Mohon tunggu...
Yayuk Sulistiyowati M.V.
Yayuk Sulistiyowati M.V. Mohon Tunggu... Guru - Pembalap Baru

SOLI DEO GLORIA

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Retret Kampus Ursulin Cor Jesu 2022 -

31 Oktober 2022   08:30 Diperbarui: 9 Februari 2023   16:21 1535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Retret Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kampus Cor Jesu Malang di Rumah Retret Ursulin Bintang Kejora – Pacet, Mojokerto (21-29 Oktober 2022)

Duc in altum” yang berarti “bertolaklah ke tempat yang dalam…” (Luk 5:4) bukan merupakan tema yang diusung dalam kegiatan retret bersama ini, namun dengan kegiatan retret yang dilaksanakan oleh Kampus Cor Jesu Malang ini mengajak seluruh Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kampus untuk mendalami dan merefleksi diri jauh ke dalam hati.

RETRET

          Retret berasal dari kata Re-Trahere (latin): “kembali - menarik” (menarik ke belakang) untuk mengembalikan kesegaran, memperoleh kekuatan serta menemukan visi yang lebih baru. 

Retret dilakukan sebagai pemenuhan kebutuhan spiritual, dapat menjadi sarana menghilangkan stress juga dapat sebagai upaya menjaga kesehatan. 

Retret sebagai sebuah sarana mempersiapkan diri, batin dan jiwa untuk menemukan diri kita sendiri di dalam kenyataan hidup kita sendiri.

          Selama retret para peserta meninggalkan rutinitas; jauh dari keluarga masing-masing dan meninggalkan semua kewajiban di tempat kerja. 

Semua peserta mendapat asupan makanan dan minum yang sehat, teratur dan terjamin, dapat beristirahat dengan nyaman di tengah lingkungan dan alam sekitar yang sejuk serta dapat beribadah dengan khusuk. 

Yang paling menarik adalah peserta mendapat ‘daging’ dari penyajian materi dari setiap sesi.

MENGOLAH HATI

“Manusia sejati adalah mereka yang takut akan kematian hatinya dan bukan [kematian] badannya” (Ibn al Qayyim).

          Romo Ignasius Budiono, Ordo Carmel pendamping retret mulai 25 – 29 Oktober 2022 ini mengawali sesi dengan tajuk Mengolah Hati. Beliau mengungkapkan bahwa retret pertama-tama adalah SAAT UNTUK BERDOA, saat hening dan mengolah HATI. 

Hati adalah yang paling penting dari manusia. Hati merangkum seluruh diri manusia. “Jagalah hatimu dengan segala  kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan“ (Ams 4,23).

          Hati adalah yang paling penting dari manusia. Hati merangkum seluruh diri manusia. Manusia sangat perlu olah raga, namun juga sangat perlu melakukan olah hati. 

Dengan mengolah hati manusia diharapkan dapat menjaga dan memelihara kesehatan hatinya di tengah perkara yang sulit bahkan yang tak ada harapannya sekalipun. 

Seperti anak kecil yang baru belajar jalan akan mengalami saat jatuh, jatuh dan jatuh sebelum akhirnya akan mampu bangkit sendiri berjalan bahkan berlari. Seperti kalimat seorang revolusioner, Tan Malaka “terbentur, terbentur, terbentur, terbentuk” yang mengingatkan kita untuk tidak menyerah dalam mencapai sebuah tujuan.

Dipanggil untuk Mencintai dan Berbelas Kasih

          SERVIAM [Servite et amate = layanilah dan cintailah ] menjadi motto dan core values seluruh sekolah Ursulin. Melayani dan mencintai menjadi nilai Pendidikan Ursulin yang  merupakan panggilan dasar manusia. 

Santa Angela sebagai pendiri Ordo Suster Ursulin dan Suster-suster Angelin telah memberikan teladan cinta dan belas kasih yang dihidupi hingga saat ini. 

Ciri mendasar hidup St. Angela ialah kesatuan kontemplasi dan aksi; KONTEMPLASI dengan menjalin hubungan dekat dengan Yesus yang dipelihara dengan doa, dan AKSI yakni menjalin hubungan dekat yang berbuah pelayanan kepada orang lain atau sesama.

          Romo Budi memaparkan bahwa kenyataan yang harus manusia hadapi di zaman sekarang ini bertolak belakang dengan kekayaan cinta dan belas kasih. Saat ini kita hidup dalam “Masyarakat yang cair” (Liquid Society) di mana ikatan antar satu sama lain menjadi semakin cair. 

Orang tidak merasa begitu terikat dengan keluarganya, komunitasnya, merasa bisa hidup sendiri. Keluarga atau komunitas dirasakannya sebagai “kurang penting”. 

Orang semakin individualis karena merasa mampu menyelesaikan semuanya sendiri. Relasi antar personal pun semakin dangkal dan tak mampu dalam memasuki hati sendiri yang berdampak pada kekosongan batin.

          Empat hal yang dapat dipetik dalam membudayakan cinta dan menghidupinya antara lain ialah :

  • Hospitalitas. Artinya menerima semua pribadi dengan tangan terbuka. Dengan mengesampingkan egoisme pribadi yang adalah zona nyaman dengan menerima hal lain yang berbeda
  • Rendah hati. Tak jarang orang jatuh dalam sikap meremehkan yang lain, atau memandang sebelah mata. Hal ini terjadi karena kita jauh dalam sikap kedangkalan dan tidak mengenal diri dengan baik.
  • Belajar mendahalukan orang lain. Naluri yang sangat kuat dalam diri kita manusia adalah “naluri aku duluan”. Inilah akar dan inti dari egoisme.
  • Belajar mendengarkan. Mendengarkan adalah pekerjaan yang jauh lebih berat dibandingkan berbicara. Paul Tillich mengungkapkan “The first duty of love is to listen”; dapat diartikan bahwa mendengarkan adalah perwujudah cinta yang konkret dan termasuk yang paling penting.  

          Berawal dari cinta maka akan tumbuh sikap ‘welas asih’. Rasa ‘welas asih’ tak akan lahir jika tidak mempunyai rasa cinta. 

Kata “Compassion” (Inggris) – dari kata “compassione” (Latin): artinya “menderita bersama”. Welas asih adalah sikap yang lahir dari kemampuan merasakan penderitaan orang lain. Ia ikut merasakan lapar dari mereka yang lapar, ikut merasakan sakit dari mereka yang sakit.

Dipanggil untuk Berani dan Tangguh

          Dua sesi terakhir mengajak peserta retret untuk menjadi pribadi yang berani dan tangguh. Setelah mendapat bekal menjadi pribadi yang penuh cinta dan welas asih maka pribadi yang diperlukan adalah pribadi yang kuat, berdaya juang dan tangguh. 

Untuk menjadi pribadi yang tangguh dan tahan uji, setiap pribadi harus mempunyai keberanian untuk berubah. Kalau bukan diri sendiri, siapa lagi. 

Melalui performance setiap  kelompok memberikan visualisasi yang menggambarkan peribadi yang tangguh. Kreativitas per kelompok tertuang dalam mini drama, bernyanyi, berpuisi, berpantun dan juga ber yel-yel bertema "ketangguhan".

         Di hari terakhir, retret ini ditutup dengan misa perutusan yang dipimpin sendiri oleh Romo Budi. Rona wajah sukacita tergambar dari wajah seluruh peserta retret. 

Mereka kembali ke dunia nyata berbekal cinta, belas kasih disertai jiwa yang berani dan tangguh. Kembali memberikan pelayanan pada keluarga, seluruh anak didik, rekan sejawat dan sekomunitas serta masyarakat. 

Dalam permenungan yang menyatu dengan Tuhan, diri sendiri dan alam semesta maka diharapkan dapat menebarkan buah-buah sukacita bagi sesama, membudayakan cinta dan welas asih pada setiap pribadi. Salam Cinta !

Sesi diskusi kelompok, menyatu dengan alam semesta (dengan latar belakang Gunung Pundak - Mojokerto)
Sesi diskusi kelompok, menyatu dengan alam semesta (dengan latar belakang Gunung Pundak - Mojokerto)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun