya malu menjawab.

"Mm.. iya Pak.. untuk yang ketiga.."

"Lho.. maksudnya..?"

"Mm.. Istri saya sudah dua Pak Presiden.."

Glek. Dasar Ketua RT doyan kawin.

**

"Nah.. sekarang apa lagi?" tanya Natalia kepadaku.

"Aku akan mengecek seberapa sehat birokrasi kita.."

"Caranya??"

Natalia memutar-mutar pulpennya. Aku tahu dia sangat penasaran dengan otak cerdikku.

"Kirim barang-barang untuk para Ketua RT itu. Akan kuterbitkan Inpres sebagai payung hukum.. mengenai bantuan alat-alat rumah tangga untuk para Ketua RT. Isinya.. dalam konsepku ini.. : 5 bungkus Mi instan, 5 bungkus obat nyamuk bakar, 5 botol minyak angin, 5 pasang sandal jepit, 5 buah pasta gigi, 5 botol sampo, 5 botol sabun cair, dan 5 bungkus deterjen. Aku ingin tahu apakah semua barang-barang itu sampai ke tangan mereka. Dan ingat! Tak ada pengawasan dalam distribusi barang-barang itu kepada Ketua RT. Salurkan lewat birokrasi. Mulai dari Gubernur, Bupati, Camat, Kepala Desa/Kelurahan, dan Ketua RW. Aku mau lihat apa yang terjadi.." jawabku taktis.

Natalia hanya mesam-mesem.

**

Sebulan kemudian setelah semua proyek bantuan itu dilaksanakan.

Pagi-pagi betul, aku menelepon Pak Sutopo.

"Pagi Pak Sutopo.. gimana kabarnya?"

"Ooh.. baik Pak Presiden.."

"Langsung saja ya Pak.. apa bantuan dari saya sudah sampai di rumah..?"

"Bantuan yang mana, Pak Presiden..?"

"Itu.. bantuan berupa 5 bungkus mie instan.. 5 bungkus obat nyamuk bakar.. dan lain-lainnya.."

"Lho.. memangnya.. ada mie instannya, Pak?" tanya Pak Sutopo keheranan.

"Lho.. ada kok Pak.."

"Begini Pak Presiden.. selama ini saya hanya menerima 1 botol minyak angin.. yang selalu saya gunakan untuk kerokan.. yang mie instan.. yang obat nyamuk.. semuanya itu tidak pernah saya dapatkan.."

GLEKK.. Nyantol dimanakah yang lain??

**

Lantas, aku juga menelepon Pak Sujiwo. Setelah berbasa-basi, ternyata Pak Sujiwo malah setengah marah.

"Jadi.. setelah kami ini diundang ke istana.. ternyata sama Pak Presiden hanya akan diberi satu botol sampo, ya Pak.. Terima kasih saya ucapkan. Dan jangan menelepon saya lagi..!!!" teriak Pak Sujiwo. "Asal tahu saja ya Pak.. Persediaan sampo saya masih cukup banyak. Cukup untuk keramas setiap pagi selama satu tahun kedepan!!!"

[ Ya cuma di cerita ini saja Presiden di teriaki sama Ketua RT ]

Aku terdiam cukup lama. Mana barang-barang yang kukirimkan kemarin itu.. Nyantol dimana? Di birokrasi?? Ah.. aku tak mau menjawabnya.

[ salam cinta untuk yang baca ini ]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun