Seiring perkembangannya, kini banyak penjual puthu yang tidak berkeliling dengan dipikul atau dengan sepeda onthel membuat suara siulan yang melengking dari kukusan puthu tak lagi terdengar. Apalagi di era digital, pembeli lebih banyak meggunakan jasa pengiriman online untuk mendapatkan kue puthu ini.
Berasal dari Negeri Tirai Bambu
Dilansir dari detikfood.com, berdasarkan catatan Sejarah kue Putu dapat ditemukan di "China Silk Museum" di Hangzhou, China. Resep pertama kue ini diketahui sudah dibuat sejak masa Dinasti Ming yang berjaya pada tahun 1368-1644 (abad ke-13).
Di negara Tirai Bambu kue ini dikenal dengan xiao roe xiao long yang berarti kue dari tepung beras yang diisi kacang hijau. Dimasak dengan cetakan bambu kemudian dikukus hingga matang. Kue ini menjadi kudapan kesukaan kaisar kerajaan China.
Berdasarkan dari bukti-bukti sejarah yang ada, kue puthu datang ke bumi Nusantara bersama para imigran yang datang ke Nusantara di abad pertengahan. Pada masa itu Kerajaan Majapahit yang tengah mundur, kedatangan orang-orang dari negeri China untuk menetap dan berdagang, salah satunya adalah Laksamana Cheng Ho yang terkenal beserta anak buahnya yang singgah untuk beberapa waktu di bumi Nusantara.
Keberadaan kue puthu merupakan salah satu bentuk akulturasi budaya dalam hal kuliner tradisional. Seiring dengan akulturasi dengan budaya masyarakat, kue dari negeri China ini  diserap dan dimodifikasi. Jika di negeri China kue puthu atau disebut dengan xiao roe xiao long  ini berisi kacang hijau, maka masyarakat nusantara mengisinya dengan gula aren atau gula merah karena gula aren mudah didapat dan melimpah.
Tersurat dalam Serat Centhini
Keberadaan jajanan tradisional nusantara, khususnya Jawa tersurat dalam Serat Centhini, naskah yang ditulis ketika masa Kerajaan Mataram (1814) yang menurut penelitian ditemukan 24 jenis makanan tradisional yang hingga saat ini masih dijumpai di pasar-pasar tradisional Jawa Tengah dan Jawa Timur. [staffnew.uny.ac.id – Endang Nurhayati, dkk].
Serat  Centhini  mulai  ditulis  pada  hari  Sabtu  Paing  tanggal  26 Muharam Tahun Je Mangsa VII 1742 AJ dengan sengkalan Paksi Suci Sabda Aji atau bulan Januari 1814 Masehi, dan selesai ditulis pada tahun 1823. Penulisan  serat  ini  atas  perintah  putera  mahkota  Kerajaan  Surakarta yaitu Adipati Anom Amangkunagara III yang kemudian menjadi raja Kasunanan Surakarta dan bergelar Sunan Pakubuwana V yang bertahta pada tahun 1820-1823. Selain sebagai pemrakarsa beliau juga sebagai ketua tim penulisan Serat Centhini tersebut. [kebudayaan.kemendikbud.com]
Salah satu dari 24 kue tersebut adalah puthu yang tertulis dalam kisah yang yang menyebutkan jajanan tradisional Jawa bernama puthu pada tahun 1630 di Desa Wanamarta, Probolinggo, Jawa Timur.
Terdapat dua kisah tentang puthu dalam Serat Centhini yang menyebutkan kue puthu. Satu kisah menceritakan ketika Ki Bayi Panurta yang meminta muridnya menyediakan hidangan pagi. Hidangan yang disajikan ada beberapa termasuk serabi dan puthu sebagai makanan pelengkapnya.