Dalam satu bulan ke depan, aku akan menjalin komunikasi yang akrab dengan para Ketua-ketua RT di beberapa wilayah. Mereka akan kupanggil ke istana, membuat mereka nyaman, agar mereka merasa menjadi temanku atau sahabatku yang akrab. Jadi aku berharap tak ada perbedaan status sosial, tak ada jarak antara aku yang presiden, dan mereka yang ketua RT.
"Untuk apa itu Anda lakukan, Mr. President?" Natalia selalu penasaran.
"Nanti pada saatnya kamu akan tahu." jawabku bergaya ala Khidlir kepada Musa.
Bola mata indah Natalia berputar-putar. Pada saat seperti itu, aku tahu bahwa otaknya sedang bekerja, dan ia memasang banyak hipotesa dan intuisi dalam analisis ilmiahnya. Maklumlah.. dia wanita yang pintar..
"Apakah Anda akan mensurvey para ketua RT itu dengan pertanyaan apakah di lingkungannya masih ada janda muda.. atau.. wanita sholihah yang siap dinikahi?" tanya Natalia dengan nada dasar C. (Curiga)
Dasar Natalia. Mengumpulkan Ketua RT saja, dicurigai. Padahal, seharusnya ia lebih layak curiga dengan guling dan bantal di kamarku. Karena, guling dan bantal di kamarku telah menemaniku tidur berhari-hari.
**
Dan mereka telah datang, rata-rata memakai baju batik, baju khas Ketua RT. Mereka beramah tamah denganku di istana sambil menikmati hidangan yang telah disediakan. Rata-rata mereka ramah, dan mempunyai kemampuan komunikasi yang sangat baik. Aku menyapa beberapa dari mereka.
"Assalaamualaikum.. bagaimana kabarnya, Pak.." sapaku kepada seorang Ketua RT yang memakai baju batik yang ada gambar burung perkututnya dan memakai songkok asli bikinan home industri Gresik.
"Alhamdulillah, baik Pak Presiden. Sungguh saya tidak bisa mengungkapkan kebahagiaan ini. Saya tak pernah bermimpi sama sekali untuk mendapat undangan yang sedemikian berharga ini.." katanya berbasa-basi.
"Ha ha ha.. biasa sajalah, Pak. Tapi.. mungkin ada firasat tertentu barangkali.. sebelum mendapatkan undangan dari saya..?" aku mencoba menyelidik.