Mohon tunggu...
Yusuf Siswantara
Yusuf Siswantara Mohon Tunggu... Dosen - Pendidik dan Pemerhati Pendidikan

Menyukai penelitian dan pendidikan nilai dan karakter

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kebenaran dalam Bayangan

28 Agustus 2024   13:22 Diperbarui: 28 Agustus 2024   13:32 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lin memandang Malik dengan tatapan penuh kepahitan. "Dia tidak pernah tahu siapa ayahnya. Dan aku berusaha keras untuk melindunginya dari masa lalu yang kelam. Kami hidup dalam pelarian, selalu berpindah dari satu tempat ke tempat lain, mencoba menghindari bayangan masa lalu yang selalu mengejar kami."

Malik ingin mengatakan sesuatu, tetapi kata-kata itu seakan tersangkut di tenggorokannya. Lin, yang kini berdiri di depannya, bukan lagi perempuan yang ia kenal dua puluh tahun lalu. Dia adalah seorang ibu yang telah berjuang sendirian, membesarkan anaknya di bawah bayang-bayang masa lalu yang penuh trauma. Rasa sakit dan penderitaan yang dirasakannya begitu nyata, dan Malik tidak bisa melakukan apa-apa untuk mengubahnya.

Lin melanjutkan, suaranya penuh emosi yang terpendam, "Setiap kali dia bertanya tentang ayahnya, aku hanya bisa memberitahunya bahwa ayahnya adalah seorang yang berbahaya, seorang yang tidak boleh dia temui. Tapi, bagaimana aku bisa menjelaskan bahwa ayahnya adalah pria yang menghancurkan hidup ibunya? Bagaimana aku bisa memberitahu bahwa dia adalah hasil dari malam yang penuh kebencian dan penderitaan?"

Air mata mengalir di pipi Lin, dan Malik merasa hatinya semakin hancur. Ia ingin menyentuh Lin, ingin memeluknya, tapi ia tahu bahwa itu tidak akan pernah bisa memperbaiki luka yang telah ia buat. "Aku ingin bertemu dengannya, Lin. Aku ingin melihat anak kita," katanya dengan suara yang penuh penyesalan.

Lin menggelengkan kepala, dengan tatapan yang tegas. "Tidak, Malik. Kamu sudah cukup menghancurkan hidup kami. Aku tidak akan membiarkan kamu menyakiti dia juga."

"Aku tidak ingin menyakitinya, Lin. Aku hanya ingin melihatnya, mengenalnya. Aku ingin mencoba menebus kesalahanku," ujar Malik, meskipun ia tahu bahwa tidak ada kata-kata yang bisa benar-benar mengubah apa yang telah terjadi.

Lin menghela napas panjang, matanya menatap jauh ke arah horison yang tak terlihat. "Kamu ingin menebus kesalahanmu? Kamu tidak bisa, Malik. Apa yang terjadi sudah terjadi, dan tidak ada yang bisa mengubahnya. Anak kita tidak membutuhkan ayah seperti kamu. Dia hanya membutuhkan kedamaian, jauh dari bayangan masa lalu."

Malik terdiam, memahami bahwa harapannya untuk memperbaiki sesuatu yang sudah rusak begitu parah adalah sesuatu yang mustahil. Tetapi, di dalam hatinya, ia merasa bahwa ia tidak bisa menyerah begitu saja. Ada sesuatu yang masih bisa ia lakukan, sesuatu yang mungkin bisa memberikan sedikit kedamaian bagi anaknya, bagi Lin, dan mungkin, bagi dirinya sendiri.

"Lin," kata Malik dengan suara yang penuh ketulusan, "Aku tahu aku tidak bisa memperbaiki masa lalu. Aku tahu aku tidak bisa menebus semua yang sudah terjadi. Tapi, izinkan aku untuk setidaknya membantu kamu dan anak kita. Aku akan pergi, jika itu yang kamu inginkan, tetapi aku akan meninggalkan sesuatu yang bisa memberikan kalian kehidupan yang lebih baik."

Lin memandang Malik dengan tatapan skeptis, tetapi ada keraguan yang muncul di matanya. "Apa yang bisa kamu berikan yang bisa menghapus semua ini, Malik? Tidak ada uang atau bantuan yang bisa mengembalikan apa yang sudah hilang."

"Tidak, aku tidak berusaha menghapus atau menggantikan apa yang sudah hilang. Aku hanya ingin memastikan bahwa kamu dan anak kita tidak lagi hidup dalam ketakutan. Aku punya sumber daya, Lin. Aku bisa memastikan kalian tidak lagi harus berpindah-pindah, bahwa kalian bisa hidup dengan tenang. Itu mungkin tidak banyak, tapi itu adalah yang bisa aku lakukan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun