Seperti halnya dengan karya seni yang memiliki simbolisme kompleks, patung ini memancing berbagai respons. Ada yang melihatnya sebagai langkah positif untuk membangun dialog lintas budaya dan agama. Namun, ada juga yang menanggapinya dengan skeptisisme atau penolakan karena melihat simbolisme tersebut sebagai campuran antara agama dan politik.
Vatikan berperan penting dalam memastikan bahwa karya ini tetap mengedepankan semangat perdamaian dan bukan provokasi atau polarisasi. Dengan menggunakan simbol-simbol ini, mereka berupaya memfasilitasi ruang refleksi dan dialog yang berfokus pada persatuan dan harmoni.
Sebuah Seruan untuk Perdamaian Global
Melalui patung ini, pesan universal disampaikan: bahwa konflik dan ketidaksetaraan dapat diselesaikan melalui empati, solidaritas, dan dialog. Yesus, sebagai simbol cinta kasih dan pengampunan, berbaring di atas kain kaffiyeh mengingatkan kita semua bahwa kemanusiaan memiliki kewajiban untuk saling mendukung dan mencari solusi bersama untuk membangun dunia yang damai.
Karya ini, pada akhirnya, adalah ajakan untuk berpikir, merenung, dan berusaha memperbaiki ketidakadilan yang terjadi di seluruh dunia melalui komunikasi, kerja sama, dan pemahaman yang lebih dalam.
Adegan patung bayi Yesus terbaring di atas kain kaffiyeh di Vatikan bukan hanya simbol seni, tetapi juga simbol harapan dan seruan untuk perdamaian. Dengan memadukan aspek spiritual dan simbol sosial-politik, pameran ini membuka ruang diskusi dan refleksi mendalam tentang masa depan yang berkeadilan, harmonis, dan damai bagi seluruh umat manusia.
Selamat menjalani masa adven bagi sahabat yang merayakannya. Salam damai dalam Tuhan. (Yy)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H