Mohon tunggu...
Yusuf Siswantara
Yusuf Siswantara Mohon Tunggu... Dosen - Pendidik dan Pemerhati Pendidikan

Menyukai penelitian dan pendidikan nilai dan karakter

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kebenaran dalam Bayangan

28 Agustus 2024   13:22 Diperbarui: 28 Agustus 2024   13:32 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lin terdiam, mempertimbangkan tawaran itu. Ia tahu bahwa tidak ada yang bisa mengubah masa lalu, tetapi tawaran Malik mungkin bisa memberikan anaknya masa depan yang lebih baik, tanpa harus hidup dalam bayang-bayang ketakutan. Setelah beberapa saat, ia akhirnya mengangguk pelan.

"Kami akan pergi dari sini, Malik. Dan setelah itu, kamu tidak akan pernah mencoba mencari kami lagi. Biarkan kami hidup dengan tenang, tanpa kamu."

Malik mengangguk, meskipun hatinya terasa berat. Ia tahu bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk memberikan sedikit keadilan bagi Lin dan anaknya. "Aku berjanji, Lin. Aku tidak akan pernah mencari kalian lagi. Tetapi, jika suatu hari dia ingin mengetahui tentangku, aku akan selalu ada untuknya."

Lin tidak menjawab, ia hanya berbalik dan mulai berjalan menuju rumahnya. Malik berdiri di sana, menatap punggung Lin yang semakin menjauh, merasakan beban besar yang tak mungkin bisa ia lepaskan. Ia tahu bahwa ia telah melakukan hal yang benar, tetapi kesadaran itu tidak menghapus rasa bersalah yang selama ini menghantuinya.

Malam itu, Malik kembali ke hotelnya dan menulis surat panjang kepada anaknya, surat yang penuh dengan penyesalan dan harapan. Ia tidak tahu apakah surat itu akan pernah sampai ke tangan anaknya, tetapi ia tahu bahwa itu adalah satu-satunya cara untuk mencoba menebus dosanya. Setelah menulis surat itu, Malik menyiapkan segala hal untuk keberangkatan Lin dan anak mereka. Ia tahu bahwa ini adalah terakhir kalinya ia akan berusaha memperbaiki kesalahan yang telah ia buat.

Beberapa hari kemudian, Malik menerima kabar bahwa Lin dan anak mereka telah berangkat ke tempat yang lebih aman, ke tempat di mana mereka bisa memulai hidup baru. Malik hanya bisa berharap bahwa mereka akan menemukan kedamaian yang selama ini mereka cari.

Malik tidak pernah mendengar kabar dari Lin atau anaknya lagi setelah itu. Tetapi, ia selalu menyimpan surat yang ia tulis, berharap suatu hari anaknya akan membacanya dan mengerti. Malik menjalani sisa hidupnya dengan beban rasa bersalah yang tidak pernah hilang, tetapi dengan keyakinan bahwa ia telah melakukan yang terbaik untuk memberikan masa depan yang lebih baik bagi anaknya, bahkan jika itu berarti menghilang dari hidup mereka selamanya.

Dalam bayang-bayang malam yang sunyi, Malik tahu bahwa kebenaran selalu akan menemukan jalannya. Dan meskipun kebenaran itu pahit, ia berharap bahwa pada akhirnya, anaknya akan menemukan jalan menuju kedamaian yang tidak pernah ia dapatkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun