Masa mudanya bergelut dengan dunia seni wayang orang. Ibuku seorang penari wayang orang dan kadang sebagai sinden ketika kakek mendalang dalam pertunjukan wayang kulit. Sekalipun kini suaranya tak seindah dulu, namun jelas nampak Ibu dulu senang pula bernyanyi. Hal ini menurun padaku dan kedua putriku.Â
Aku Anak Semata Wayang
Demi mempertahankan keberadaanku, ibu berjuang hebat setelah dua kakakku harus gugur sebelum cukup umur untuk dilahirkan. Segala upaya Ibuku lakukan agar aku dapat bertahan dalam kandungannya dan terlahir sempurna. Kandungan ibuku sangat lemah. Melalui kisah yang acap kali ibu ceritakan, ibu berjuang sekuat tenaga agar aku tidak bernasib seperti kedua kakakku.
Seorang dokter kandungan yang terkenal bagus bernama Mamahit telah sangat berjasa pada keberhasilan kandungan ibuku. Aku terlahir sempurna. Ibu berkata dan berkaca-kaca dan tak henti selalu bersyukur karena waktu itu beberapa kali ibu merasa seperti nyaris keguguran lagi.Â
Setiap kali mendengar kisah ini aku selalu tak sanggup menahan air mata. Hal ini yang membuat aku selalu merasa bersyukur, dan menganggap beliau sebagai seorang malaikat dalam hidupku.
Tak Pernah Berubah
Tidak ada yang berubah dari diri ibuku meskipun fisiknya telah nampak semakin menua dan lemah. Ibu dengan ikhlas dan rela merawat ketiga anakku sejak lahir hingga mulai beranjak dewasa. Kegemarannya memasak pun tak dapat diragukan lagi, walaupun terkadang ada yang terlupa; kadang keasinan kadang tidak berasa. Bagi kami wajar-wajar saja.
Setiap hari ada saja yang dibuatnya, selain rutin membuat jamu olahan dari rimpang herbal. Kue tradisional dari singkong, ketela, pisang atau apa saja selalu terhidang di meja makan. Ibu selalu marah jika kularang memasak karena tenaganya yang mulai lemah. Ia tidak mau dianggap tidak bisa apa-apa.