Tanggal 9 Desember, diperingati sebagai Hari Antikorupsi Sedunia (HAKORDIA). Termasuk pada tahun 2024 ini. Adapun tema yang diangkat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah "Teguhkan Komitmen Berantas Korupsi untuk Indonesia Maju".
Seperti yang dilansir pada www.detik.com tertanggal 8 Desember 2024, tema tersebut merupakkan Keputusan KPK yang tertulis dalam Surat Edaran Nomor 18 Tahun 2024 tentang Imbauan Penyelenggaraan Kegiatan Hari Antikorupsi Sedunia yang diterbitkan langsung oleh KPK.
Sementara itu, pada laman www.kpk.go.id, Tema ini diusung dengan filosofi bahwa momentum ini sangat penting bagi Indonesia untuk memperkuat komitmen dari seluruh elemen bangsa dalam memberantas korupsi.
Hal itu, dilakukan demi terwujudnya tujuan pembangunan nasional dengan memanfaatkan tiga momentum besar di Indonesia, yaitu pergantian kepemimpinan nasional, pembangunan ibu kota baru Nusantara, dan menuju Indonesia Emas 2045.
Seiring dan selaras dengan tema HAKORDIA 2024, nampaknya perlu diimplementasikan dalam dunia pendidikan. Bagaimana pun, dunia pendidikan memiliki tanggungjawab besar untuk melakukan pendidikan antikorupsi. Ironisnya, meski pendidikan antikorupsi dilakukan sejak lama, faktanya justru dunia pendidikan menjadi sarang koruptor.
Meskipun disadari atau tidak, korupsi yang terjadi dalam dunia pendidikan termasuk "halus" dan hampir tak terlihat. Mengapa? Karena hal itu terjadi secara tersistem dan atas kolaborasi berbagai kepentingan buruk. Para oknum akademisi, oknum teknokrat maupun oknum birokrasi dalam dunia pendidikan, sepertinya menjadi penyumbang bobroknya dunia pendidikan.
Korupsi dunia pendidikan sudah dapat dikatakan sebagai budaya. Meskipun sistem pendidikan sudah bagus, sebagaimana tertuang dalam UU No.20 tahun 2003, tetapi korupsi di dunia pendidikan makin massif dan (maaf) sangat professional. Hal ini lah yang harus diperhatikan oleh pemerintahan dibawah kepemimpinan Bapak Prabowo Subianto.
Ironisnya lahi, korupsi dalam dunia pendidikan sepertinya sudah terjadi mulai jenjang pendidikan PAUD/TK hingga perguruan tinggi. Pola dan cara mainnya hampir sama dan segenap kepentingan yang menjadi pelaku juga tidak jauh berbeda. Itulah yang menjadi sumber petaka bagi dunia pendidikan Indonesia yang sulit maju dan berkembang pesat.
Pada kesempatan kali ini, penulis mencoba merefleksikan HAKORDIA sebagai momentum untuk memberantas dan atau meminimalisir tindakan korupsi dunia pendidikan. Mengingat semua sumber terjadinya korupsi dalam dunia pendidikan didominasi anggaran dan kepentingan penyikapan.