melekatnya nilai-nilai Jawa pada diri Soekarno dapat kita lihat dari peninggalan patung dirgantara di Pancoran, yang diperjuangkan pembuatannya sebagai simbol perkasanya Indonesia. patung itu representasi dari sosok gatot kaca, tokoh wayang yang memiliki keberanian dan kekuatan sehingga bisa berdiri pada kakinya sendiri.
Masa Remaja dan Pengenalan Ideologi
pada saat sekolah menengah di HBS (Hoogere Burger School) Soekarno menerima nilai-nilai, pemikiran, pandangan dan politik barat. Â guru-gurunya orang belanda mengajarkan nasionalisme dan marxisme.Â
pada masa yang sama Soekarno yang tinggal (ngekos) di Rumah  Tjokroaminoto belajar banyak ideologi dan nilai baru mulai dari pemikiran politik islam dan praktik politik. Soekarno mengamati betul bagaimana tradisi jawa berpadu dalam sarekat Islam yang dipimpin Tjokroaminoto.
kepemimpinan Soekarno diasah pada organisasi Studie-Club Bandung. organisasi ini memiliki banyak cabang diwilayah lain. namun, hanya Studie-Club Bandung lah yang bercorak radikal dan non-kooperatif terhadap kolonial.Â
budaya pada studie-club, pengetahuan paham sosialis marxis dan pergaulannya dengan tokoh radikal sosialis lah (Tjipto mangunkusumo) yang membawa sikap non kooperatif Soekarno di masa depan.
satu fakta dari Soekarno muda yaitu Non -Kooperatif akut yaitu sosok yang menolak bekerja pada Dinas Pekerjaan Umum maupun menempuh karir pada almamaternya. Soekarno lebih memilih dalam perjuangan politik dan misi kemerdekaan indonesia meskipun jalurnya sengsara.
Semangat Nasionalisme
keterpurukan nusantara pada saat itu membawa tekad Soekarno untuk berjuang bagi kemerdekaan, Soekarno menempuh jalan non-kooperatif (menolak kerja sama). pada saat yang sama ia menjadi pendorong bagi perluasan pendidikan politik dan pemersatu masyarakat melalui organisasi yang dikelolanya.
organisasi-organisasi yang dipegang Soekarno secara tidak langsung menunjukan sikap Non-Kooperatif dan mengobarkan semangat nasionalisme