Mohon tunggu...
Yuswanto Raider
Yuswanto Raider Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang guru dan penulis lepas yang lahir di Surabaya pada 14 Februari 1974. Sejak tahun 2005 saya tinggal di Desa Kembangsri Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto

Hobi saya merawat tanaman, traveling, outdoor learning, dan advokasi kemasyarakatan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Refleksi HAKORDIA, 3 Sistem Ini Mampu Berantas Korupsi Pendidikan

9 Desember 2024   00:33 Diperbarui: 9 Desember 2024   00:43 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SANG KORUPTOR : Sekolah harus dibersihkan dari oknum-oknum koruptor yang menggunakan berbagai dalih (Foto : Yuswanto Raider)

Beberapa saran sebagai refleksi HAKORDIA dalam dunia pendidikan, minimal harus bertumpuh pada 3 (tiga) hal berikut :

SELEKSI PEJABAT

Sudah bukan menjadi rahasia, jabatan dalam dunia pendidikan ibarat produk yang butuh harga beli. Bahkan secara kamuflase, jabatan itu dapat "dilelang" oleh pejabat diatasnya. Jabatan mulai Kepala Dinas Pendidikan Provinsi hingga Kabupaten dan Kota, adalah jabatan "mahal" yang banyak menjadi rebutan.

Tak berhenti disitu, jabatan Kepala Sekolah pun juga menjadi sebuah produk yang layak untuk diperjual belikan. Hal itu dikarenakan indicator seleksi jabatan tak dijalankan dengan benar. Faktanya dalam setiap musim pengangkatan kepala sekolah, justru banyak korban yang sejatinya sangat memenuhi kompetensinya. Justru oknum-oknum yang mengandalkan "rekomendasi" dan tersedianya "amplop" yang cukup, mampu menggusur sosok yang mengantongi prestasi.

Analisis konsekuensinya adalah, ketika jabatan-jabatan itu diperjual-belikan, maka setiap oknum juga harus memiliki modal. Modal yang dimaksud adalah modal untuk "membeli" kursi jabatan yang diinginkan. Fakta seperti itu jarang diketahui faktanya karena "cerdasnya" oknum dunia birokrasi dan dunia pendidikan dalam menciptakan sandiwara. Meskipun hal itu dikategorikan sebagai pengkhianat aturan perundang-undangan.

Berikutnya, bilamana dalam menduduki jabatan membutuhkan modal, maka rasionalnya harus mengembalikan modal pembelian jabatan. Nah, pada saat berniat mengembalikan modal itulah, para oknum pejabat dunia pendidikan biasanya menghalalkan segala cara. Berbagai kucuran dana pendidikan akan menjadi sasaran empuk untuk percepatan pengembalian modal. Disinilah akhirnya korupsi itu berkembang dan membudaya dalam dunia pendidikan kita.

Meskipun berbagai fakta yang terjadi di atas sudah bukan menjadi rahasia publik, nampaknya masih belum ada tindakan yang konkret untuk pencegahannya. Oleh karena itu, dimasa kepemimpinan Bapak Prabowo Subianto ini, KPK bersama unsur terkait lebih dapat menindak dan memberikan sanksi yang massif pada para pelakunya. Itu pun kalau pemerintah menghendaki terwujudnya pendidikan yang bermutu dan berkualitas secara totalitas.

GENERASI EMAS : Peserta didik diberikan pendidikan nasionalisme agar mereka mampu mencintai bangsa dan negaranya dengan terus berprestasi dan melawan korupsi. (Foto : Yuswanto Raider)
GENERASI EMAS : Peserta didik diberikan pendidikan nasionalisme agar mereka mampu mencintai bangsa dan negaranya dengan terus berprestasi dan melawan korupsi. (Foto : Yuswanto Raider)

DANA PENDIDIKAN

Dalam dunia pendidikan ada yang disebut sebagai sekolah. Sekolah dimasing-masing jenjang memiliki perbedaan dalam sumber pendanaan. Kebijakan itu tentunya seiring dengan pembagian pajak maupun skala prioritas pembangunan sektor pendidikan.

Pemerintah pusat melalui kementerian pendidikan, sudah sejak lama mengalokasikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Sedangkan pemerintah daerah, untuk provinsi mengucurkan dana Biaya Pendukung Operasional Penyelenggaraan Pendidikan (BPOPP). Khusus ditingkat pemerintah daerah Kabupaten dan Kota, biasanya mengalokasikan dana Bantuan Operasional Pendidikan (BOP).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun